Hal ini disampaikan Ketua Majelis Hakim Tipikor Jakarta Pusat Liliek Prisbawono Adi saat membacakan pertimbangan dalam putusan perkara yang menjerat Indra Sari Wisnu Wardhana.
Indra Sari merupakan mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan.
Ia didakwa menyalahgunakan wewenang dan memperkaya korporasi dalam penerbitan persetujuan ekspor (PE) CPO.
Adapun jumlah kerugian perekonomian negara itu merujuk pada perhitungan ahli bernama Himawan Pradipta bersama tim dari Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM).
Kerugian disebut timbul akibat kelangkaan minyak goreng di pasar.
“Setelah majelis hakim meneliti pendapat ahli maupun hasil perhitungan kerugian perekonomian negara yang dihasilkan oleh ahli Himawan Pradipta dan tim tersebut ternyata masih bersifat asumsi belum bersifat riil atau nyata,” kata Liliek di ruang sidang, Rabu (4/1/2023).
Liliek menuturkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25/PPU/XIV/2016 tanggal 25 Januari menyatakan, kerugian negara atau perekonomian negara harus nyata atau actual loss.
MK menetapkan, dua kerugian itu tidak lagi merupakan perkiraan, potential loss, maupun asumsi.
Liliek mengatakan, untuk membuktikan adanya unsur kerugian negara tidak terlalu sulit. Sebab, aturan hukum mengenai kerugian tersebut sudah jelas.
Sebaliknya, pembuktian ada atau tidaknya unsur kerugian perekonomian negara masih sulit. Sebab, ruang lingkupnya terlalu luas dan belum ada yang mengatur perekonomian negara. Hal ini sebagaimana diterangkan oleh ahli yang dihadirkan terdakwa bernama Haula Rosdiana.
Berdasarkan uraian tersebut, Majelis Hakim berpendapat perhitungan yang dikeluarkan Himawan dari UGM itu tidak bisa menjadi dasar menentukan adanya kerugian perekonomian negara dalam kasus ini.
“Sehingga oleh karenanya unsur merugikan perekonomian negara tidak terpenuhi pada perbuatan terdakwa,” ujar Liliek.
“Namun terhadap unsur perbuatan merugikan negara telah terpenuhi dalam perbuatan terdakwa,” kata dia.
Perkara dugaan korupsi ekspor CPO menyeret lima orang sebagai terdakwa.
Mereka adalah mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Indra Sari Wisnu Wardhana dan Tim Asistensi Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Lin Che Wei.
Kemudian, General Affairs PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; dan Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA.
Dalam perkara ini, Indra Sari divonis 3 tahun penjara dan Master 1 tahun dan 6 bulan penjara.
Sementara itu, Lin Che Wei, Pierre dan Stanley Ma divonis 1 tahun penjara. Kelima terdakwa juga divonis membayar denda masing-masing Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan.
Kelima terdakwa juga divonis membayar denda masing-masing Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan.
Jaksa menduga eks Dirjen Daglu Kemendag itu dinilai telah melakukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam menerbitkan izin ekspor CPO atau minyak sawit mentah.
Tindakan Wisnu memberikan persetujuan ekspor (PE) diduga telah memperkaya orang lain maupun korporasi.
Menurut Jaksa, perbuatan itu dilakukan secara bersama-sama dengan empat terdakwa lainnya. Akibatnya, timbul kerugian sekitar Rp 18,3 triliun.
Kerugian tersebut merupakan jumlah total dari kerugian negara sebesar Rp 6.047.645.700.000 dan kerugian ekonomi sebesar Rp 12.312053.298.925.
“Merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12.312.053.298.925,” kata Jaksa dalam dakwaannya.
https://nasional.kompas.com/read/2023/01/05/05285971/hakim-sebut-kerugian-negara-rp-109-t-dalam-korupsi-ekspor-cpo-tak-nyata