Salin Artikel

Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa dan Degradasi Kualitas Demokrasi Lokal

Bagi kepala desa, demonstrasi tersebut adalah demonstrasi kedua dalam bulan pertama tahun 2023 ini.

Minggu lalu, para kepala desa dari beberapa provinsi dan kabupaten juga melakukan aksi unjuk rasa. Salah satu tuntutan mereka saat itu adalah perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur masa jabatan kepala desa selama enam tahun dan selama tiga periode. Tak pelak, topik perpanjangan masa jabatan tersebut menjadi topik kontroversial sampai hari ini.

Usulan tersebut sebenarnya mencuat pertama kali bukan dari kalangan kepala desa. Wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa pertama kali muncul saat Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar bertemu para pakar di UGM Yogyakarta pada Mei 2022.

Meskipun formulasinya berubah, kata beliau saat itu, namun batas maksimal jabatan kepala desa tetap sampai 18 tahun.

Saat ini, dikabarkan usulan tersebut sedang digodok dan akan menjadi rekomendasi atas perubahan UU Desa yang sudah berusia sembilan tahun.

Halim memastikan akan terus mendukung usulan masa jabatan kades menjadi sembilan tahun meskipun dengan proses yang panjang.

Ia berargumen, masa jabatan kades yang diusulkan selama sembilan tahun akan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat desa. Salah satunya para kades akan punya lebih banyak waktu untuk menyejahterakan warga.

Selain itu, pembangunan di desa dapat lebih efektif dan tidak terpengaruh oleh dinamika politik akibat pemilihan kepala desa (pilkades). Jika kinerja kades buruk, masyarakat juga tidak perlu khawatir.

"Karena pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) punya kewenangan memberhentikan kades yang kinerjanya sangat buruk," tutur Abdul Halim.

Dengan begitu, masih menurut beliau, warga desa tidak perlu menunggu selama sembilan tahun untuk mengganti kepala desa yang kinerjanya sangat buruk.

Senada dengan itu juga diberitakan bahwa anggota Komisi II DPR Mohammad Toha mengatakan, lembaganya akan mengakomodasi permintaan revisi UU nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Hal itu disampaikan Toha di sela-sela aksi demonstrasi oleh ribuan kades di depan Gedung DPR RI minggu lalu, untuk mendorong revisi UU tersebut.

Secara pribadi, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengaku mendukung permintaan para kades agar UU Desa direvisi. Bukan tanpa alasan, menurut dia, tuntutan revisi itu sudah didengarnya ketika turun ke daerah pemilihan (dapil).

Menurut hemat saya, pertama, pandangan-pandangan di atas sangat menyesatkan. Kita seperti sedang dibawa kembali ke era Orde Baru di mana segala hal bisa dihalalkan atas nama pembangunan.

Demokrasi dipreteli hingga menjadi banderol politik semata atas nama akselerasi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.

Kita semestinya belajar banyak hal dari lahirnya reformasi 1997/1998. Pandangan-pandangan menyesatkan di atas tidak akan membawa Indonesia menjadi negara kuat dan maju, karena dibangun di atas landasan kepercayaan kepada "figur atau personal (kepala desa)", bukan kepada aturan main dan institusi.

"A government of laws, and not of men”, kata John Adams, Presiden kedua Amerika Serikat.

Jadi yang harus diperkuat adalah institusi demokrasi sampai ke tingkat desa, bukan malah memperkuat posisi dan masa jabatan kepala desa.

Dengan masa jabatan 6 tahun saja untuk satu periode, masa jabatan seorang kepala desa masih jauh lebih panjang dibanding masa jabatan bupati, wali kota, gubernur, bahkan presiden.

Meskipun menghilangkan satu masa pemilihan, dari awalnya bisa dipilih sebanyak tiga kali menjadi dua kali dan masa maksimal menjabat tetap 18 tahun, artinya kementerian desa, anggota DPR yang mendukung, dan para kepala desa, telah menghapuskan satu institusi demokrasi di desa, yakni satu masa pemilihan.

Dengan kata lain, para pendukung usulan masa jabatan kepala desa selama 9 tahun lebih mengutamakan figur kepala desa dibanding institusi demokrasi di tingkat desa.

Menurut saya, pandangan ini sangat berbahaya, sama berbahayanya dengan usulan perpanjangan masa jabatan presiden atau usulan presiden tiga periode.

Dan yang cukup menyedihkan lagi, isu miring ini menimpa institusi demokrasi tertua di Indonesia, yakni pemerintahan desa.

Artinya, serangan terhadap demokrasi terjadi pada fondasi dasar demokrasi nasional, di mana budaya rembuk dan diskusi demokratis terjadi sudah sejak ratusan tahun lalu.

Bahkan Bung Hatta sedari dulu berkeyakinan bahwa salah satu sumber demokrasi nasional yang membuat Indonesia memiliki fondasi kuat untuk menjadi negara demokrasi adalah adanya demokrasi desa yang berlangsung sejak dahulu kala.

Kedua, dengan menganut pandangan demikian, Menteri Desa dan para pendukung usulan tersebut secara tidak langsung mempertentangkan demokrasi dengan pembangunan.

Padahal, mengurangi satu kali proses pemilihan berarti mengurangi legitimasi pemimpin terpilih di desa, yang juga berarti menurunkan kadar kepemimpinan demokratis kepala desa.

Tentu tidak ada yang salah dengan niat untuk melakukan akselerasi pembangunan di desa dalam berbagai bentuk program dan kebijakan, tapi tidak semestinya institusi demokrasi seperti pemilihan dikecilkan dan dikurangi.

Keberhasilan pembangunan desa tidak terletak pada pengurangan proses pemilihan di tingkat desa, tapi pada visi dan efektifitas pemerintahan desa dalam mengimplementasikannya.

Ironinya, usulan tersebut justru datang dari Kementerian Desa dan didukung penuh oleh beberapa anggota DPR yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan demokratis.

Tentu secara langsung akan disambut oleh barisan kepala desa, karena menyangkut dengan urusan kenikmatan politik yang akan dinikmati oleh para kepala desa yang sedang menjabat.

Padahal seharusnya elite selevel menteri dan anggota DPR berjuang untuk mengukuhkan institusi-institusi demokrasi di negeri ini, mulai dari level terendah, agar budaya demokrasi semakin mendarah daging di dalam nadi kehidupan masyarakat desa yang akan menjadi bahan dasar bagi Indonesia untuk mengukuhkan tatanan demokrasi yang stabil.

"The prospects for stable democracy in a country are improved if its citizens and leaders strongly support democratic, ideas, values, and practices. The most reliable support comes when these beliefs and predispositions are embedded in the country's culture and are transmitted, in large part, for one generation to the next. In other words, the country possesses a democratic political culture", tulis salah satu pemikir demokrasi kelas dunia, Robert Dahl, tahun 1998 lalu.

Last but not least, harapan saya dan kita semua, semoga usulan ini bukan bagian dari interaksi "quid pro quo" antara elite-elite politik tertentu dengan para kepala desa di mana persetujuan atas permintaan kepala desa tersebut harus dibayar dengan balas budi politik pada pemilihan tahun 2024 nanti, yakni berupa janji untuk memenangkan pihak tertentu di desa-desa. Semoga tidak demikian.

https://nasional.kompas.com/read/2023/01/26/06000011/perpanjangan-masa-jabatan-kepala-desa-dan-degradasi-kualitas-demokrasi-lokal

Terkini Lainnya

Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Nasional
Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Nasional
Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Nasional
Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Nasional
TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

Nasional
ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

Nasional
Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Nasional
Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Nasional
Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Nasional
Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Nasional
Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Nasional
Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Nasional
Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke