"Saat ini sebaiknya Indonesia tidak perlu membuat pernyataan apa pun yang bisa dipersepsi oleh pemerintahan yang mengkudeta adanya campur tangan," ujar Hikmahanto dalam keterangan tertulis, Senin (1/2/2021).
Hikmahanto mengatakan, posisi Indonesia sebaiknya cukup mengamati perkembangan situasi di Myanmar.
Sembari mengamati perkembangan, Indonesia juga dapat memberi peringatan kepada warga negara Indonesia (WNI) yang ada maupun akan bepergian ke Negeri Seribu Pagoda tersebut.
Ia menyebut kudeta militer Myanmar terhadap pemerintahan Aung San Syu Kyi adalah murni masalah internal di Myanmar.
Dalam Piagam ASEAN Pasal 2 Ayat (2) huruf e disebutkan, bahwa negara-negara ASEAN tidak akan melakukan intervensi (non-interference) dalam masalah domestik suatu negara.
Menurut Hikmahanto, sikap Indonesia adalah menghormati hal ini dengan tidak melakukan apa-apa sampai ada kepastian dari pemerintah yang sah.
Ia juga menjelaskan, kudeta pada dasarnya adalah proses pengambilalihan pemerintahan yang sifatnya inkonstitusional.
Apa yang terjadi di Myanmar, kata dia, pada akhirnya akan menimbulkan pertanyaan apakah pemerintahan yang baru akan diakui negara-negara lain atau tidak, termasuk Indonesia.
"Tentu pengakuan tidak perlu dengan suatu pernyataan tapi cukup dengan adanya jalinan kerja sama. Semisal kalau ada meeting negara anggota ASEAN maka yang diundang dan hadir adalah pemerintahan yang melakukan kudeta," kata Hikmahanto.
"Itu artinya sudah ada pengakuan terhadap pemerintahan baru di Myanmar," ujar dia.
Militer Myanmar mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun pada Senin (1/2/2021).
Pihak militer yang dikenal sebagai Tatmadaw, juga menunjuk seorang jenderal sebagai Pelaksana Tugas (plt) Presiden Myanmar.
Pengumuman itu disampaikan melalui siaran langsung di Myawaddy TV milik militer. Menurut Tatmadaw, dilansir dari AFP, langkah tersebut diambil untuk menjaga stabilitas negara.
Mereka juga menuduh Komisi Pemilihan Umum Myanmar (UEC) gagal menangani ketidakberesan besar dalam pemilu Myanmar yang digelar pada November 2020.
Militer Myanmar turut mengepung Yangon pada Senin pagi waktu setempat. Seorang saksi mata mengatakan kepada Reuters bahwa tentara telah dikerahkan di luar balai kota di Yangon.
Televisi MRTV yang dikelola negara mengatakan dalam sebuah unggahan di Facebook bahwa pihaknya tidak dapat melakukan siaran karena masalah teknis.
Pengumuman keadaan darurat tersebut dikeluarkan setelah pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi ditangkap dan ditahan oleh militer Myanmar pada Senin.
Selain Suu Kyi, Presiden Myanmar Win Myint dan beberapa tokoh senior dari Partai National League for Democracy (NLD) juga ditahan militer Myanmar.
https://nasional.kompas.com/read/2021/02/02/09403761/indonesia-disarankan-tak-keluarkan-pernyataan-soal-kudeta-militer-myanmar