Salin Artikel

Bahas Karhutla, Jokowi: Jangan Sampai Kita Malu di ASEAN Summit

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo meminta kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia ditekan.

Ia tidak ingin negara-negara tetangga kembali mengeluhkan kabut asap akibat kebakaran hutan.

"Jangan sampai kita ini malu di ASEAN Summit, pertemuan negara-negara ASEAN, ada satu, dua, tiga negara yang membicarakan lagi menegenai ini," kata Jokowi, Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Karhutla, di Istana Negara, Jakarta, Senin (22/2/2021).

Jokowi menyebut, dalam lima tahun terakhir angka kasus karhutla berhasil turun hingga 88 persen. Ia ingin capaian itu terus dipertahankan dan ditingkatkan.

"Dalam lima tahun ini sudah nggak ada, jangan sampai dibuat ada lagi. Saya titip itu, malu kita," ujar Jokowi.

"Dipikir kita nggak bisa menyelesaikan masalah ini, bisa," tuturnya.

Untuk menekan angka kebakaran hutan, Jokowi mengingatkan pentingnya upaya pencegahan. Pemantauan harus terus dilakukan di area-area yang rawan titik api.

Ia menegaskan, pemadaman semestinya dilakukan ketika api masih kecil, tidak menunggu hingga membesar.

"Hati-hati, begitu kebakaran meluas itu kerugian tidak hanya juta atau miliar, saya pastikan pasti larinya ke angka triliun. Ini hati-hati, belum lagi kerusakan ekologi ekosistem kita," kata Jokowi.

Tak hanya itu, Jokowi meminta agar penataan ekosistem gambut di kawasan hidrologi gambut terus dilanjutkan. Ia mengaku telah memerintahkan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove untuk fokus dalam upaya tersebut.

Selain itu, Jokowi meminta infrastruktur pemantauan dan pengawasan harus tersedia hingga ke tingkat terbawah, edukasi tentang ancaman kebakaran hutan juga harus diberikan kepada masyarakat hingga korporasi.

Jokowi tidak ingin ada masyarakat atau perusahaan yang membuka lahan dengan cara membakar hutan lagi.

"Terakhir, saya minta langkah penegakan hukum dilakukan tanpa kompromi," kata dia.

Berdasarkan investigasi Greenpeace, terdapat 4,4 juta hektar hutan dan lahan di Indonesia yang terbakar dalam kurun 2015 hingga 2019.

Dari jumlah tersebut, 3,65 juta hektar merupakan kebakaran di lokasi yang baru, sebagai indikasi adanya ekspansi perkebunan.

Sedangkan1,3 juta hektar atau sekitar 30 persen berada di konsesi kelapa sawit dan bubur kertas. Selain itu, 500 ribu hektar areal yang terbakar di tahun 2015 telah terbakar lagi di tahun 2019.

Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Asia Tenggara Kiki Taufik mengatakan, delapan dari sepuluh perusahaan kelapa sawit dengan area lahan terbakar terbesar dari 2015 hingga 2019, belum menerima sanksi apa pun.

Sanksi diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelepasan atau pembatalan Hak Guna Usaha atau Hak Pakai pada lahan yang terbakar.

“Apabila kurang dari, atau sama dengan 50 persen dari luas lahan Hak Guna Usaha atau Hak Pakai, maka Hak Guna Usaha atau Pak Pakai dilepaskan oleh pemegang Hak Guna Usaha atau Hak Pakai, atau dibatalkan seluas lahan yang terbakar," jelas Kiki, dalam keterangan pers secara virtual Kamis (22/10/2020).

Aturan yang sama berlaku pada lahan yang terbakar lebih dari 50 persen.

Pemegang Hak Guna Usaha atau Hak Pakai harus membayar melalui kas negara ganti kerugian sebesar Rp 1 miliar per hektar lahan yang terbakar, atau dibatalkan seluruh Hak Guna Usaha dan Hak Pakainya.

Luas lahan yang terbakar di konsesi kelapa sawit pada 2015 hingga 2019 mencapai 621.524 hektar.

Kebakaran lahan lain juga terjadi di konsesi perusahaan bubur kertas yang dalam rentang 2015-2019 mencapai 679.328 hektar.

Greenpeace menyebut sepuluh perusahaan bubur kertas dengan luas area terbakar terbesar memiliki kebakaran berulang di kawasan konsesi mereka.

Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Rusmadya Maharuddin menilai, berulangnya kasus kebakaran lahan tersebut terjadi karena sanksi belum memberikan efek jera.

Ia menuturkan, karhutla yang berulang pada periode 2015-2019 justru terjadi di area konsesi perusahaan yang sebelumnya telah mendapat sanksi administrasi berupa pembekuan izin pada 2015.

https://nasional.kompas.com/read/2021/02/22/16441541/bahas-karhutla-jokowi-jangan-sampai-kita-malu-di-asean-summit

Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke