"Monkeypox hampir sama dengan infeksi virus lain. Apabila terinfeksi virus, pada saat itu ada gejala dan tubuh akan membentuk antibodi. Tubuh itu punya antibodi untuk masa tertentu, kecuali dia punya kondisi defisiensi imun tubuh, daya tahannya lemah makanya bisa reinfeksi berulang," kata Hanny Nilasari saat menyampaikan keterangan pers secara virtual yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Jumat.
Hanny mengatakan, virus cacar monyet termasuk dalam keluarga yang sama dengan virus cacar air atau smallpox.
"Vaksin cacar yang diterima masyarakat pada periode penyuntikan 1970-1980-an masih relevan untuk memberikan perlindungan dari risiko penularan monkeypox," kata dia.
Menurut Hanny, upaya perlindungan yang efektif dari pencegahan cacar monyet adalah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang dikombinasikan dengan protokol kesehatan.
Berdasarkan penelitian di sejumlah negara yang kini terjangkit cacar monyet, kata Hanny, umumnya penyakit itu dialami kelompok masyarakat pada komunitas tertentu seperti perilaku seksual sesama jenis maupun berhubungan seksual di luar nikah.
"Monkeypox pertama kali ditemukan pada tahun 1958 ketika dua wabah penyakit mirip cacar terjadi di koloni monyet yang dipelihara untuk penelitian, dari sanalah nama monkeypox diambil," ucap dia.
Ketika seseorang terkena infeksi virus cacar monyet, dibutuhkan setidaknya lima hingga 21 hari untuk mengembangkan gejalanya.
Sejumlah gejala yang berhubungan dengan cacar monyet, antara lain demam, sakit kepala kronis, nyeri otot, sakit punggung, panas dingin dan batuk, serta ada pembengkakan kelenjar getah bening.
Beberapa gejala lain yang juga muncul ketika seseorang terkena infeksi virus monkeypox yakni kulit melepuh dengan sedikit cairan dan ruam merah.
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/05/17292661/idi-reinfeksi-cacar-monyet-bisa-terjadi