Salin Artikel

Sikap Pemerintah Sesali Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Tidak Cukup

Maria Sumarsih, ibunda dari Norma Irmawan alias Wawan, mahasiswa Atma Jaya korban Tragedi Semanggi I, menilai bahwa pemerintah semestinya mempertanggungjawabkan pelanggaran HAM berat itu dengan membawanya ke pengadilan.

"Pelanggaran HAM berat masa lalu tidak perlu disesali, tetapi harus dipertanggungjawabkan di Pengadilan HAM Ad Hoc," ujar Sumarsih saat dihubungi, Rabu (11/1/2023).

Sumarsih mengatakan, pembentukan pengadilan ad hoc untuk menangani kasus pelanggaran HAM berat itu sesuai mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Sumarsih juga berpendapat bahwa permintaan maaf dari presiden tidak diperlukan.

"Yang penting adalah membuat jera para pelaku dengan mengadili mereka di pengadilan agar tidak terulang," kata Sumarsih.

Ia juga meminta agar aparat TNI dan Polri berhenti melakukan kekerasan kepada masyarakat. Permintaan maaf pemerintah seolah tak ada artinya jika kekerasan masih dilakukan TNI dan Polri. 

"Apa artinya minta maaf bila kenyataannya setelah terjadi tragedi Semanggi I kemudian terjadi tragedi Semanggi II, Wasior, Wamena, pembunuhan Munir, Paniai dan seterusnya hingga kekerasan TNI/Polri di Kanjuruhan Malang?" ucap Sumarsih.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) berpadangan, pernyataan Jokowi juga mesti diikuti oleh komitmen untuk memberi hak pemulihan dan rasa keadilan kepada korban.

Menurut Koordinator Kontras Rivanlee Anandar, pengakuan terhadap pelanggaran HAM berat masa lalu bukanlah hal baru karena sudah direkomendasikan oleh Komnas HAM kepada pemangku jabatan presiden sejak tahun 1999.

Ia pun menegaskan, pengakuan dan permintaan maaf kepada korban pelanggaran HAM berat masa lalu tidak dapat berdiri sendiri.

"Pengakuan dan permintaan maaf harus ditindaklanjuti dengan rangkaian tindakan untuk memberikan hak-hak korban secara keseluruhan," kata Rivanlee.

Kendati demikian, ia menilai bahwa pengakuan kesalahan oleh negara merupakan hal fundamental karena korban pelanggaran HAM berat adalah orang-orang yang menderita akibat penyalahgunaan kekuasaan.

"Tanpa ada pengakuan negara atas adanya pelanggaran berat HAM maka pemberian pemulihan bagi korban malah bersifat kontraproduktif dari upaya pemberian hak-hak korban, pemulihan hanya dimaknai sebagai bantuan sosial/kemiskinan," kata Rivanlee

Proses yudisial jalan terus

Penyesalan negara atas terjadinya pelanggaran HAM berat masa lalu disampaikan Jokowi saat menerima laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) di Istana Negara, Rabu kemarin.

"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat," kata Jokowi.

Ada 12 pelanggaran HAM berat yang dimaksud Jokowi, yakni peristiwa 1965-1966; penembakan misterius (1982-1985); peristiwa Talangsari, Lampung (1989); peristiwa Rumah Geudong dan Pos Sattis, Aceh (1989); peristiwa penghilangan orang secara paksa (1997-1998).

Kemudian, kerusuhan Mei (1998); peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II (1998-1999); peristiwa pembunuhan dukun santet (1998-1999); peristiwa Simpang KKA, Aceh (1999); peristiwa Wasior, Papua (2001-2002); peristiwa Wamena, Papua (2003); dan peristiwa Jambo Keupok, Aceh (2003).

"Saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menigasikan penyelesaian yudisial," kata Jokowi.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan, proses yudisial akan tetap berjalan meski pemerintah menempuh jalur yudisial.

"Tim ini tidak meniadakan proses yudisial," kata Mahfud.

Ia mencontohkan, pemerintah sudah membawa empat kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah tahun 2000 tetapi para pelakunnya dibebaskan karena dianggap tidak cukup bukti untuk dikatakan sebagai pelanggaran HAM berat.

"Bahwa itu kejahatan, iya, tapi bukan pelanggaran HAM berat karena itu berbeda. Kalau kejahatannya semua sudah diproses secara hukum tapi yang dinyatakan pelanggaran HAM beratnya itu memang tidak cukup bukti," kata Mahfud.

Oleh sebab itu, Mahfud memastikan pemerintah akan terus berupaya menempuh jalur yudisial untuk mengusut kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

"Kami akan terus usahakan itu dan persilakan Komnas HAM bersama DPR dan kita semua mencari jalan untuk itu," kata Mahfud.

"Jadi, tim ini tidak menutup dan mengalihkan penyelesaian yudisial menjadi penyelesaian nonyudisial, bukan, yang yudisial silakan jalan," kata dia.

https://nasional.kompas.com/read/2023/01/12/09290501/sikap-pemerintah-sesali-pelanggaran-ham-berat-masa-lalu-tidak-cukup

Terkini Lainnya

BPIP Siapkan Paskibraka Nasional untuk Harlah Pancasila 1 Juni

BPIP Siapkan Paskibraka Nasional untuk Harlah Pancasila 1 Juni

Nasional
Jaksa Agung Mutasi 78 Eselon II, Ada Kapuspenkum dan 16 Kajati

Jaksa Agung Mutasi 78 Eselon II, Ada Kapuspenkum dan 16 Kajati

Nasional
Hari Ke-14 Haji 2024: Sebanyak 90.132 Jemaah Tiba di Saudi, 11 Orang Wafat

Hari Ke-14 Haji 2024: Sebanyak 90.132 Jemaah Tiba di Saudi, 11 Orang Wafat

Nasional
Di Tengah Rakernas PDI-P, Jokowi Liburan ke Borobudur Bareng Anak-Cucu

Di Tengah Rakernas PDI-P, Jokowi Liburan ke Borobudur Bareng Anak-Cucu

Nasional
DPR Sampaikan Poin Penting dalam World Water Forum ke-10 di Bali

DPR Sampaikan Poin Penting dalam World Water Forum ke-10 di Bali

Nasional
Ahok Mengaku Ditawari PDI-P Maju Pilgub Sumut

Ahok Mengaku Ditawari PDI-P Maju Pilgub Sumut

Nasional
Sadar Diri, PDI-P Cuma Incar Kursi Cawagub di Pilkada Jabar

Sadar Diri, PDI-P Cuma Incar Kursi Cawagub di Pilkada Jabar

Nasional
Tersandung Kasus Pemalsuan Surat, Pj Wali Kota Tanjungpinang Diganti

Tersandung Kasus Pemalsuan Surat, Pj Wali Kota Tanjungpinang Diganti

Nasional
Nasdem dan PKB Diprediksi Dapat 2 Jatah Kursi Menteri dari Prabowo

Nasdem dan PKB Diprediksi Dapat 2 Jatah Kursi Menteri dari Prabowo

Nasional
Hari ke-2 Rakernas PDI-P, Jokowi Masih di Yogyakarta, Gowes Bareng Jan Ethes...

Hari ke-2 Rakernas PDI-P, Jokowi Masih di Yogyakarta, Gowes Bareng Jan Ethes...

Nasional
Refleksi 26 Tahun Reformasi: Perbaiki Penegakan Hukum dan Pendidikan Terjangkau

Refleksi 26 Tahun Reformasi: Perbaiki Penegakan Hukum dan Pendidikan Terjangkau

Nasional
Diajak Jokowi Keliling Malioboro, Jan Ethes Bagi-bagi Kaus ke Warga

Diajak Jokowi Keliling Malioboro, Jan Ethes Bagi-bagi Kaus ke Warga

Nasional
Gerindra Minta soal Jatah Menteri Partai yang Baru Gabung Prabowo Jangan Jadi Polemik

Gerindra Minta soal Jatah Menteri Partai yang Baru Gabung Prabowo Jangan Jadi Polemik

Nasional
Gerindra: Nasdem Sama dengan Partai Koalisi yang Lebih Dulu Gabung, Hormati Hak Prerogatif Prabowo

Gerindra: Nasdem Sama dengan Partai Koalisi yang Lebih Dulu Gabung, Hormati Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Pengamat: Sangat Mungkin Partai yang Tak Berkeringat Dukung Prabowo-Gibran Dapat Jatah Menteri

Pengamat: Sangat Mungkin Partai yang Tak Berkeringat Dukung Prabowo-Gibran Dapat Jatah Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke