Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kemenag Fuad Nasar.
"Islam sangat memuliakan martabat manusia, baik di masa hidup maupun ketika meninggal dunia. Karena manusia adalah puncak ciptaan Allah dan khalifah Allah di bumi," kata Fuad dilansir dari laman resmi Kemenag, Kamis (24/6/2021).
Fuad mengatakan, dalam ajaran Islam apabila seorang muslim meninggal, maka ada kewajiban yang ditujukan kepada orang banyak terhadap jenazah yakni memandikan, mengafani, menyalatkan dan menguburkan.
Namun ia mengingatkan dalam kondisi kematian akibat Covid-19 yang tinggi, pengurusan jenazah pasien Covid-19 haris dilakukan sesuai protokol kesehatan dan tidak menyalahi ketentuan syariah.
Fuad mengungkapkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah Muslim Yang Terinfeksi Covid-19.
"Dalam fatwa tersebut, memastikan pemenuhan hak-hak jenazah yakni dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dikuburkan. Jenazah terpapar Covid-19, hak-hak pengurusan jenazahnya harus tetap ditunaikan," ujar dia.
Berikut pedoman penyelenggaraan jenazah yang terpapar Covid-19 sesuai fatwa MUI:
Pertama, memandikan jenazah:
a. Jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya.
b. Petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan dan dikafani.
c. Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayamumkan.
d. Petugas membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan.
f. Jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah, yaitu dengan cara:
- Mengusap wajah dan kedua tangan jenazah (minimal sampai pergelangan) dengan debu.
- Untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap, petugas tetap menggunakan APD (Alat Pelindung Diri).
g. Jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan dharurah syar’iyyah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.
Kedua, mengafani jenazah:
a. Setelah jenazah dimandikan atau ditayamumkan, atau karena _dharurah syar’iyah_ tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas.
b. Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat.
c. Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut.
Ketiga, menyalatkan jenazah:
a. Disunnahkan menyegerakan salat jenazah setelah dikafani.
b. Dilakukan di tempat yang aman dari penularan Covid-19.
c. Dilakukan oleh umat Islam secara langsung minimal satu orang. Jika tidak memungkinkan, boleh disalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika tidak dimungkinkan, maka boleh disalatkan dari jauh (salat gaib).
d. Pihak yang menyalatkan wajib menjaga diri dari penularan Covid-19.
Keempat, menguburkan jenazah:
a. Dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan protokol medis.
b. Dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan.
c. Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan karena darurat (al-dharurah al-syar’iyyah) sebagaimana diatur dalam ketentuan Fatwa MUI terdahulu yaitu Fatwa tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana’iz_) Dalam Keadaan Darurat.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/24/13455211/ini-panduan-kemenag-dan-mui-terkait-penanganan-jenazah-pasien-covid-19