Salin Artikel

Ditolak Kemendikbud Jadi Guru Besar, Dosen Matematika UI Gugat UU Guru dan Dosen

Sebab, menurut Sri, akibat pasal tersebut, haknya untuk mendapatkan gelar sebagai guru besar kandas di tangan pemerintah.

Adapun Pasal 50 Ayat (4) menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi dan pengangkatan serta penetapan jabatan akademik tertentu ditentukan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sri menilai, frasa "sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku" dalam pasal tersebut menjadi dasar pemerintah membuat aturan turunan berupa Permendikbud Nomor 92 Tahun 2014 dan PO-PAK 2014 dan/atau PO-PAK 2019 yang mengambil alih kewenangan satuan pendidikan tinggi dalam penyeleksian, pengangkatan, dan penetapan jabatan akademik, termasuk guru besar.

Maka, dengan adanya aturan itu, yang berwenang untuk menyeleksi, mengangkatan, dan menetapkan jabatan akademik adalah pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (saat ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi).

"Sesungguhnya materi isi Pasal 50 Ayat (4) UU Guru dan Dosen telah menimbulkan multitafsir. Salah satu bentuk dari multitafsir ini adalah dengan diterbitkannya Permendikbud Nomor 92 Tahun 2014, PO-PAK 2014, dan PO-PAK 2019 oleh Kemendikbud yang menafsirkan bahwa putusan akhir pengangkatan jabatan akademik dari perguruan tinggi ada pada Kemendikbud," ujar Sri dalam gugatan yang diajukan ke MK, dikutip Kompas.com, Kamis (3/2/2022).

Padahal, lanjut Sri, secara khusus, ada Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia. PP menyatakan secara tegas bahwa UI merupakan perguruan tinggi negeri badan hukum yang mengelola bidang akademik dan nonakademik secara otonom.

Kemudian, Pasal 41 Ayat (1) huruf e mengatakan, tugas dan kewajiban Dewan Guru Besar adalah melakukan penilaian dan memberikan persetujuan pada kenaikan jabatan fungsional lektor kepala dan guru besar untuk ditindaklanjuti oleh rektor.


"Tindak lanjut dari Rektor UI bukan untuk meminta persetujuan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi harus dimaknai sebagai bentuk pemberitahuan adanya pengangkatan guru besar di UI yang sudah mendapatkan persetujuan dari Dewan Guru Besar UI," kata Sri.

Sementara itu, Sri menuturkan, hasil keputusan rapat pleno Dewan Guru Besar UI pada 20 September 2019 menyetujui usul kenaikan jabatan dirinya ke jenjang guru besar.

Karya ilmiah yang diajukan Sri sebagai bahan penilaian angka kredit dalam jabatan guru besar pun sudah diperiksa dan divalidasi dengan baik oleh Rektor UI.

Karya ilmiah tersebut juga telah diperiksa tim penilai independen dari Guru Besar FMIPA ITB Edy Tri Baskoro dari kelompok keilmuan matematika kombinatorika dan Irawati dari kelompok keilmuan aljabar.

Rektor UI kemudian mengajukan berkas usulan atas nama Sri Mardiyati kepada Kemendikbud melalui tim penilai pusat.

"Kekacauan proses penetapan jenjang jabatan akademik guru besar terjadi karena adanya Permendikbud Nomor 92 Tahun 2014 serta PO-PAK 2019 yang mengabaikan adanya PP Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI, khususnya Pasal 41 Ayat (1) huruf e," ujar Sri.

Menurut Sri, karya ilmiahnya ditafsirkan ulang oleh guru besar yang tidak mempunyai kesamaan rumpun ilmu dan cabang ilmu di bidang matematika.

Kemendikbud menunjuk guru besar di bidang elektro ITB, Yanuarsyah Haroen; guru besar di bidang fisiologi/genetika molekuler tanaman Universitas Diponegoro, Syaiful Anwar; dan guru besar di bidang fisika Universitas Negeri Semarang, Sutikno.

"Dengan demikian, penilaian yang dilakukan ketiga guru besar ini bukanlah dilakukan oleh dosen yang memiliki otoritas dan berwibawa sesuai dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya," kata dia.


Sri menegaskan, dalam memaknai "peraturan perundangan-undangan" dalam ketentuan Pasal 50 UU Guru dan Dosen, yang berlaku secara khusus untuk UI, tidak boleh dimaknai lain selain dari PP Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI.

Selain itu, dalam memberikan penilaian sebagai proses penetapan jenjang jabatan akademik guru besar harus dilakukan menurut ketentuan Pasal 9 Ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, bahwa kebebasan mimpar akademik merupakan wewenang profesor dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya.

Karena itu, Sri memohon kepada majelis hakim MK agar menyatakan Pasal 50 Ayat (4) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa seleksi, penetapan, dan pengangkatan jenjang jabatan akademik, termasuk guru besar, merupakan kewenangan sepenuhnya dari rektor sebagai pimpinan satuan pendidikan tinggi tanpa ada campur tangan menteri.

Adapun sidang perkara telah berlangsung di MK. Berdasarkan risalah persidangan MK, terakhir kali, sidang digelar pada 24 Januari 2022.

Saat itu, kuasa hukum pemohon, pihak dari pemerintah, kuasa hukum pihak terkait, dan saksi dari pihak terkait, hadir di persidangan.

Setelah sidang, majelis hakim meminta para pihak mengajukan kesimpulan yang paling lambat dikumpulkan pada 2 Februari 2022.

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/03/21044021/ditolak-kemendikbud-jadi-guru-besar-dosen-matematika-ui-gugat-uu-guru-dan

Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke