JAKARTA, KOMPAS.com - Tepat pada hari ini, Kamis (21/4/2022), setahun lalu kapal selam KRI Nanggala-402 dilaporkan hilang kontak sebelum akhirnya dinyatakan tenggelam (subsunk) di perairan Bali pada Sabtu (24/4/2022).
Tenggelamnya Nanggala yang membuat 53 personelnya itu gugur, ternyata menyisakan pesan cukup mendalam.
Pesan itu berasal dari unek-unek sang komandan kapal selam, Letkol Laut (P) Heri Oktavian yang turut gugur bersama puluhan anak buahnya di perairan utara Bali, Rabu (21/4/2021) sebagaimana diberitakan Kompas.id, Minggu (25/4/2021).
Jauh sebelum peristiwa kelabu itu terjadi, tepatnya pada 2020, Heri pernah mengungkapkan kekhawatirannya atas rencana pemerintah yang akan mendatangkan kapal selam bekas.
Padahal, yang dibutuhkan TNI AL, khususnya Korps Hiu Kencana, yakni kapal selam yang mumpuni dan memiliki kemampuan bertempur.
Heri juga sempat menyinggung kapal selam buatan PT PAL (Persero) yang dianggap tidak memuaskan, serta overhaul KRI Nanggala-402 yang terus tertunda 2020 padahal kapal selam itu harus terus disiapkan.
Melihat situasi tersebut, Heri pun berharap para pembuat keputusan benar-benar memikirkan TNI dan prajuritnya.
Bukan hanya "asal bapak senang" demi pangkat dan kursi enak atau keuntungan material.
Ia juga sempat menceritakan tentang korban-korban yang jatuh akibat alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang buruk.
Bahkan, menurut cerita Heri kepada Kompas, ada perwira yang justru dipersulit atasannya karena melaporkan buruknya kapal selam buatan PT PAL.
"Sama media, gue berharap, beritakan yang sebenarnya," ucap Heri ketika itu.
Adapun percakapan keluh-kesah Heri ini dicurahkannya kepada seorang wartawan Harian Kompas, Edna C Pattisina yang mengenal dekat pria yang menjadi komandan KRI Nanggala-402 sejak 3 April 2020 tersebut.
Belakangan, Heri mengaku sedikit bisa bernapas lega lantaran isu pembelian kapal selam bekas yang sangat tua tak berlanjut.
Ia juga mengapresiasi orang-orang di Kementerian Pertahanan dan TNI AL yang terus berkomitmen untuk TNI AL dan Korps Hiu Kencana untuk lebih baik lagi.
"Mereka berani mengatakan yang sebenarnya," ujar Heri.
Setelah wafat, pangkat Heri kemudian naik satu tingkat dari pangkat sebelumnya, yakni menjadi Kolonel (P) Anumerta Heri Oktavian.
Pekerja keras dan rendah hati
Gugurnya Heri menjadi duka tersendiri bagi mantan dosennya di S Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Singapura, Anit Mukherjee. Ia mengatakan, Heri merupakan sosok pekerja keras.
“Heri adalah sosok mahasiswa pekerja keras, berdedikasi, dan cakap berbicara," ungkap Mukherjee, dosen yang mengajar mata kuliah perbandingan hubungan sipil dan militer ketika diwawancarai The Straits Times, Minggu (25/4/2021).
"Yang lebih mengagumkan lagi, dia juga rendah hati dan sangat bangga atas pengabdiannya kepada Indonesia,” lanjut Mukherjee.
Mukherjee juga bercerita bahwa pertemuan pertamanya dengan Heri Oktavian bukanlah di ruangan kelas melainkan di lapangan bola. Dia kemudian rutin bermain sepak bola dengan almarhum.
Heri juga mengirimkan surat perpisahan kepada Mukherjee ketika dia meninggalkan Singapura. Lulusan Sekolah Kapal Selam di Jerman itu berharap dapat kembali bertemu dosennya tersebut di masa mendatang.
Dosen lain, Bernard Loo, juga melontarkan pujiannya kepada anak bungsu dari empat bersaudara itu.
“Dia selalu memanggil saya Sir atau Pak, walau saya sudah berkali-kali mengatakan kepada mahasiswa bahwa mereka dapat memanggil nama pertama saya,” kata Loo mengawali ceritanya.
Koordinator Ilmu Studi Strategi itu juga mengenang penampilan Heri yang selalu sopan dan rapi.
“Heri selalu memakai kemeja yang baru disetrika, celana panjang yang rapi, dan sepatu kulit."
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/21/07013421/mengenang-kritisnya-komandan-kri-nanggala-402-jangan-sekadar-asal-bapak