"Sudah kita kuasai langsung kembali dan nanti akan segera masuk dalam proses sertifikasi atas nama negara," ujar Mahfud, dalam konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (21/9/2021).
Secara keseluruhan, Mahfud mengatakan bahwa pemerintah telah mengidentifikasi aset tanah milik obligor dan debitur BLBI tersebut.
Selain dalam bentuk tanah, pihaknya memastikan akan terus melakukan penagihan kepada para obligor dan debitur yang memiliki piutang kepada negara, baik dalam bentuk uang maupun rekening.
Selain itu, Mahfud mengingatkan, obligor dan debitur agar memenuhi pemanggilan yang dilakukan Satgas BLBI.
Ia menegaskan, apabila mereka tak memenuhi pemanggilan, pihaknya tak menutup kemungkinan akan menggiring permasalahan tersebut ke jalur hukum.
"Pokoknya datang saja, karena kalau enggak datang, kita sudah punya dokumen dan akan tempuh jalur hukum karena ini kekayaan negara," tegas dia.
Mahfud menambahkan, jika para obligor dan debitur BLBI tak memenuhi kewajibannya mengembalikan utang kepada negara, hal itu bisa masuk kategori korupsi.
"Kalau kami membiarkan orang punya utang, kita diam, itu bisa dianggap korupsi karena membiarkan orang lain jadi kaya," imbuh dia.
Pemerintah melalui Satgas BLBI terus mengejar piutang kepada para obligor yang menerima dana BLBI.
Utang yang ditagih bernilai fantastis, mencapai Rp 110,45 triliun yang tersebar di beberapa obligor dan debitur.
Pengejaran dilakukan lantaran sampai saat ini, pemerintah sebagai blanket guarantee debitor masih harus membayar pokok utang dan bunganya.
Dalam pemanggilan obligor dan debitur pun, pemerintah sudah mendapat tantangan. Beberapa di antara mereka mangkir dari surat panggilan resmi yang dilayangkan satgas sampai dua kali.
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/21/15024651/pemerintah-sita-aset-tanah-obligor-debitur-blbi-seluas-52-juta-hektar