Salin Artikel

Gaya Hidup Mewah Polisi Disorot, Pakai Gaji Resmi Dianggap Tak Mungkin

JAKARTA, KOMPAS.com - Gaya hidup pejabat maupun anggota Polri yang mewah terus disorot oleh publik dalam setahun terakhir. Mewahnya gaya hidup seorang polisi dianggap tidak wajar lantaran tak sesuai dengan aturan yang ada.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pernah menerbitkan telegram rahasia (TR) untuk mengatur gaya hidup anggota Polri.

Tujuannya, supaya para polisi tidak memiliki gaya hidup hedonisme atau memamerkan kekayaannya. Apalagi dengan berkembangnya zaman, publik bisa memantau gaya hidup mewah polisi melalui media sosial.

Tidak sedikit polisi yang disorot oleh netizen karena memiliki gaya hidup mewah, seperti Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto dan Kapolda Kalimantan Selatan (Kalsel) Irjen Andi Rian Djajadi. Di mana, keduanya disorot karena kerap menampilkan gaya hidup mewah.

Andi Rian pernah terlihat mengenakan kemeja mewah termasuk Check Stretch Cotton Poplin Shirt dari Burberry dengan motif garis-garis beraksen abu-abu dan merah dalam kegiatan konferensi pers kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Berdasarkan hasil penelusuran Kompas.com di akun resmi Burberry, kemeja yang tersedia dalam enam pilihan warna ini dijual seharga 490 dollar AS atau sekitar Rp 7,2 juta per helai.

Bahkan, dalam repro bidik layar yang diunggah akun Twitter @BosTemlen, tertera harga kemeja itu mencapai Rp 12 juta setelah dikonversi ke dalam rupiah.

Lalu, dilihat dalam akun media sosial TikTok @teamnetizen, pernah diunggah foto Komjen Agus dan istrinya menggunakan pakaian dan barang asal luar negeri dengan merek ternama.

Adapun dalam video yang beredar disebutkan bahwa harga sepatu yang dipakai istri Kabareskrim itu mencapai sekitar Rp 14,2 juta.

Kemudian, ada sejumlah foto yang menampilkan istri dan anak-anak Kabareskrim mengabadikan momen di luar negeri.

Tampak, Agus dan istrinya terlihat berada di luar negeri dengan memakai kaca mata yang diduga bermerek Louis Vuitton dan istrinya bermerek Gucci yang seharga 422 dollar AS.

Tidak hanya karena gaya hidup mewah yang terdeteksi oleh publik, harta kekayaan tidak wajar yang dimiliki oleh seorang polisi juga kerap terbongkar dari kasus yang menjeratnya.

Baru-baru ini, perwira Polda Sumatera Utara (Sumut) AKBP Achiruddin Hasibuan yang tersandung kasus karena anaknya menjadi tersangka penganiayaan, turut dibongkar kekayaannya.

Achiruddin yang berpangkat AKBP (golongan perwira menengah), memiliki rumah yang mewah. Selain itu, Achiruddin juga memiliki Jip hingga motor gede (moge).

Rumah mewah hingga moge tersebut bahkan tidak tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya.

Lalu, ada juga AKBP Bambang Kayun yang ditangkap KPK karena diduga menerima suap dalam kasus pemalsuan surat perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (ACM).

Saat melakukan penggeledahan terhadap aset-aset milik Kayun, KPK mendapati perwira Polri tersebut memiliki aset sebesar Rp 12,7 miliar.

Jika melihat gaji resmi Polri, seorang jenderal pun hanya bisa meraup puluhan juta rupiah setiap bulannya, itupun sudah ditambah dengan tunjangan jabatan yang diterima.

Secara umum, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyampaikan bahwa pimpinan Polri terus mengingatkan jajarannya dan keluarganya agar tidak bergaya hidup mewah.

"Tapi secara umum bahwa berkali-kali pimpinan Polri ya baik Kapolda maupun Kapolres, sudah meneruskan kepada jajaran agar tidak berhidup mewah. kita tidak boleh bergaya hidup hedon, ya sudah kita sampaikan," ujar Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (16/3/2023).

Ramadhan mengatakan, Divisi Humas juga telah mengeluarkan instruksi Penerangan Satuan (Pensat) terhadap jajarannya agar anggota Polri keluarga, termasuk istri dan anak-anaknya, tetap menjaga gaya hidup atau tidak bergaya hidup yang bermewah-mewahan.

"Dan tentu ada sanksi bagi yang melanggar, termasuk sanksi terhadap anggota tersebut bila keluarganya melanggar," ujarnya.

Reformasi di kepolisian dipertanyakan

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, kasus-kasus kekayaan polisi sampai saat ini masih marak. Dia menduga, para polisi bisa menjadi kaya dengan melakukan pelanggaran atau menyalahgunakan wewenangnya.

