Hal ini ia katakan merespons kebijakan pemerintah soal aturan perjalanan darat lebih dari 250 kilometer yang mengharuskan penyertaan surat pemeriksaan laboratorium PCR atau antigen.
Namun, setelah mendapat kritik, dalam hitungan hari kebijakan tersebut diubah menjadi setiap perjalanan darat tanpa ada batasan jarak harus menyertakan surat periksaan antigen saja.
"Jadi perencanaan yang enggak matang karena ada tekanan dari kelompok-kelompok tententu begitu," kata Trubus kepada Kompas.com, Rabu (3/11/2021).
Adapun tekanan dari kelompok tertentu yang ia maksud adalah politisi, pejabat, dan pengusaha.
Atas tekanakan dari kelompok itulah, kata Trubus, pemerintah menjadi tidak matang dalam merencanakan kebijakan.
Selain itu, menurut dia, pemerintah suka melakukan "cek ombak" kebijakan ke masyarakat.
"Jadi terkait dengan perubahan itu memang lebih banyak disebabkan oleh kepentingan-kepentingan politis dan ekonomi," ujar dia.
Ia juga menilai, pemerintah kurang menggunakan kajian ilmiah dalam menentukan kebijakan. Pemerintah, kata Trubus, banyak dipengaruhi cara berpikir bisnis.
"Jadi membuat masyarakat jadi bingung. Mengelabui masyarakat yang ujung-ujungnya sebenarnya lebih bagaimana mengeksploitasi masyarakat di tengah pandemi jadi mencari kuntungan di situ," ucap dia.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memberlakukan aturan wajib melakukan PCR maksimal 3x24 jam atau antigen maksimal 1x24 jam sebelum perjalanan.
Hal itu berlaku untuk orang yang melakukan perjalanan darat minimal 250 kilometer atau waktu perjalanan 4 jam dari dan ke Pulau Jawa-Bali.
Namun, dalam hitungan hari, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan bahwa aturan tersebut kini telah dicabut.
https://nasional.kompas.com/read/2021/11/03/16531011/aturan-soal-kewajiban-tes-pcr-berubah-ubah-pemerintah-dinilai-tak-matang