Salin Artikel

Jurus Politik Inklusif Gus Yahya, Jaga Jarak dengan PKB hingga Upaya NU Tak Didikte Parpol

Puluhan tahun silam, NU yang pernah menjadi kekuatan politik di Indonesia dalam bentuk partai politik, dilebur oleh rezim Soeharto ke dalam PPP sebagai fusi partai-partai Islam. Sejak fusi ke PPP pada 1973, unsur NU cukup punya kedudukan berarti dalam tubuh partai tersebut.

Namun, pada 1984, Muktamar ke-27 di Situbondo memutuskan bahwa ormas tersebut kembali ke khittah, kembali ke cita-cita awal sebagai ormas, menarik diri dari panggung politik praktis.

Walaupun demikian, magnet NU tetap terlalu menarik bagi partai-partai politik dan kepentingan elektoralnya.

Oleh karenanya, sejak terpilih sebagai Ketua Umum PBNU dalam Muktamar Ke-34 NU di Lampung, Desember 2021, Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menegaskan dirinya ingin PBNU menjaga jarak dengan semua partai politik dan kepentingan politik di Tanah Air.

Dan itu berarti, PBNU juga menjaga jarak dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

PKB

PKB lahir dari rahim NU ketika Soeharto runtuh dan Era Reformasi dimulai. Kala itu, terdapat keinginan besar warga nahdliyyin untuk kembali memiliki wadah menyalurkan aspirasi politik.

PBNU harus berhati-hati karena NU tidak boleh lagi terkait langsung dengan politik praktis, termasuk partai politik, sesuai hasil Muktamar ke-27 di Situbondo.

Pada akhirnya, sejumlah tokoh NU di antaranya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Mustofa Bisri, mendeklarasikan pendirian PKB untuk wadah aspirasi tersebut.

Namun, PKB bukan sebagai partai politik resmi NU secara kelembagaan.

Dalam perkembangannya, terjadi dualisme dalam internal PKB yang berujung didepaknya Gus Dur oleh Muhaimin Iskandar, keponakannya.

PKB versi Cak Imin kemudian diakui negara sebagai PKB yang “sah”.

Lahir dari rahim NU, wajar jika PKB memiliki basis konstituen yang sama: warga nahdliyyin dan pesantren. NU, beserta basis nahdliyyin dan pesantren, merupakan modal berharga PKB di tahun-tahun politik.

Seiring berjalannya waktu, terbangun citra bahwa NU lekat dengan PKB, dan sebaliknya.

"Diakui atau tidak, memang tidak bisa dipungkiri bahwa sejak adanya PKB, maka di lingkungan struktural NU seperti tercipta 'eksklusivitas politik', yakni struktural NU, meski tidak semuanya, meletakan kecondongan yang sangat berat sebelah kepada PKB," kata Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, saat dihubungi Kompas.com, Senin (4/4/2022).

Arsil menilai kehadiran PBNU di acara puncak hari lahir PPP di Malang sebagai keistimewaan. Terlebih, Gus Yahya sendiri mengakui bahwa itu hajatan dengan kunjungan jajaran PBNU paling banyak.

Arsul menyebut, kehadiran PBNU dalam acara PPP sudah puluhan tahun tidak terjadi.

"Gus Yahya dan jajarannya tampaknya memilih kebijakan inklusivitas politik ini. Beliau mencoba paradigma politik baru bagi struktural NU, yakni lebih menjaga jarak dan memberi ruang yang relatif lebih besar bagi PPP dan partai-partai lainnya," nilai Arsul.

Menjaga marwah NU dan prediksi meruginya PKB

PBNU di bawah Gus Yahya kini dianggap memiliki posisi tawar yang lebih baik menghadapi partai-partai politik dengan langgam politik inklusif ini.

Inklusivitas dinilai membuat NU tidak dapat didikte oleh salah satu kubu politik sehingga dapat menjaga kedaulatannya sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia.

“Kalau selama ini NU hanya terkesan akrab dengan PKB. Tapi dengan keterbukaan semacam ini, partai-partai lain menyediakan karpet merah. Ada timbal-balik yang bisa diberikan (untuk NU),”kata Direktur Eksekutif Parameter Politik, Adi Prayitno, kepada Kompas.com, Senin kemarin.

Selama ini, dukungan atau kedekatan dengan NU menjadi salah satu modal besar bagi partai politik untuk kepentingan elektoralnya. Dengan terbukanya NU sebagai rumah bersama semua kubu politik, partai-partai politik diprediksi bakal berlomba mendekati.

Keadaan ini diprediksi bakal menguntungkan NU sebagai ormas, terutama bagi basis konstituen mereka sendiri.

NU, misalnya, dapat menghadirkan program-program pemberdayaan masyarakat di akar rumput dengan bekerja sama dengan pemerintah maupun partai politik.

Sejauh ini, kerja sama semacam itu sudah mulai dilakukan, mulai dari program peremajaan kebun sawit rakyat, perhutanan sosial, hingga kampung nelayan.

Dalam wawancara dengan Tribunnews, sebelum terpilih sebagai ketua umum PBNU, Yahya secara terbuka mengakui bahwa dia ingin memanfaatkan basis konstituen NU yang luas di seluruh Indonesia sebagai outlet bagi program-program pihak ketiga.

“Kerja sama dengan pihak lain, eksekusi di bawah, fasilitas dari pihak lain, tapi NU yang menyediakan tempat dan orang-orang yang mengelola program itu di bawah. Ini gagasan yang menurut saya sangat strategis dan bukan hanya bermanfaat bagi NU sendiri, tapi masyarakat umum,” ujar Yahya dalam wawancara tersebut.

Adi Prayitno menilai, meski dengan begini maka NU akan kerap bersentuhan dengan partai politik, tetapi hal tersebut bakal membuat NU bisa menjaga jarak dengan kepentingan politik praktis.

“Sekarang yang bisa mendikte NU adalah NU sendiri, bukan partai politik lain. Dulu kan ada kesan NU didikte PKB karena arah politiknya, sekarang tidak bisa. Tentu dibiarkan cair dan terbuka,” ungkapnya.

Bagaimana dengan PKB?

"Ini kerugian bagi Muhaimin (Iskandar, Ketua Umum PKB) dan PKB secara keseluruhan karena NU itu sudah menjadi karpet merah bagi partai politik. Untuk bisa melakukan lompatan jauh daripada 2019, agak rumit bagi PKB," jelas Adi.

https://nasional.kompas.com/read/2022/04/05/07014421/jurus-politik-inklusif-gus-yahya-jaga-jarak-dengan-pkb-hingga-upaya-nu-tak

Terkini Lainnya

RHL – Surati Kabareskrim, FKMS Minta Kasus Dugaan Ijazah Palsu Bupati Ponorogo Dituntaskan

RHL – Surati Kabareskrim, FKMS Minta Kasus Dugaan Ijazah Palsu Bupati Ponorogo Dituntaskan

Nasional
PN Jakarta Pusat Nyatakan Tak Berwenang Adili Perbuatan Melawan Hukum Terkait Pencalonan Gibran

PN Jakarta Pusat Nyatakan Tak Berwenang Adili Perbuatan Melawan Hukum Terkait Pencalonan Gibran

Nasional
Tak Sejalan dengan Reformasi, Revisi UU TNI Sebaiknya Dihentikan

Tak Sejalan dengan Reformasi, Revisi UU TNI Sebaiknya Dihentikan

Nasional
Demokrat Tak Persoalkan Anggota Tim Transisi Pemerintahan Diisi Kader Gerindra

Demokrat Tak Persoalkan Anggota Tim Transisi Pemerintahan Diisi Kader Gerindra

Nasional
Menteri PUPR Jadi Plt Kepala Otorita IKN, PKB: Mudah-mudahan Tidak Gemetar

Menteri PUPR Jadi Plt Kepala Otorita IKN, PKB: Mudah-mudahan Tidak Gemetar

Nasional
Istana Cari Kandidat Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Definitif

Istana Cari Kandidat Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Definitif

Nasional
Soal Pimpinan Otorita IKN Mundur, Hasto PDI-P: Bagian dari Perencanaan yang Tak Matang

Soal Pimpinan Otorita IKN Mundur, Hasto PDI-P: Bagian dari Perencanaan yang Tak Matang

Nasional
Pendukung Diprediksi Terbelah Jika PDI-P Usung Anies di Pilkada Jakarta

Pendukung Diprediksi Terbelah Jika PDI-P Usung Anies di Pilkada Jakarta

Nasional
Indonesia Akan Bentuk 'Coast Guard', Kedudukan Langsung di Bawah Presiden

Indonesia Akan Bentuk "Coast Guard", Kedudukan Langsung di Bawah Presiden

Nasional
Bareskrim Kirim Tim ke Thailand Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Bareskrim Kirim Tim ke Thailand Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah, PDI-P: Ujung-ujungnya Tetap Nepotisme

MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah, PDI-P: Ujung-ujungnya Tetap Nepotisme

Nasional
Dualisme Pengamanan Laut, Bakamla Disiapkan Jadi Embrio 'Coast Guard' RI

Dualisme Pengamanan Laut, Bakamla Disiapkan Jadi Embrio "Coast Guard" RI

Nasional
Istri SYL Dapat Uang Operasional Bulanan Rp 30 Juta dari Kementan

Istri SYL Dapat Uang Operasional Bulanan Rp 30 Juta dari Kementan

Nasional
Soal Revisi UU TNI-Polri, Mensesneg: Presiden Belum Baca

Soal Revisi UU TNI-Polri, Mensesneg: Presiden Belum Baca

Nasional
SYL Begal Uang Perjalanan Dinas Pegawai Kementan Selama 4 Tahun, Total Rp 6,8 Miliar

SYL Begal Uang Perjalanan Dinas Pegawai Kementan Selama 4 Tahun, Total Rp 6,8 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke