Sebelumnya, gugatan ini dilayangkan terhadap Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa karena Untung merupakan salah satu anggota Tim Mawar Kopassus yang terbukti bersalah dalam kasus penghilangan paksa aktivis 1997-1998.
Gugatan diajukan oleh keluarga korban penghilangan paksa 1997-1998 bersama Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, LBH Jakarta, dan AMAR Law Firm & Public Interest Law Office.
"Menolak perlawanan dari para pelawan untuk seluruhnya; menguatkan Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 87/PLW/2022/PTUN.JKT tanggal 19 April 2022; menghukum para pelawan untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam dalam perlawanan ini sebesar Rp 96.600 (sembilan puluh enam ribu enam ratus rupiah)," demikian bunyi salinan putusan PTUN DKI yang diterima Kompas.com, Jumat (17/6/2022).
Majelis hakim yang terdiri dari Estiningtyas Diana Mandagi sebagai hakim ketua, Novy Dew Cahyati dan Pengki Nurpanji selaku hakim anggota, dalam pertimbangan putusannya, menilai bahwa tidak terdapat peraturan pelaksana/hukum acara untuk kasus-kasus administratif yang melibatkan militer di PTUN.
Oleh karena itu, PTUN DKI menyatakan bahwa gugatan ini termasuk obyek sengketa yang dikecualikan dari tugas dam wewenang PTUN.
"Pengadilan berpendapat, dengan adanya kekosongan hukum mengenai Peradilan Tata Usaha Militer yang berwenang memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan sengketa tata usaha angkatan bersenjata/militer bukan pula kemudian mutatis mutandis menjadi ranah/kewenangan dari PTUN untuk memeriksa, mengadili, dan menyelesaikannya," demikian bunyi salinan putusan tersebut.
Majelis hakim PTUN DKI yang menangani perkara berharap, preseden ini menjadi evaluasi bagi negara supaya segera menerbitkan beleid terkait peradilan tata usaha militer.
"Dengan adanya gugatan a quo, hendaknya menjadi pemicu bagi negara untuk hadir mengisi kekosongan hukum tersebut."
Ada enam korban penculikan pada 1997-1998 yang belum kembali sampai sekarang dan tak diketahui di mana jenazahnya.
Penggugat mengkhawatirkan bahwa pengangkatan Untung sebagai Pangdam Jaya akan mengganggu penegakan hukum dan HAM di wilayah Kodam Jaya.
Sebab, dalam Surat Telegram (ST) Panglima TNI No. ST/1221/2021, penegak hukum (seperti polisi dan jaksa) harus berkoordinasi dengan komandan/kepala satuan TNI untuk memanggil aparat militer dalam proses hukum.
Di samping itu, dengan rekam jejak penculikan yang dimiliki Untung, para penggugat juga mengkhawatirkan hal serupa bakal kembali terulang lantaran sebagai Pangdam Jaya, Untung memiliki pasukan.
Sementara itu, pengangkatan Mayjen Untung sebagai Pangdam Jaya juga dianggap melukai rasa keadilan terhadap korban.
"Korban yang sampai sekarang juga belum mendapat pemulihan secara layak, belum mendapat restitusi, dan lain-lain, malah kemudian pelaku-pelakunya terus mendapatkan karier dan tidak dievaluasi, dan kemudian mendapat semacam prestasi dari pemerintah," tutur Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur dalam jumpa pers, Jumat.
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/17/13400111/upaya-perlawanan-atas-penunjukan-untung-budiharto-sebagai-pangdam-jaya