JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rasyidi bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Selasa (20/9/2022).
Dalam pertemuan itu, Unifah menyampaikan usulan PGRI agar tunjangan profesi bagi guru dan dosen tidak dihapus dari Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).
"Kami mengusulkan agar tunjangan profesi guru dan dosen tidak dihapus dalam RUU Sisdiknas," ujar Unifah usai bertemu Jokowi.
"Solusinya jangan dihapus. Karena itu adalah sebuah profesi, penghargaan, bukan sekadar uangnya, tapi soal bagaimana penghargaan terhadap profesi guru dan dosen itu penting banget," tegasnya.
Dia pun menyampaikan kepada Presiden pandangan para guru dan dosen dengan rencana penghapusan tunjangan profesi.
Dampak dari dihapuskannya tunjangan tersebut, menurutnya, guru dan dosen bukan dianggap sebagai pekerja profesional.
"Itu kan dignity (harga diri). Yang namanya harkat dan martabat yang namanya profesi itu. Jadi guru dan dosen sebagai profesi itu adalah sebuah syarat mutlak bagaimana negara menghargai kepada guru dan dosen," jelasnya.
Unifah mengungkapkan, Presiden Jokowi memberikan respons positif atas usulan itu. Presiden, menurutnya, pun berjanji menindaklanjuti usulan itu.
"Ya akan tindak lanjuti nanti di yang terkait. (Presiden) sangat positif dan sangat menghormati profesi guru dan dosen. Itu sih yang membuat saya kayaknya sekarang lebih berbinar-binar ya wajahnya," katanya.
Sebelumnya, PGRI menilai, hilangnya pasal yang mengatur tunjangan profesi guru atau TPG di dalam RUU Sisdiknas telah merendahkan martabat guru.
Ketua Litbang PB PGRI Sumardiansyah mengatakan, dengan dihapusnya pasal itu maka kesejahteraan guru menjadi standar minimum, bahkan di bawah minimum. Hal itu pun dipandang berbeda dengan semangat Merdeka Belajar, Guru Merdeka yang digaungkan Kemendikbud Ristek selama ini.
Selain itu, ia menilai, RUU yang bersifat sapu jagat ini juga berbeda dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, di mana pada beleid itu masih mengakomodasi ketentuan berbagai tunjangan yang memang dibutuhkan guru.
"UU tentang Guru dan Dosen yang mengangkat harkat martabat kami sebagai profesi guru dengan kesejahteraan di atas minimum, dijadikan standar minimum bahkan di bawah minimum (dengan adanya RUU Sisdiknas)," kata Sumardiansyah dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI, Senin (5/9/2022).
Dia menyayangkan, Pasal 105 RUU Sisdiknas versi bulan Agustus justru menghapus pasal soal tunjangan profesi guru.
Sedangkan dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 15 menyatakan, guru berhak mendapatkan penghasilan di atas kebutuhan minimum.
Di dalamnya terdapat gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan khusus, hingga tunjangan kehormatan.
Lebih terperinci, tunjangan profesi guru diatur dalam Pasal 16 ayat 1-6 dalam UU tentang Guru dan Dosen, tunjangan fungsional diatur di Pasal 17 ayat 1 sampai 3, tunjangan khusus dalam Pasal 18 ayat 1-4, dan maslahat tambahan di Pasal 19.
"Poin ini yang menginginkan agar guru mendapat kesejahteraan di atas minimum, hilang dalam RUU Sisdiknas versi Agustus," ujar Sumardiansyah.
Bila tunjangan profesi dihapus, kata dia, guru hanya akan mengandalkan gaji pokok. Pasalnya, tidak semua guru mendapat tunjangan khusus. Pun tidak bisa mengandalkan tunjangan fungsional yang jumlahnya tidak signifikan.
"Tunjangan kinerja juga tidak semua daerah dapat, tergantung kekuatan APBD daerah masing-masing," sebutnya.
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/20/13591131/pgri-minta-tunjangan-profesi-guru-tak-dihapus-jokowi-janji-tindak-lanjuti