JAKARTA, KOMPAS.com - Alissa Wahid menilai, keputusan sang ayah, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, meninggalkan Istana Kepresidenan, Jakarta, pada 26 Juli 2001, 21 tahun yang lalu, bukanlah sebuah kekalahan.
Gus Dur, presiden keempat Republik Indonesia, memutuskan meninggalkan Istana setelah kekuasaannya yang berumur 1 tahun 9 bulan dicabut oleh wakil rakyat melalui Sidang Istimewa.
Saat meninggalkan Istana, Gus Dur memang tidak diiringi oleh cemoohan masyarakat yang merasa berhasil 'menggulingkan' pria kelahiran Jombang, Jawa Timur tersebut.
Sebaliknya, Gus Dur justru disambut oleh lautan manusia yang berkumpul di depan Istana, bagaikan menjemput Gus Dur untuk pulang.
"Aku melihat mana ada presiden Indonesia dijemput rakyat kayak gitu. Enggak ada, itu dijemput, ribuan yang datang ke Istana terus ngiringin keluar kayak ngelindungi mobil ini dari panser-panser dan whatever," kata Alissa yang merupakan anak sulung Gus Dur, Jumat (22/7/2022).
Saking hebohnya, ujar Alissa, sebuah panggung di kawasan Monumen Nasional yang dipadati rakyat pun hampir roboh.
Menurut Alissa, peristiwa itu membuat Gus Dur sebagai sosok presiden bagi rakyatnya.
"Dulu itu secara politis yang menang aktor-aktor politik tapi rakyat waktu itu (merasa menang juga), aku melihatnya seperti itu," kata Alissa.
Mantan wartawan Harian Kompas Mohammad Bakir mengungkapkan, selama kurang lebih satu pekan, istana menerima tamu yang tak habis-habis datang silih berganti, terutama kiai-kiai dari berbagai daerah.
Meski datang untuk membela Gus Dur yang kekuasaannya sedang digoyang, para kiai tersebut juga tidak memaksa Gus Dur untuk terus bertahan di Istana.
Hal ini agaknya sesuai dengan sikap Gus Dur yang memandang tak ada jabatan yang layak dipertahankan dengan pertumpahan darah.
"Sudahlah kalau sudah waktunya Allah sudah menghendaki ya sudah selesai, enggak usah terlalu dipikirin, gampangnya begitu. Para kiai juga gitu, 'ya sudah Gus kalau sampeyan sudah ikhlas, ya kita juga ikhlas'," kata Bakir, Kamis (21/7/2022).
Pada akhirnya, para kiai itu pula lah yang turut mengantarkan Gus Dur meninggalkan Istana.
Bakir menyebutkan, para kiai itu terus mendampingi Gus Dur hingga mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tiba di Ciganjur, kediaman pribadinya.
Seperti yang diinginkan Gus Dur, ia meninggalkan Istana tanpa ada pertumpahan darah.
"Santai saja, keluar ya keluar saja, para kiai lalu berkumpul lagi di rumah beliau di Ciganjur, sudah," kata Bakir.
Rasa Haru
Meski demikian, kepergian Gus Dur dari Istana turut membuat orang-orang dekatnya diselimuti rasa haru.
"Masih pakai mobil RI 1, saya masih ingat banget. Pak sopirnya, Pak Jaya," kenang Inayah Wahid, putri bungsu Gus Dur.
"Itu saya ingat, waktu itu menyetir sambil menangis. Itu situasinya haru banget," imbuh dia.
Wartawan yang bertugas di Istana juga merasa kehilangan akan sosok Gus Dur. Demikian diceritakan Alissa.
Alissa menuturkan, saat Gus Dur hendak meninggalkan Istana, satu per satu awak media menyalami Gus Dur sambil meminta maaf.
"Waktu pada pamitan pada salaman, jadi wartawan-wartawan Istana itu nyalamin Gus Dur sambil nangis. Nangisnya apa? Minta maaf karena mereka pengen nulis yang berbeda tapi enggak bisa," kata Alissa.
"Kita selama ini tau media enggak akan bisa lepas dari payung perspektifnya, kalau perspektifnya medianya harus begini pasti wartawannya harus itu, kita tahu. Tapi mereka sampai minta maaf itu lho," imbuh Alissa.
Alissa mengatakan, saat dimintai maaf oleh awak media, Gus Dur pun memaklumi apa yang dirasakan oleh mereka.
"Setiap orang punya keberanian masing-masing dan beliau sadar betul bagaimana sistem bekerja. How the system works," kata Alissa.
Mantan wartawan Harian Kompas Joseph Osdar mengatakan, yang paling dirindukan wartawan adalah sikap santai Gus Dur menghadapi mereka.
"Wartawan itu sering diajak ngobrol-ngobrol oleh Gus Dur. Ngobrol santai begitu, sekaligus wawancara. Beliau tidak khawatir ditanya apa saja, bahkan pertanyaan yang sensitif pun bisa dijawab dengan santai," ungkap Osdar.
Usai pulang kembali ke Ciganjur, Gus Dur tetap bersilaturahmi dengan baik dengan wartawan Istana.
Para wartawan juga masih sering berkunjung ke Ciganjur untuk berbincang santai atau berdiskusi dengan Gus Dur semasa hidupnya.
https://nasional.kompas.com/read/2022/07/26/06343351/saat-gus-dur-dijemput-rakyat-meninggalkan-istana