Menurut Ma'ruf Amin, kebijakan itu hanya bersifat sementara.
Kebijakan itu juga hanya diperuntukkan bagi daerah-daerah dengan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang memenuhi kualifikasi sebagai panitia pemilu, seperti daerah terluar, tertinggal, terdepan (3T).
“Keterlibatan ASN itu memang untuk daerah-daerah yang memang sulit untuk merekrut masyarakat sipil. Sehingga ketika itu ada kesulitan, maka ASN ini menjadi semacam petugas ad hoc, sementara,” ujar Ma'ruf Amin dilansir dari siaran pers di laman resmi Sekretariat Kabinet, Sabtu (13/1/2023).
Ma'ruf Amin menegaskan bahwa asas netralitas juga mengikat panitia penyelenggara pemilu.
Oleh karena itu, menurut Ma'ruf, seorang ASN yang menjadi panitia pemilu akan tetap terjaga kewajiban netralitasnya.
“Sebagai penyelenggara (pemilu) kan memang harus netral. Jadi, kalau (menjadi) penyelenggara itu tidak harus kemudian dia tidak netral, tetap netral, dan sifatnya juga ad hoc. Nanti selesai dia kembali menjadi ASN,” kata Ma'ruf.
Ma'ruf Amin juga mengingatkan agar ASN tetap menjaga netralitas dalam menghadapi tahun politik saat ini.
Sebab, netralitas ASN tidak bisa ditawar dan telah diatur dalam Undang-undang (UU) ASN.
“Saya kira netralitas sudah ada aturannya. ASN itu harus netral (di tahun politik) itu sudah jelas, tidak bisa ditawar lagi,” ujar Ma'ruf Amin.
Sebagaimana diketahui, netralitas ASN telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Dalam aturan tersebut ditegaskan bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Selain itu, ASN juga harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
Sebelumnya, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) telah menegaskan bahwa ASN boleh menjadi panitia pemilu.
Kemudian, Kemendagri justru meminta pemerintah daerah untuk mendukung penyelenggara pemilu di daerah dengan memberikan izin kepada ASN mendaftar sebagai panitia/petugas badan ad hoc pemilu.
Permintaan itu ada dalam Surat Edaran Nomor 900.1.9/9095/SJ tentang Dukungan dan Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam Tahapan Penyelenggaraan Pemilu 2024.
Surat edaran tersebut diteken Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro pada 30 Desember 2022.
"(Izin perlu diberikan kepada ASN) khususnya dalam hal tidak tersedianya pendaftar dari masyarakat umum yang memenuhi persyaratan dan memiliki kapasitas, yang berada di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan," kata Suhajar lewat siaran persnya.
Namun demikian, mereka tetap terikat konsekuensi hukum ASN seandainya melakukan pelanggaran saat bertugas sebagai petugas ad hoc.
"Sanksinya berat. Dari sisi pidana, hukumannya ditambah sepertiga karena dia ASN," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja kepada wartawan pada 6 Januari 2023.
Pelanggaran tersebut meliputi keberpihakan atas peserta pemilu tertentu hingga memanipulasi data kepemiluan.
Bagja mengungkapkan, beratnya sanksi ini disebabkan oleh aspek yang dilanggar, yakni netralitas ASN dan netralitas sebagai penyelenggara pemilu.
Oleh karena itu, Bagja mengatakan, ASN panitia pemilu yang “bermain” juga berpotensi dijatuhi hukuman oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di instansinya, berupa pengurangan gaji, penundaan kenaikan pangkat hingga penurunan pangkat.
“Ketika ada keberpihakan dari ASN yang punya rentang kendali wilayah, itu masalah besar,” ujar Bagja.
https://nasional.kompas.com/read/2023/01/14/14432651/wapres-sebut-asn-boleh-jadi-panitia-pemilu-hanya-untuk-daerah-tertentu