"Mengapa kasus-kasus seperti itu masih marak? Karena formasi yang ada di kepolisian diisi oleh kelompok-kelompok pro status quo, pro kemapanan akibat pelanggaran-pelanggaran," ujar Bambang saat dimintai konfirmasi, Rabu (3/5/2023).

Bambang ragu reformasi di kepolisian bisa terjadi. Sebab, polisi-polisi yang pro status quo ini masih mendominasi di jabatan-jabatan strategis.

Sementara itu, polisi yang masuk ke dalam kelompok progresif tidak mendapat peran atau jabatan, sehingga tidak bisa berbuat banyak.

Pakai gaji resmi dianggap tak mungkin bisa mewah-mewahan

Bambang menyindir kalau perintah Kapolri agar jajarannya tidak bergaya hidup mewah hanya bentuk retorika saja. Sebab, elite-elite di Polri saja masih menjadi bagian dari kelompok pro status quo yang ikut bergaya hidup hedon yang berbiaya mahal. 

Bambang mengatakan, polisi tidak bisa hanya mengandalkan gaji resmi untuk memiliki kekayaan yang fantastis.

"Kalau mengandalkan gaji resmi, jelas tak mungkin. Makanya mereka mencari-cari pendapatan dengan menggadaikan kewenangan yang diberikan negara," ucapnya.

Bambang meyakini bahwa polisi kerap mendapat gratifikasi sehingga bisa memiliki kekayaan yang fantastis. Hanya, dia menyebut kalau gratifikasi hanyalah masalah yang sederhana. Masih ada yang lebih parah lagi dari itu.

"Yang lebih parah adalah perilaku koruptif dengan menyalahgunakan kewenangan," kata Bambang.

Polisi diduga tutup mata kepada sesama

Bambang memberi contoh kasus yang masih hangat saat ini. Dia menyinggung Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang sudah mendeteksi aliran dana tak wajar pada AKBP Achiruddin Hasibuan sejak lama.

Dalam hal ini, Polri memiliki Peraturan Polri (Perpol) untuk melakukan pengawasan secara melekat terhadap anggotanya.

Bambang mempertanyakan pengawasan yang sudah Polri lakukan kepada anggotanya sendiri, dengan berbekal Perpol tersebut.

"Selama ini fungsi-fungsi pengawasan itu ke mana saja? Atau jangan-jangan juga mendapat bagian aliran dari Achiruddin sehingga diam atau tutup mata selama ini?" tukasnya.

"Indikasinya demikian (saling menutupi karena punya penghasilan sampingan serupa). Jadi mereka saling menutupi. Makanya dalam kasus Ferdy Sambo banyak yang terseret, karena mereka adalah bagian kelompok pro status quo itu," sambung Bambang.

Lalu, contoh selanjutnya adalah kasus BBM ilegal di lingkup Polda Kalimantan Utara (Kaltara), di mana Kabid Propam Polda Kaltara Kombes Teguh yang mengusutnya malah dinonaktifkan oleh Kapolda Kaltara Irjen Daniel Aditya. Belakangan, Kombes Teguh telah dikembalikan ke jabatannya.

Adapun di lingkup Polda Kaltara sendiri, ada dugaan bahwa mereka menerima uang suap dari pengusaha sebesar Rp 1,7 miliar. Kasus ini tengah diusut Mabes Polri.

Akan tetapi, Bambang kecewa karena selama ini permasalahan-permasalahan seperti itu hanya menyentuh permukaannya saja, tidak sampai ke akar.

"Demikian juga dengan kasus-kasus yang lain, tambang ilegal Ismail Bolong, mafia tambang, Konsorsium 303, dan lain-lain. Tak ada satupun petinggi kepolisian yang dimintai pertanggungjawaban," jelas Bambang.

Zaman sudah berubah, tapi polisi tidak berubah-ubah

Bambang pun mengaku heran dengan Polri yang tidak kunjung berubah atau berbenah, padahal zaman terus berkembang.

Dia mengatakan publik kini sudah menemukan salurannya untuk mengawasi polisi, yakni dengan media sosial yang bisa membuat segalanya menjadi viral.

Bambang mengingatkan kalau media sosial tidak bisa dibungkam. Karena, kata dia, sosok yang membungkam pasti akan kena 'bumerang' nya sendiri lewat media sosial.

Maka dari itu, Bambang yakin kalau polisi-polisi yang tertangkap atau terbongkar kekayaannya hanya sedang apes saja.

Dia tidak heran kalau ke depannya, masih akan ada banyak kasus serupa yang menyeret anggota polisi.

Terkait dengan kelompok progresif yang disebut Bambang di awal, dia menyebut kalau polisi yang masuk golongan tersebut juga sudah menemukan salurannya.

Hanya, saat ini belum masif, masih bersifat perorangan. Mereka disebut sedang berjuang membangun polisi yang profesional.

