Jaksa meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menyatakan Lin Che Wei terbukti bersalah melakukan korupsi bersama eks Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana dan tiga tersangka lain.
Hal ini sebagaimana dakwaan primair Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei berupa pidana penjara selama 8 tahun,” kata Jaksa di ruang sidang, Kamis (22/12/2022).
Selain itu, Jaksa meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 1 miliar.
Jika denda itu tidak dibayar, kata Jaksa, Lin Che Wei harus dihukum penjara selama 6 bulan.
“Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 1 miliar,” kata Jaksa.
Tuntutan terhadap Lin Che Wei ini lebih tinggi satu tahun dibanding Indra Sari. Jaksa menuntut bawahan eks Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi itu dihukum 7 tahun penjara.
Ia juga dituntut membayar denda yang sama, yakni Rp 1 miliar
Jaksa menyebutkan bahwa tindakan Lin Che Wei dilakukan bersama mantan Dirjen Daglu, Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana dan Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA.
Kemudian, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Dalam kasus ini, eks Dirjen Daglu Kemendag itu dinilai telah melakukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam menerbitkan izin ekspor CPO atau minyak sawit mentah.
Tindakan Wisnu memberikan persetujuan ekspor (PE) diduga telah memperkaya orang lain maupun korporasi.
Menurut Jaksa, perbuatan itu dilakukan secara bersama-sama dengan empat terdakwa lainnya.
Akibatnya, timbul kerugian sekitar Rp 18,3 triliun. Kerugian tersebut merupakan jumlah total dari kerugian negara sebesar Rp 6.047.645.700.000 dan kerugian ekonomi sebesar Rp 12.312053.298.925.
“Merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12.312.053.298.925,” kata Jaksa.
Lebih lanjut, Jaksa menyebut, dari perhitungan kerugian negara sebesar Rp 6 triliun, negara menanggung beban kerugian Rp 2.952.526.912.294,45 atau Rp 2,9 triliun.
Menurut Jaksa, kerugian keuangan negara itu merupakan dampak langsung dari penyalahgunaan fasilitas persetujuan ekspor (PE) produk CPO dan turunannya atas perusahaan yang berada di bawah naungan Grup Wilmar, Grup Permata Hijau, dan Grup Musim Mas.
Wisnu dan empat tersangka lain didakwa memanipulasi pemenuhan persyaratan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).
Adapun DMO merupakan batas wajib pasok yang mengharuskan produsen minyak sawit memenuhi stok dalam negeri. Sementara itu, DPO merupakan harga penjualan minyak sawit dalam negeri.
Akibat DMO tidak disalurkan, negara akhirnya mesti mengeluarkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk membantu beban masyarakat.
“Kerugian keuangan negara tersebut mencakup beban yang terpaksa ditanggung pemerintah dalam penyaluran BLT tambahan khusus minyak goreng untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan,” tutur Jaksa.
Adapun sejumlah korporasi yang menerima kekayaan dalam akibat persetujuan ekspor CPO itu adalah Grup Wilmar sebanyak Rp 1.693.219.882.064, Grup Musim Mas Rp 626.630.516.604, dan Grup Permata Hijau Rp 124.418.318.216.
Jaksa menyebut, Lin Che Wei, Stanley, Pierre, dan Master melanggar pasal yang sama. Mereka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
https://nasional.kompas.com/read/2022/12/22/20165121/lin-che-wei-dituntut-8-tahun-penjara-dalam-kasus-korupsi-ekspor-cpo