Sebagai informasi, IKP ini semacam sistem deteksi dini untuk memetakan potensi kerawanan dalam penyelenggaraan pemilu, disusun melalui hasil penelitian mendalam tim Bawaslu di seluruh wilayah di Indonesia.
"Profesionalitas penyelenggara pemilihan umum menjadi jantung dari kesuksesan penyelenggaraan pemilihan umum," ujar Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu RI Lolly Suhenty, Jumat.
"Jika aspek profesionalisme ini tidak dijaga dan dikuatkan, maka hal ini akan berpeluang besar memberikan pengaruh terhadap lahirnya kerawanan di pemilihan umum," ia menambahkan.
IKP 2024 disusun dengan empat dimensi utama, yaitu dimensi konteks sosial-politik, penyelenggaraan pemilu, partisipasi, dan kontestasi.
Dari empat dimensi yang diukur ini, dimensi penyelenggaraan pemilu menjadi dimensi paling tinggi dalam mempengaruhi terjadinya kerawanan pemilu.
"Di tingkat provinsi, dimensi penyelenggaraan pemilu tercatat menjadi dimensi paling tinggi dalam mempengaruhi kerawanan pemilu dengan skor 54,27," tambah dia.
Di tingkat kabupaten/kota, dimensi penyelenggaraan pemilu juga menjadi dimensi paling tinggi dalam mempengaruhi lahirnya kerawanan pemilu dengan skor 42,22.
Lolly menjelaskan, dalam dimensi penyelenggaraan pemilu ini, ada beberapa hal yang paling banyak melahirkan masalah atau pelanggaran, yakni pada proses ajudikasi (persidangan) dan keberatan serta pada pemungutan suara.
"Dimensi penyelenggaraan pemilu juga menangkap potensi adanya penyelenggara pemilu yang menunjukan sikap keberpihakan. Subdimensi ini tentu tidak bisa dilepaskan dari upaya menguatkan profesionalitas penyelenggara pemilu," ungkap dia.
Isu miring yang menerpa penyelenggara pemilu dalam proses verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024 baru-baru ini dianggap tidak bisa dilepaskan adanya ekspektasi yang besar publik pada penyelenggara pemilu yang netral dan profesional.
"Polemik netralitas dalam penyelenggaraan pemilu menjadi pengalaman penting dalam menjaga kemandirian dan profesionalitas dalam pelaksanaan tahapan pemilu ke depan," ujar Lolly.
Isu kecurangan
Belum lama ini KPU dituding memanipulasi data keanggotaan beberapa partai, yakni PKN, Gelora, dan Garuda, untuk menentukan kelolosan mereka pada tahap verifikasi faktual.
Manipulasi ini disebut menggunakan cara-cara intimidasi terhadap anggota KPU di tingkat kabupaten/kota untuk menyetujui manipulasi data itu.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat, termasuk di antaranya Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) serta Indonesia Corruption Watch (ICW), membentuk pos pengaduan dugaan kecurangan proses verifikasi ini.
KPU RI juga sempat disomasi oleh firma hukum yang diberi kuasa oleh klien--yang dirahasiakan identitasnya--terkait dugaan rekayasa berita acara rekapitulasi hasil verifikasi yang ia ketahui dari beberapa KPU daerah.
Sementara itu, Bawaslu RI mengklaim bahwa akses mereka terhadap Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU dibatasi, dan menilai hal ini berpengaruh atas akuntabilitas hasil verifikasi faktual yang dilakukan KPU khususnya dalam hal status akhir keanggotaan parpol.
KPU RI juga masih menghadapi 4 gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dari partai yang tak lolos verifikasi administrasi perbaikan, yakni Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA), Partai Swara Rakyat Indonesia (Parsindo), Partai Republik, dan Partai Republiku Indonesia.
Sementara itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengeklaim akan menelusuri dugaan kecurangan dalam verifikasi faktual untuk meloloskan beberapa partai politik melaju ke Pemilu 2024.
Ia menyampaikan, penelusuran atau investigasi atas dugaan kecurangan ini bakal dilakukan Divisi Hukum dan pengawasannya KPU.
Hasyim juga membantah adanya intimidasi atas jajarannya di daerah.
https://nasional.kompas.com/read/2022/12/16/13541791/bawaslu-netralitas-penyelenggara-sumber-kerawanan-terbesar-pemilu-2024