"Tapi semangat progesif dan idealisme membangun Polri yang lebih baik itu akan menemukan momentumnya. Mereka tak takut dipecat, karena itu risiko perjuangan membangun organisasi Polri yang profesional," imbuh dia.

Polisi harus serius ikuti arahan Jokowi

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti ikut angkat bicara terkait problematika gaya hidup dan kekayaan polisi ini.

Poengky meminta agar pimpinan dan seluruh anggota Polri harus serius memedomani arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan melaksanakan sebaik-baiknya arahan tersebut.

"Termasuk arahan untuk hidup sederhana dan tidak bergaya hidup mewah. Presiden dan Ibu Negara sudah memberikan teladan contoh gaya hidup sederhana. Kapolri dan Ibu juga menunjukkan kesederhanaan," kata Poengky saat dimintai konfirmasi terpisah.

Menurut Poengky, kesederhanaan tersebut tidak hanya untuk anggota Polri, tetapi juga seluruh keluarganya.

Apalagi, kata dia, Polri sudah memiliki aturan yang melarang gaya hidup mewah, dan aturan ini juga berlaku untuk keluarga.

Sehingga, jika ada anggota dan keluarganya yang bergaya hidup mewah, seharusnya polisi itu malu dan harus mengubah gaya hidupnya.

"Apalagi di zaman medsos ini, masyarakat akan dengan mudah memotret dan memviralkan sebagai bentuk protes jika ada pejabat dan keluarganya memamerkan gaya hidup mewah," tuturnya.

Kemudian, Poengky mengingatkan bahwa aparat kepolisian adalah aparat negara yang harus melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat.

Jika masyarakat yang harus dilindungi hidupnya sederhana, bagaimana mungkin pelayan yang melayani malah bergaya hidup mewah.

"Sehingga pasti tidak menjiwai dalam melaksanakan tugas-tugasnya," ucap Poengky.

Dia membeberkan, Polri sudah memiliki seperangkat aturan yang berkaitan dengan gaya hidup, antara lain Peraturan Kapolri (Perkap) tentang Barang Mewah, Perkap tentang LHKPN, Perkap tentang Usaha Bagi Anggota Polri, dan Surat Telegram tentang Larangan Gaya Hidup Mewah dan Pamer Kemewahan di Medsos bagi seluruh anggota Polri dan keluarganya.

Cerita Kompolnas pergoki istri petinggi Polri pakai mobil mewah

Poengky lantas menceritakan pengalaman Kompolnas dalam mengkritisi gaya hidup mewah istri perwira tinggi (pati) Polri, yang sebenarnya sudah dilakukan sejak lama.

Poengky bercerita, saat itu, ketika ada acara yang dilaksanakan di dekat kantor Kompolnas, mereka melihat mobil-mobil yang digunakan adalah mobil mewah.

Lalu, Kompolnas memotret bukti-buktinya dan mengirimkan kepada Kapolri. Menindaklanjuti kritik Kompolnas, Kapolri kemudian mengesahkan Surat Telegram ST/30/XI/HUM.4.3/2019 tanggal 15 November 2019. Sayangnya, Kompolnas melihat seperangkat aturan tersebut kurang berfungsi dengan baik.

"Kami mendorong adanya contoh teladan masing-masing atasan, pembinaan dan pengawasan dari atasan. Kami juga mendorong Propam untuk pro aktif melakukan pencatatan barang-barang mewah serta penindakan tegas jika ada pelanggaran," terang Poengky.

Selain itu, Kompolnas mendorong agar pimpinan dan seluruh anggota Polri beserta keluarga perlu menggelorakan kembali Reformasi Kultural Polri dengan diiringi niat baik, semangat, serta konsistensi untuk hidup sederhana.

Dia menegaskan Kompolnas akan terus menerus mengawasi hal tersebut, serta mengajak seluruh masyarakat termasuk media untuk membantu melakukan pengawasan.

"Memang tidak semua anggota Polri bergaya hidup mewah karena gaji anggota Polri kecil, contohnya para Tamtama dan Bintara. Tetapi mereka ikut terdampak dan dianggap ikut bergaya hidup mewah, padahal kesejahteraan mereka sangat kecil," imbuh Poengky.

https://nasional.kompas.com/read/2023/05/04/06362131/gaya-hidup-mewah-polisi-disorot-pakai-gaji-resmi-dianggap-tak-mungkin

Terkini Lainnya

Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Nasional
MUI Keberatan Wacana Penjudi Online Diberi Bansos

MUI Keberatan Wacana Penjudi Online Diberi Bansos

Nasional
[POPULER NASIONAL] Menkopolhukam Pimpin Satgas Judi Online | PDI-P Minta KPK 'Gentle'

[POPULER NASIONAL] Menkopolhukam Pimpin Satgas Judi Online | PDI-P Minta KPK "Gentle"

Nasional
Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke