Salin Artikel

Pancasila, Gen Z, Milenial, dan Gen X

Tidak ada yang aneh, mengingat mereka berdua adalah penumpang. Beberapa saat kemudian, keluarlah seorang anak SMP lagi, namun kali ini dari kursi pengemudi.

Ya, pengemudinya adalah anak SMP yang tidak menunjukkan rasa was-was karena mungkin sudah terbiasa.

Peristiwa kecil ini menyisakan beberapa isu penting, yakni bibit flexing/pamer harta anak SMP, lalu perilaku melanggar adab berkendara dan aturan lalu lintas, potensi munculnya perilaku melanggar hal-hal lain secara berkelompok. Perilaku negatif ini berpotensi berlanjut pada generasi selanjutnya.

Bibit flexing harta jelas teridentifikasi, mengingat tidak ada urgensi anak SMP ini membawa mobil ke sekolah dan belum cukup umur juga untuk bertanggung jawab dalam menyetir mobil.

Namun perilaku ini dapat toleransi atau dibiarkan oleh orangtuanya, mungkin karena sang orangtua gemar melakukan flexing juga, sehingga ini menjadi kebiasaan yang 'benar'.

Meskipun peristiwa ini tidak beredar di media sosial, tapi perilaku flexing tetaplah flexing.

Secara aturan, anak SMP (12-15 tahun) tentu belum memenuhi syarat untuk memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), yakni 17 tahun, sehingga mengendarai mobil bagi mereka sudah pasti melanggar hukum.

Orangtua kembali menjadi faktor utama kegagalan melarang dan menangani sejak dini perilaku melanggar hukum ini. Repotnya hal ini tidak hanya melibatkan satu anak, tapi tiga anak dan lebih luas lagi tiga keluarga.

Kemungkinan teman-teman dekat mereka yang lain juga sudah terbiasa melakukan hal yang sama. 

Kekhawatiran lain adalah bahwa perilaku menyimpang ini akan diturunkan kepada generasi berikutnya, kecuali ada langkah korektif mandiri.

Di samping itu, perilaku flexing harta oleh anak remaja ini dan pelanggaran lalu lintas yang dilakukannya, seringkali berbarengan dengan perilaku unjuk kekuasaan maupun kekerasan kepada orang lain, tidak peduli haram atau halal harta yang diperoleh - misalnya hasil korupsi - serta tidak takut atas semua aturan hukum.

Serangkaian perilaku negatif ini sebagaimana viral belakangan ini, sebetulnya bukan hanya milik remaja saja, yang merupakan Gen Z (lahir 1997-2012 mengacu pada riset dari pewresearch.org, beresfordresearch.org), tapi juga generasi orangtuanya yang tergolong Milenial (lahir 1981-1996) atau Gen X (lahir 1965-1980).

Gen Z, Milenial, dan Gen X mendominasi jumlah penduduk Indonesia, dengan persentase mencapai hampir 75 persen total jumlah penduduk Indonesia 270,2 juta jiwa, menurut hasil sensus penduduk dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2020.

Ketiga generasi ini adalah tulang punggung Indonesia saat ini untuk memutus perilaku negatif, baik itu warisan masa lalu, misalnya, korupsi dan unjuk kekuasaan, maupun tren negatif kekinian seperti flexing harta dan kekerasan yang kemudian dipertontonkan di media sosial, dan di sisi sebaliknya meneruskan perilaku baik yang sesuai kearifan dan budaya lokal.

Hal ini patut kita ingatkan ke publik karena bulan Juni ini boleh dibilang adalah bulan Pancasila, yang merupakan lima prinsip/azas dasar rakyat Indonesia dalam membangun bangsa.

Tanggal 1 Juni 1945 adalah kelahirannya, kemudian rumusan kelima azasnya juga dibahas dalam bulan Juni dan dituangkan dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945, sebelum akhirnya disahkan menjadi dasar negara satu hari setelah Indonesia merdeka.

Lima butir Pancasila itu adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pertanyaannya apakah Pancasila bisa hadir dalam menyelesaikan persoalan serangkaian perilaku negatif yang marak pada Gen Z?

Dan sebaliknya, apakah Gen Z memandang Pancasila sebagai sesuatu yang penting dan menarik untuk menjadi pegangan hidupnya? Apa pula korelasinya dengan Milenial dan Gen X?

Pancasila lahir dari Greatest Gen

Dalam sejarah Indonesia, kita mengenal tokoh-tokoh sentral yang terlibat dalam perumusan Pancasila tahun 1945, yakni Ir. Soekarno sebagai pencetus lahirnya nama Pancasila, Mohammad Hatta, Abikoesno Tjokrosoejoso, Agus Salim, Wahid Hasyim, Mohammad Yamin, Abdul Kahar Muzakir, Mr. AA Maramis, Achmad Soebardjo, dan Ir. Soepomo.

Jika mengacu pada urutan kategorisasi demografi berdasarkan generasi, hampir semua para tokoh bangsa yang merumuskan Pancasila masuk dalam kategori Greatest Generation yang lahir pada periode 1901-1927.

Mereka ini tumbuh bersamaan dengan kemerosotan ekonomi dunia yang dikenal dengan Masa Depresi Besar (Great Depression) tahun 1929-1939 dan Perang Dunia Kedua (1939-1945).

Dalam konteks Indonesia, tentunya para tokoh tersebut adalah para pemimpin yang dalam kesehariannya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan meraihnya, bersama tokoh - tokoh perjuangan kemerdekaan lainnya.

Semangat kolektif menjadi satu bangsa dan tanah air Indonesia waktu itu sangatlah kuat, didorong oleh kekejaman serta ketidakadilan penjajah Belanda lalu Jepang yang menyebabkan berbagi macam penderitaan bagi rakyat Indonesia seperti menjadi tenaga kerja paksa di negeri sendiri, meluasnya kelaparan, kemiskinan dan kebodohan terstruktur, pengerukan sumber daya alam untuk kepentingan penjajah, serta tidak bisa menentukan nasib negeri sendiri untuk menjadi lebih baik.

Di antara Greatest Generation dan Gen Z, ada empat generasi muncul, yakni Silent Generation, Baby Boomers, Gen X, dan Millennial yang memiliki karakteristiknya masing-masing, mengikuti perkembangan dunia pada waktu mereka lahir dan bertumbuh.

Jauhnya jarak kelahiran Greatest Gen (kelahiran 1901-1927) dengan Gen Z (kelahiran 1996-2012) yang mencapai hampir seratus tahun dan perbedaan tantangan hidup dari kedua generasi itu sudah pasti akan menyebabkan menurunnya konektivitas Gen Z secara alami terhadap Pancasila yang dilahirkan oleh para tokoh bangsa, Greatest Gen.

Gen Z dibentuk dunia digital

Generasi Z (Gen Z) adalah generasi yang lahir pada 1997-2012 atau pada 2023 ini berumur 11-27 tahun. Gen Z ini dipersepsikan sebagai generasi yang melek dengan teknologi digital, internet dan media sosial pada usia yang masih sangat muda.

Dari pengamatan sehari-hari, dunia digital, internet dan media sosial yang diakrabi oleh Gen Z di antaranya adalah smartphone android, I-phone, aplikasi game Roblox dan Genshin Impact, beberapa Youtube Channel - Ryan World channel, Mr. Beast Channel, Nash Daily Channel -, media sosial Tiktok dan Instagram, aplikasi game FIFA mobile, aplikasi digital menggambar Canva, aplikasi mengedit video/animasi Capcut, aplikasi Discord untuk berkomunikasi secara digital, aplikasi Artificial Intelligence (AI) dan coding.

Implikasinya pada perilaku dan gaya hidup Gen Z memang disebut oleh Pewresearch.org berada di kutub positif maupun negatif.

Beberapa poin positif yang bisa diambil dari aktivitas Gen Z dalam dunia digital adalah tidak adanya batas negara dalam dunia digital, sehingga mereka dengan mudah berteman dengan rekan sebaya dari negara lain karena memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang baik.

Gen Z ini bagi Indonesia adalah berkah karena tidak gampang minder dan sudah terekspose dengan interaksi dunia internasional sejak dini.

Kepintaran, pengetahuan dan ketrampilan Gen Z ini juga diproyeksikan akan melebihi kebanyakan orangtuanya, baik mulai dari pengetahuan umum yang terbaru hingga pengetahuan dan keterampilan digital berkat eksplorasi di dunia digitalnya.

Sedangkan implikasi negatif dunia digital bagi Gen Z di antaranya adalah mendorong Gen Z mengikuti tren negatif di media sosial, misalnya, soal flexing harta dan prinsip individualistis-materialistis, membuat Gen Z kecanduan beraktivitas di dunia digital, memicu kesulitan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian suatu bangsa, serta memungkinkan Gen Z terpapar pada perilaku kekerasan, pornografi, dan narkoba yang mungkin dipertontonkan di dunia digital.

Di sini, orangtua memegang peranan yang sangat penting dalam meminimalkan pengaruh negatif dunia digital ke Gen Z, melalui pendekatan berkawan dengan aktivitas Gen Z ketimbang pendekatan superioritas orangtua ke anak.

Dengan demikian, eksplorasi dunia digital yang dilakukan Gen Z menjadi semakin terarah ke hal positif dan demikian juga implikasinya.

Di sisi lain, dalam periode belajar di sekolah, Gen Z ini juga familiar dengan materi pendidikan di sekolah seperti Matematika, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), serta berbagai aktivitas kepemimpinan, seni, pramuka, pecinta alam, olahraga dll.

Yang menjadi isu adalah seberapa besar dan efektif pengaruh materi pendidikan di sekolah tersebut termasuk materi PPKN kepada Gen Z dibandingkan pengaruh dunia digital kepada Gen Z.

Kalau melihat konten media sosial dan aplikasi games di dunia digital yang begitu menarik dan interaktif, ditambah dengan tingginya pengetahuan, ketrampilan, eksistensi yang diperoleh Gen Z dari dunia digital, serta masifnya penggunaan smartphone di kalangan Gen Z, rasa-rasanya pengaruh aktivitas dunia digital sudah jauh lebih besar dibandingkan pengaruh sekolah dan orangtua termasuk pendidikan tentang Pancasila.

Perlu Milenial dan Gen X

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) di sekolah yang berisi pemaparan sejarah Pancasila dan pengamalan tiap-tiap sila kepada Gen Z supaya menjadi warga negara Indonesia yang berkarakter sesuai kearifan dan budaya bangsa adalah cara resmi pemerintah menghubungkan Pancasila warisan Greatest Gen ke Gen Z.

Ini merupakan keberlanjutan dari Pendidikan Moral Pancasila (PMP) bagi Baby Boomers dan Gen X, dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) bagi Millennials.

Langkah tersebut cukup baik. Hanya kekurangan utamanya ada pada metode pengajaran PPKN yang relatif satu arah, bersifat menghafal dan kurang memanfaatkan konten digital untuk menyampaikan pesan moralitas Pancasila ke Gen Z.

Mengingat kehidupan Gen Z begitu dipengaruhi dunia digital, maka agar Pancasila tetap relevan bagi Gen Z, pemerintah semestinya melakukan penetrasi edukasi Pancasila ke Gen Z lewat media sosial, membuat konten-konten digital/visual - video, animasi, foto, podcast dll - yang realistis, inovatif, kreatif dan menyenangkan tentang nilai-nilai Pancasila di media sosial secara konsisten dan jika dirasa perlu juga bisa lewat games.

Dan ini perlu melibatkan Milenial dan Gen X (yang berada di perbatasan dengan Milenial) dalam membuat konten-konten tersebut, serta bertahap melibatkan Gen Z ke dalam konten, sehingga konten tersebut 'nyambung' dengan Gen Z.

Di sisi lain, di rumah, ajaran Pancasila ini sebenarnya ditularkan dari orangtua (Milenial dan Gen X) ke anak (Gen Z) secara tidak langsung melalui perilaku positif sehari-hari yang mencerminkan kelima sila tersebut.

Pancasila bisa jadi jarang disebut dalam keseharian di rumah. Namun dengan perilaku-perilaku positif di rumah, yang kemudian terbawa ke sekolah dan ke lingkungan sekitar, ini adalah bukti mampu menyatunya Pancasila hingga ke lingkungan kehidupan terkecil, yakni rumah.

Sebagai contoh, misalnya, aktivitas beribadah, saling menyayangi dan tolong menolong sesama manusia, sikap bersatu lebih baik dari pada sendiri, santun dalam menyampaikan pendapat, dan gotong royong dalam keluarga, dengan cepat Gen Z bisa mengerti dan melakukannya, walaupun tantangannya adalah melakukannya secara konsisten karena godaannya sekali lagi adalah keasyikan beraktivitas di dunia digital.

Namun memang harus diakui bahwa pada serangkaian persoalan besar seperti flexing harta, unjuk kekuasaan, kekerasan kepada sesama, korupsi, ketidakpatuhan hukum, tampaknya tidak cukup hanya dengan contoh perilaku positif dari rumah terutama dari Gen X, Milenial yang diikuti Gen Z, tidak cukup juga dengan edukasi PPKN via sekolah maupun digital, tapi memang harus ada nyali untuk melakukan tindakan korektif massal dari para pemimpin negeri di tingkat pusat dan daerah.

Dan kedepan, lagi-lagi harapan itu banyak digantungkan pada para pemimpin Gen X dan Milenial, mungkin dengan sedikit sisa-sisa pemimpin dari Gen Baby Boomers.

Singkatnya harus semakin banyak contoh perilaku para pemimpin yang sukses tanpa korupsi, memberi contoh selalu patuh hukum, tidak jumawa harta dan kekuasan, adil, tidak memberi toleransi kekerasan, dan menegakkan serangkaian perilaku baik lainnya.

Jika ini berhasil, maka insya Allah Gen Z, Gen Alpha dan generasi selanjutnya akan mengikuti. Dan menjadi nyatalah negeri ini sukses berpondasikan Pancasila.

https://nasional.kompas.com/read/2023/06/05/16593451/pancasila-gen-z-milenial-dan-gen-x

Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke