Salin Artikel

Nuansa Politik Pemilihan Komisioner KPU-Bawaslu, Nama Terpilih Sama dengan Daftar yang Beredar

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 7 komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan 5 anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI masa jabatan 2022-2027 sudah ditetapkan pada Kamis (17/2/2022) dini hari.

Mereka ditetapkan usai mengikuti uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test yang digelar Komisi II DPR RI, Rabu (16/2/2022).

Sebelumnya, ada 14 calon komisioner KPU RI dan 10 calon anggota Bawaslu RI. Dari jumlah tersebut, dipilih 7 komisioner KPU dan 5 anggota Bawaslu.

Sementara sisanya dijadikan cadangan apabila komisioner dan anggota yang terpilih berhalangan.

Selain fit and proper test, proses penetapan 12 penyelenggara pemilu dilakukan secara aklamasi melalui sidang pleno Komisi II DPR RI. Namun, sebelum pleno, Komisi II sudah lebih dulu melakukan rapat internal tertutup.

Dari 7 komisioner KPU terpilih, hanya ada 1 petahana. Lima lainnya adalah penyelenggara pemilu daerah dan satu pegiat pemilu.

Mereka yakni: Hasyim Asy'ari, Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz.

Sementara, dari 5 anggota Bawaslu terpilih, 1 merupakan petahana dan sidanya penyelenggara pemilu daerah. Kelimanya adalah Rahmat Bagja, Puadi, Totok Hariyono, Lolly Suhenty, dan Herwyn Jefler Hielsa Malonda.

Rupanya, nama-nama itu sama persis dengan daftar nama penyelenggara pemilu terpilih yang sempat beredar di kalangan wartawan, Rabu (16/2/2022) siang, ketika proses fit and proper test belum rampung.

Sebelumnya, beredar dua daftar nama penyelenggara pemilu terpilih. Salah satu dari daftar itu sama persis dengan nama-nama komisioner KPU dan anggota Bawaslu terpilih yang ditetapkan Kamis (17/2/2022) dini hari.

Hal ini pun menjadi pertanyaan besar. Proses pemilihan penyelenggara pemilu dinilai tak transapran.

Tak bertanggung jawab

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyoroti perihal nama-nama penyelenggara pemilu yang terpilih sama dengan daftar yang sempat beredar ketika fit and proper test berlangsung.

Bahkan, menurut Titi, dirinya menerima daftar nama tersebut pada 11 Februari 2022, tiga hari sebelum fit and proper test pertama digelar.

Oleh karenanya, besar dugaan nama-nama penyelenggara pemilu yang terpilih memang sudah ditentukan sejak awal, sebelum pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan.

"Meskipun ada beberapa (daftar yang beredar) versi lain, versi yang muncul belakangan itu tidak lebih sebagai upaya pengalihan isu decoy (umpan) guna meredam spekulasi dan kontroversi yang terlanjur muncul di publik," kata Titi kepada Kompas.com, Jumat (18/2/2022).

Menurut Titi, selama ini ada stigma kuat bahwa proses uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan di DPR hanyalah formalitas untuk melegitimasi keputusan politik yang sudah lebih dahulu dibuat. Sehingga, sebagus apa pun performa calon, tetap saja pertimbangan dan preferensi politik yang menentukan.

Jika memang ternyata stigma tersebut benar, Titi menilai, Komisi II DPR sangat tidak bertanggung jawab.

"Kita paham, semua calon sudah maksimal mempersiapkan diri untuk fit and propers test, membuat paparan dan belajar ekstra agar bisa menjawab pertanyaan para anggota Komisi II DPR," ujar Titi.

"Kalau ternyata sudah ada kesepakatan yang dibuat mendahului fit and proper test, lalu di mana tanggung jawab etis dan moral pada para peserta juga publik?," tuturnya.

Padahal, lanjut Titi, integritas pemilu sangat ditentukan oleh integritas penyelenggara pemilunya.

Jika proses seleksi penyelenggara pemilu saja kurang mencerminkan transparansi dan akuntabilitas, wajar kalau kemudian publik mempertanyakan kredibilitas penyelenggaraan pemilu ke depan.

Tidak transparan

Proses pemilihan penyelenggara pemilu juga dikritisi oleh Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay. Ia menilai, proses tersebut tidak transparan.

Hadar mempertanyakan indikator yang digunakan Komisi II DPR dalam menentukan peringkat para calon komisioner sebagai dasar pemilihan.

"Proses tidak dilakukan dengan cukup transparan, khususnya dalam pengambilan keputusan. Kemudian tidak didasari pada ukuran-ukuran yang objektif, karena kita tidak melihat apa angka atau nilai yang digunakan mereka dalam membuat urutan tersebut," kata Hadar saat dihubungi, Kamis (17/2/2022).

Hadar berpendapat, pemilihan komisioner KPU-Bawaslu yang digelar DPR selama tiga hari itu sangat bernuansa politik.

Padahal, publik berhak tahu latar belakang di balik keputusan Komisi II DPR menentukan 12 nama anggota KPU-Bawaslu terpilih.

"Mengambil keputusan dengan musyawarah mufakat tidak apa-apa, itu prosedur yang baik juga. Tapi dalam bermusyawarah kan kita perlu tahu kenapa nama-nama itu yang dipilih," kata Hadar.

"Apa dasarnya, nama lain tidak dipilih apa alasannya? Mungkin ada perdebatan fraksi-fraksi dan mengapa akhirnya mereka sepakat. Itu seharusnya kita berhak tahu," ujarnya.

Hadar pun menduga pemilihan para komisioner KPU-Bawaslu ini tidak terlepas dari kesepakatan politik. Ia khawatir kesepakatan ini berpotensi menganggu kerja para komisioner terpilih.

Dalih DPR

Daftar nama komisioner KPU dan anggota Bawaslu yang sempat beredar di kalangan wartawan sempat ditepis oleh Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim. Ia menyebut informasi dalam daftar itu tidak benar.

"Saya pastikan, Komisi II DPR RI belum punya keputusan siapa yang terpilih menjadi anggota KPU dan Bawaslu. Hoaks itu!" kata Luqman kepada wartawan, Rabu (16/2/2022).

Saat itu, Luqman mengaku bahwa pihaknya belum menentukan penyelenggara pemilu terpilih karena proses fit and proper test masih berlangsung.

Komisi II DPR juga telah angkta bicara mengenai pemilihan penyelenggara pemilu yang tak melalui proses voting. Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan, ini karena sempat terjadi perdebatan panjang terkait mekanisme pemilihan penyelenggara pemilu.

"Awalnya kita ingin melakukan pemilihan ini secara voting dan kemudian kita melakukan simulasi, tapi karena perdebatannya panjang dengan beberapa pertimbangan," kata Doli dalam rapat yang dipantau secara daring, Kamis dini hari.

Politikus Partai Golkar itu mengeklaim perdebatan panjang itu menunjukkan adanya keinginan Komisi II dalam menentukan penyelenggara pemilu yang terbaik.

Banyak hal yang menjadi dipertimbangkan seperti kualitas, integritas, kapasitas kepemiluan, kepemimpinan, komunikasi, inovasi, kreativitas, hingga kesehatan fisik maupun mental para calon.

Namun, demikian, Doli tak menampik bahwa terpilihnya 12 calon tersebut juga tak lepas dari pertimbangan kepentingan politik.

"Kekuatan politik yang ada, baik itu secara formal mewakili rakyat kita sebagai anggota DPR dan juga mewakili partai politik kita masing-masing," ucap dia.

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/18/09195051/nuansa-politik-pemilihan-komisioner-kpu-bawaslu-nama-terpilih-sama-dengan

Terkini Lainnya

Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Nasional
Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Nasional
KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

Nasional
Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Nasional
KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Nasional
Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Nasional
Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasional
Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Nasional
[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

Nasional
[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

Nasional
Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Nasional
SYL Mengaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

SYL Mengaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

Nasional
PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke