Adapun perpres itu mengatur tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024 (RAN PE).
"Ini tidak menyasar pada hal-hal yang sifatnya kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat. Jadi bukan dalam konteks menghalang-halangi itu, bukan dalam konteks menghambat berpikir kritis, bukan begitu," ucap Boy dalam tayangan langsung di akun YouTube BNPT, Jumat (5/2/2021).
Menurut Boy, orang yang bersikap kritis dalam sebuah forum demokrasi tak serta merta dicap sebagai kelompok ekstrem.
Ia menuturkan, kelompok ekstrem yang dimaksud memiliki arti pro terhadap kejahatan terorisme dan upayanya.
Misalnya, orang-orang yang memberi dukungan maupun bantuan, dalam konteks materiil dan non-materiil, dalam upaya terjadinya aksi terorisme.
"Kita tidak ingin semua potensi-potensi pendukung terhadap terjadinya sebuah kejahatan terorisme tumbuh bersemai dalam masyarakat kita," ujarnya.
Dengan adanya perpres tersebut, masyarakat pun diharapkan dapat menjadi resisten terhadap penyebaran paham radikal.
"Perpres ini lebih berbicara kepada upaya-upaya preventif dan preemtif dalam bekerja sama dengan semua pihak, membangkitkan sikap-sikap resisten terhadap radikalisasi," tutur Boy.
Adapun Perpes Nomor 7 Tahun 2021 diteken Presiden Joko Widodo pada 6 Januari 2021 dan resmi diundangkan sehari setelahnya.
Bab 1 Perpres tersebut menyampaikan, RAN PE merupakan serangkaian program yang akan dilaksanakan berbagai kementerian/lembaga terkait untuk memitigasi ekstremisme berbasis kekerasan.
"RAN PE diharapkan dapat menjadi acuan utama implementasi penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme oleh setiap kementerian/lembaga terkait," demikian bunyi petikan Perpres.
https://nasional.kompas.com/read/2021/02/05/22351731/bnpt-sebut-perpres-7-2021-tidak-batasi-kebebasan-berpendapat-dan-berekspresi