JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengatakan, pihaknya sudah melakukan inspeksi terhadap pengembangan dasar vaksin Nusantara.
Penny mengatakan, awal pengembangan vaksin harus memenuhi good laboratorium practice. Salah satunya, uji praklinik yang dilakukan terhadap hewan.
Namun, tahapan ini tidak dilakukan oleh tim peneliti vaksin Nusantara.
"Itu etikanya seperti itu, karena enggak boleh, karena ini kan menyangkut nyawa manusia. Sebelum masuk ke manusia harus ke hewan dulu. Nah pada saat itu mereka (peneliti vaksin Nusantara) enggak melakukan itu di hewan," kata Penny, saat ditemui di Kantor BPOM, Jalan Percetakan Negara, Jakarta, Rabu (14/3/2021).
Penny mengatakan, tim peneliti akhirnya tetap memberikan data praklinik ke BPOM yang dilakukan di Amerika Serikat. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan, data tersebut tidak baik jika dikaitkan dengan praklinik.
Ia menjelaskan, dalam praklinik, vaksin bisa dilakukan ke hewan seperti mencit atau tikus putih dan hewan mamalia sebelum akhirnya disuntikan ke manusia.
"Kedua, harus dengan hewan mamalia juga, primata biasanya, karena ini vaksin, sebelum ke manusia. Itu etika, itu etiknya seperti itu. Ini enggak dilakukan," ujarnya.
Selain itu, Penny mengungkapkan, uji klinis vaksin Nusantara ini belum bisa dilanjutkan karena banyak temuan dan konsep dari vaksin tersebut masih diperdebatkan.
Sebab, cara pelaksanaan vaksinasi berbeda dengan vaksin yang biasa digunakan.
"Jadi itu belum pasti ini terapi apa vaksin. Karena ini beda, beda dengan vaksin-vaksin lain," ucapnya.
Lebih lanjut, Penny mengatakan, pengembangan vaksin Nusantara tidak memenuhi good laboratorium practice dan good manufacturing practice.
Terkait good manufacturing practice, kata Penny, antigen yang digunakan sebagai komponen vaksin Nusantara ini merupakan produk impor.
Namun, komponen tersebut tidak memenuhi syarat pharmaceutical grade.
"Apapun yang masuk ke badan kita melalui disuntikkan, itu harus pharmaceutical grade atau tingkat kemurniannya sehingga tidak mengandung kontaminasi, ini enggak (vaksin Nusantara). Ini technical grade jadi masih technical grade dimasukkan, itu pelanggaran sekali dalam hal itu," pungkasnya.
Adapun tim peneliti vaksin Nusantara terdiri dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan; RSUP Dr Kariadi, Semarang; Universitas Diponegoro, Semarang; dan Aivita Biomedical dari Amerika Serikat.
Pendanaan penelitian vaksin berbasis sel dendritik ini didukung oleh Balitbangkes dan Aivita.
https://nasional.kompas.com/read/2021/04/15/07492331/bpom-sebut-tim-peneliti-vaksin-nusantara-tak-lakukan-uji-praklinik-terhadap