KOMPAS.com – Perceraian dapat terjadi dalam sebuah perkawinan. Perceraian disebabkan satu atau beberapa alasan yang kuat sehingga pernikahan tidak lagi dapat dipertahankan.
Aturan mengenai pernikahan, termasuk perceraian, salah satunya dituangkan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2019.
Dalam undang-undang tersebut, salah satu penyebab putusnya perkawinan adalah perceraian.
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perceraian dapat terjadi karena alasan:
Perceraian tidak akan dikabulkan jika gugatan yang diajukan bukan karena alasan-alasan ini.
Menggugat Cerai Suami
Proses cerai dapat dilakukan dengan mendatangi langsung pengadilan agama atau pengadilan negeri.
Untuk yang beragama Islam, proses perceraian dilakukan di pengadilan agama, sementara bagi yang bukan beragama Islam di pengadilan negeri.
Proses perceraian pun dapat dilakukan sendiri atau dengan menggunakan jasa kuasa hukum atau advokat.
Cerai Gugat di Pengadilan Agama
Perceraian di pengadilan agama dibagi menjadi dua, yakni cerai gugat dan cerai talak. Cerai gugat diajukan oleh istri, sedangkan cerai talak oleh suami.
Berikut tahapan-tahapan yang harus dilakukan istri dalam mengajukan cerai gugat:
Selain membuat surat gugatan, istri yang akan menggugat suaminya juga harus mempersiapkan bukti dan saksi-saksi yang diperlukan. Bukti-bukti yang diperlukan, yaitu:
Gugatan Perceraian di Pengadilan Negeri
Secara umum, tahapan-tahapan dalam mengajukan gugatan perceraian di pengadilan negeri sama dengan pengadilan agama.
Saksi dan bukti-bukti yang diperlukan pun sama. Hanya saja, bukti pernikahan di pengadilan negeri berupa akta perkawinan yang dikeluarkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil).
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/31/01150051/cara-menggugat-cerai-suami