Salin Artikel

Air Mata Gus Dur Mengalir sebelum Terbitkan Dekrit

Ia menangis mengadakan pertemuan dengan sejumlah ulama di Istana Negara pada Minggu (22/7/2001) sekitar pukul 23.00 WIB malam.

Dilansir dari pemberitaan di arsip Kompas bertajuk "Sebelum Jatuhkan Dekrit, Abdurrahman Wahid Menangis" tanggal 1 Agustus 2001, pertemuan itu digelar untuk menyampaikan hasil kajian atau taushiyah para ulama terkait kondisi politik saat itu.

Dalam pertemuan juga hadir berbagai komponen masyarakat, ada Rachmawati Soekarnoputri, Hermawan Sulistyo, Hariadi Darmawan, dan sejumlah aktivis.

Saat pertemuan, Gus Dur sempat menangis setelah KH Mas Subadar (Pasuruan) membacakan taushiyah.

"Gus Dur sesunggukan dan berkali-kali tangan kirinya menghapus air mata," cerita salah seorang ulama.

Abdurrahman Wahid saat itu juga meminta maaf kepada para ulama. Permintaan maaf itu disampaikannya karena merasa tidak banyak berterus terang mengenai situasi politik.

Bapak Pluralisme Indonesia itu menyatakan bahwa saat itu dirinya berusaha agar para ulama tidak terlalu repot atau terbebani memikirkan urusan politik.

"Menurut Gus Dur, ulama tidak boleh terlalu larut dalam politik," kata sumber Kompas.

Adapun isi taushiyah para ulama yakni menolak Sidang Istimewa (SI) MPR untuk digelar karena menganggap prosesnya sejak awal dinilai ilegal.

KH Fawaid As'ad selaku pengasuh Pesantren Asembagus, Situbondo, yang juga berada di lokasi menyebutkan bahwa Abdurrahman Wahid belum terbukti melanggar dalam kasus Brunei dan Bulog seperti dituduhkan Pansus Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat itu.

"Apa yang menjadi dasar SI MPR. Ini kan dholim namanya, kalau hanya menuduh orang tanpa bisa membuktikan," ujar KH Fawaid As'ad.

Setelah mendengarkan hasil taushiyah, Gus Dur juga menghubungi KH Abdullah Faqih yang saat itu merupakan pengasuh pesantren Langitan, Tuban.

Ternyata, KH Faqih juga sependapat dengan hasil taushiyah ulama. Bahkan, ulama sepuh NU itu secara lebih tegas memberikan dukungan agar Abdurrahman Wahid menerbitkan dekrit.

"Didukung atau tidak oleh tentara, Gus Dur harus mengeluarkan dekrit. Ini menunjukkan bahwa Gus Dur tetap tidak mengakui SI dan tidak mengakui pelanggaran yang dituduhkan. Biar sejarah nanti yang menilai, apakah SI atau dekrit Presiden yang benar," tegas KH Faqih.

Kemudian, pada 23 Juli 2001 lewat tengah malam, Gus Dur mengeluarkan dekrit presiden. Isinya memuat 3 poin utama yakni pembekuan DPR dan MPR, pengembalian kedaulatan ke tangan rakyat, dan pembekuan Golkar.

Namun penerbitan dekrit presiden itu ditentang Parlemen sehingga melalui Sidang Istimewa MPR yang dipimpin Amien Rais pada 23 Juli 2001, Gus Dur resmi dimakzulkan.

Tepat di hari pemakzulan, para pendukung Gus Dur berkumpul di Istana Negara. Mereka pun ikut mengawal Gus Dur keluar dari Istana Presiden.

Diketahui, hingga Gus Dur turun tahta, kasus hukum yang dituduhkan kepadanya tak pernah terbukti.

Bahkan, Jaksa Agung dan Kepolisian sendiri sudah menyatakan bahwa Gus Dur tidak terkait dengan kasus yang dituduhkan kepadanya.

Selang dua hari setelah pemakzulan, Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa dia banyak dikelilingi Brutus (istilah untuk seorang pengkhianat di dunia politik).

"Saya tidak tahu siapa yang dimaksud. Tetapi, tampaknya para pejabat di sekitar Gus Dur," ujar seorang pengurus PBNU seperti dikutip dari arsip Kompas.

https://nasional.kompas.com/read/2022/07/24/06384751/air-mata-gus-dur-mengalir-sebelum-terbitkan-dekrit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke