Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Salin Artikel

Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa dan Degradasi Kualitas Demokrasi Lokal

Bagi kepala desa, demonstrasi tersebut adalah demonstrasi kedua dalam bulan pertama tahun 2023 ini.

Minggu lalu, para kepala desa dari beberapa provinsi dan kabupaten juga melakukan aksi unjuk rasa. Salah satu tuntutan mereka saat itu adalah perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur masa jabatan kepala desa selama enam tahun dan selama tiga periode. Tak pelak, topik perpanjangan masa jabatan tersebut menjadi topik kontroversial sampai hari ini.

Usulan tersebut sebenarnya mencuat pertama kali bukan dari kalangan kepala desa. Wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa pertama kali muncul saat Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar bertemu para pakar di UGM Yogyakarta pada Mei 2022.

Meskipun formulasinya berubah, kata beliau saat itu, namun batas maksimal jabatan kepala desa tetap sampai 18 tahun.

Saat ini, dikabarkan usulan tersebut sedang digodok dan akan menjadi rekomendasi atas perubahan UU Desa yang sudah berusia sembilan tahun.

Halim memastikan akan terus mendukung usulan masa jabatan kades menjadi sembilan tahun meskipun dengan proses yang panjang.

Ia berargumen, masa jabatan kades yang diusulkan selama sembilan tahun akan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat desa. Salah satunya para kades akan punya lebih banyak waktu untuk menyejahterakan warga.

Selain itu, pembangunan di desa dapat lebih efektif dan tidak terpengaruh oleh dinamika politik akibat pemilihan kepala desa (pilkades). Jika kinerja kades buruk, masyarakat juga tidak perlu khawatir.

"Karena pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) punya kewenangan memberhentikan kades yang kinerjanya sangat buruk," tutur Abdul Halim.

Dengan begitu, masih menurut beliau, warga desa tidak perlu menunggu selama sembilan tahun untuk mengganti kepala desa yang kinerjanya sangat buruk.

Senada dengan itu juga diberitakan bahwa anggota Komisi II DPR Mohammad Toha mengatakan, lembaganya akan mengakomodasi permintaan revisi UU nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Hal itu disampaikan Toha di sela-sela aksi demonstrasi oleh ribuan kades di depan Gedung DPR RI minggu lalu, untuk mendorong revisi UU tersebut.

Secara pribadi, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengaku mendukung permintaan para kades agar UU Desa direvisi. Bukan tanpa alasan, menurut dia, tuntutan revisi itu sudah didengarnya ketika turun ke daerah pemilihan (dapil).

Menurut hemat saya, pertama, pandangan-pandangan di atas sangat menyesatkan. Kita seperti sedang dibawa kembali ke era Orde Baru di mana segala hal bisa dihalalkan atas nama pembangunan.

Demokrasi dipreteli hingga menjadi banderol politik semata atas nama akselerasi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.

Kita semestinya belajar banyak hal dari lahirnya reformasi 1997/1998. Pandangan-pandangan menyesatkan di atas tidak akan membawa Indonesia menjadi negara kuat dan maju, karena dibangun di atas landasan kepercayaan kepada "figur atau personal (kepala desa)", bukan kepada aturan main dan institusi.

"A government of laws, and not of men”, kata John Adams, Presiden kedua Amerika Serikat.

Jadi yang harus diperkuat adalah institusi demokrasi sampai ke tingkat desa, bukan malah memperkuat posisi dan masa jabatan kepala desa.

Dengan masa jabatan 6 tahun saja untuk satu periode, masa jabatan seorang kepala desa masih jauh lebih panjang dibanding masa jabatan bupati, wali kota, gubernur, bahkan presiden.

Meskipun menghilangkan satu masa pemilihan, dari awalnya bisa dipilih sebanyak tiga kali menjadi dua kali dan masa maksimal menjabat tetap 18 tahun, artinya kementerian desa, anggota DPR yang mendukung, dan para kepala desa, telah menghapuskan satu institusi demokrasi di desa, yakni satu masa pemilihan.

Dengan kata lain, para pendukung usulan masa jabatan kepala desa selama 9 tahun lebih mengutamakan figur kepala desa dibanding institusi demokrasi di tingkat desa.

Menurut saya, pandangan ini sangat berbahaya, sama berbahayanya dengan usulan perpanjangan masa jabatan presiden atau usulan presiden tiga periode.

Dan yang cukup menyedihkan lagi, isu miring ini menimpa institusi demokrasi tertua di Indonesia, yakni pemerintahan desa.

Artinya, serangan terhadap demokrasi terjadi pada fondasi dasar demokrasi nasional, di mana budaya rembuk dan diskusi demokratis terjadi sudah sejak ratusan tahun lalu.

Bahkan Bung Hatta sedari dulu berkeyakinan bahwa salah satu sumber demokrasi nasional yang membuat Indonesia memiliki fondasi kuat untuk menjadi negara demokrasi adalah adanya demokrasi desa yang berlangsung sejak dahulu kala.

Kedua, dengan menganut pandangan demikian, Menteri Desa dan para pendukung usulan tersebut secara tidak langsung mempertentangkan demokrasi dengan pembangunan.

Padahal, mengurangi satu kali proses pemilihan berarti mengurangi legitimasi pemimpin terpilih di desa, yang juga berarti menurunkan kadar kepemimpinan demokratis kepala desa.

Tentu tidak ada yang salah dengan niat untuk melakukan akselerasi pembangunan di desa dalam berbagai bentuk program dan kebijakan, tapi tidak semestinya institusi demokrasi seperti pemilihan dikecilkan dan dikurangi.

Keberhasilan pembangunan desa tidak terletak pada pengurangan proses pemilihan di tingkat desa, tapi pada visi dan efektifitas pemerintahan desa dalam mengimplementasikannya.

Ironinya, usulan tersebut justru datang dari Kementerian Desa dan didukung penuh oleh beberapa anggota DPR yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan demokratis.

Tentu secara langsung akan disambut oleh barisan kepala desa, karena menyangkut dengan urusan kenikmatan politik yang akan dinikmati oleh para kepala desa yang sedang menjabat.

Padahal seharusnya elite selevel menteri dan anggota DPR berjuang untuk mengukuhkan institusi-institusi demokrasi di negeri ini, mulai dari level terendah, agar budaya demokrasi semakin mendarah daging di dalam nadi kehidupan masyarakat desa yang akan menjadi bahan dasar bagi Indonesia untuk mengukuhkan tatanan demokrasi yang stabil.

"The prospects for stable democracy in a country are improved if its citizens and leaders strongly support democratic, ideas, values, and practices. The most reliable support comes when these beliefs and predispositions are embedded in the country's culture and are transmitted, in large part, for one generation to the next. In other words, the country possesses a democratic political culture", tulis salah satu pemikir demokrasi kelas dunia, Robert Dahl, tahun 1998 lalu.

Last but not least, harapan saya dan kita semua, semoga usulan ini bukan bagian dari interaksi "quid pro quo" antara elite-elite politik tertentu dengan para kepala desa di mana persetujuan atas permintaan kepala desa tersebut harus dibayar dengan balas budi politik pada pemilihan tahun 2024 nanti, yakni berupa janji untuk memenangkan pihak tertentu di desa-desa. Semoga tidak demikian.

https://nasional.kompas.com/read/2023/01/26/06000011/perpanjangan-masa-jabatan-kepala-desa-dan-degradasi-kualitas-demokrasi-lokal

Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke