Salin Artikel

Survei Litbang Kompas: 42,9 Persen Responden Tak Yakin soal Penuntasan Kasus Penghilangan Paksa

JAKARTA, KOMPAS.com – Hasil jajak pendapat Litbang Kompas menunjukkan soal kekhawatiran publik pada lambannya upaya pemerintah dalam penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM), khususnya terkait penghilangan paksa.

Berdasarkan hasil survei, dikutip dari Harian Kompas, Senin (30/8/2021), sebanyak 42,9 persen responden menyatakan tidak yakin pemerintah mampu menuntaskan berbagai kasus penghilangan orang secara paksa. Sementara, sebesar 50 persen responden mengaku yakin dan 7,1 persen menjawab tidak tahu.

Menurut peneliti Litbang Kompas Arita Nugraheni, tampak keraguan responden soal kemampuan negara dalam memberikan jaminan penyelesaian kasus-kasus penghilangan paksa yang pernah terjadi.

Setidaknya terdapat sembilan kasus pelanggaran HAM terkait penghilangan orang secara paksa, yakni tragedi 1965, Timor Timur, penerapan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh pada 1989-1998, kasus Talangsari, dan penembakan misterius di era Orde Baru.

Kemudian kerusuhan Tanjung Priok, penculikan aktivis 1997-1998, dan operasi militer di Papua. Dari Sembilan kasus tersebut kurang lebih 50.000 orang dilaporkan hilang.

Dari hasil survei, Tragedi 1965 menjadi kasus yang paling menarik perhatian publik. Sebanyak 50,9 persen responden menilai kasus ini belum tuntas ditangani.

Komnas HAM menyebutkan, setidaknya 32.744 korban dalam tragedi 1965 belum ditemukan hingga saat ini.

DPR dan Mahkamah Agung (MA) telah merekomendasikan rehabilitasi terhadap korban Tragedi 1965, namun sampai saat ini permintaan maaf kepada korban belum juga dilakukan.

Selain itu kasus penculikan aktivis 1997-1998 juga menjadi sorotan responden. Sebanyak 43,5 persen responden menilai kasus tersebut tak kunjung tuntas sampai kini.

Arita menulis, pada 2009 DPR telah memberikan empat usulan penanganan pada perkara tersebut, seperti rekomendasi pengadilan HAM ad hoc, pencarian 13 aktivis yang hilang, rehabilitasi keluarga korban, hingga ratifikasi dari Komite Kerja Penghilangan Paksa atau Committee on Enforced Dissapearences (CED) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sedangkan, hingga saat ini Indonesia belum meratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Sampai 27 Agustus 2021 tercatat 64 negara sudah meratifikasi konvensi.

Sudan menjadi negara ke-64 yang baru meratifikasi pada 10 Agustus 2021. Sementara di kawasan Asia Tenggara, baru Kamboja yang meratifikasi.

“Indonesia berkomitmen mengambil langkah-langkah yang sejalan dengan semangat perlindungan hak semua orang dari penghilangan paksa, tetapi tidak terikat secara hukum,” kata Arita.

Survei dilakukan Litbang Kompas pada 18 hingga 20 Agustus 2021, pengumpulan pendapat dilakukan melalui telepon.

Sebanyak 522 responden berusia minimal 17 tahun dari 34 provinsi dipilih secara acak seusai proporsi jumlah penduduk.

https://nasional.kompas.com/read/2021/08/30/09480311/survei-litbang-kompas-429-persen-responden-tak-yakin-soal-penuntasan-kasus

Terkini Lainnya

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke