JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas HAM Munafrizal Manan menilai pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM.
"Pelibatan TNI mengatasi terorisme ini, berpotensi terjadi pelanggaran HAM. Nah ini kita lihatnya dalam perspektif apriori. Jadi sebelum kejadian yang sesungguhnya terjadi," ujar Munafrizal dalam diskusi daring bertajuk Catatan Kritis dalam Perspektif Sekuritisasi, Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Legislasi Perpres TNI, Kamis (26/11/2020).
Menurut Munafrizal, pemerintah seharusnya dapat belajar dari sejumlah kasus yang terjadi, baik di dalam maupun luar negeri.
Ia mencontohkan soal dugaan kekerasan atau pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 saat menindak terduga teroris.
"Potensi pelanggaran HAM itu nyata sekali. Kepolisian kita, Densus, pernah ada beberapa kejadian yang ada korban diduga terorisme tapi masih diragukan kepastiannya, tapi sudah terlanjur meninggal atas tindakan yang dilakukan Densus," tutur dia.
Selain itu, kata Munafrizal, Indonesia juga bisa belajar dari pengalaman negara lain terkait pelibatan militer dalam mengatasi aksi terorisme, misalnya Amerika Serikat.
AS diketahui telah lama memiliki sebuah kamp penyiksaan untuk menampung para terduga teroris. Kamp tersebut terletak di Guantanamo, Kuba atau lebih dikenal sebagai penjara Guantanamo.
Munafrizal juga memberikan catatan terhadap Rancangan Peraturan Presiden tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme, terutama terkait tiga fungsi yang diberikan kepada TNI.
Tiga fungsi yang diberikan kepada TNI untuk mengatasi terorisme yaitu penangkalan, penindakan dan pemulihan.
"Saya melihatnya dengan tiga fungsi yang dinilai strategis sekali dalam mengatasi terorisme, ini artinya memberikan fungsi kepada TNI dari hulu ke hilir sekaligus. Bahkan di dalam rancangan Perpres ini disebutkan pencegahan. Ini lengkap sekali pemberian fungsi kepada TNI untuk atasi terorisme," ungkapnya.
Munafrizal berpendapat, pemberian fungsi tersebut sudah keluar jalur dari prinsip criminal justice system. Menurut dia, TNI sudah diberikan fungsi yang komprehensif untuk mengatasi aksi terorisme.
Adapun, DPR telah menyerahkan masukan terkait Perpres tentang Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/11/2020).
Menurut Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin, salah satunya masukan yang diberikan yakni soal pembentukan badan pengawas yang berada di bawah pengawasan DPR. Ia mengatakan, usulan tersebut sebagai bentuk pengawasan dan menjalankan amanat UU Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Komisi I DPR telah memberikan pandangan-pandangan yang menarik, ada tiga hal yang disampaikan, salah satunya dibentuk badan pengawas yang institusinya di bawah naungan DPR untuk melakukan proses pengawasan UU Nomor 15 Tahun 2018," ujar Azis, dikutip dari Antara.
Sementara, Yasonna mengatakan, amanat UU Nomor 15 Tahun 2018 menyebutkan bahwa pelibatan TNI dalam pemberantasan aksi terorisme diatur lebih lanjut dalam Perpres. Namun, kata Yasonna, sebelum Perpres tersebut dibuat, pemerintah perlu meminta pertimbangan dari DPR RI.
"Ini satu-satunya Perpres yang perlu mendapatkan pertimbangan DPR karena pentingnya substansi di dalamnya. Kami sudah memasukkan draf Perpres ke DPR beberapa bulan lalu dan kami secara resmi telah berkonsultasi dengan Pimpinan DPR untuk meminta pendapat dan kemudian dihadiri Pimpinan Komisi I dan Komisi III DPR," kata Yasonna.
Yasonna mengatakan, setelah pemerintah mendapatkan masukan dari Komisi I dan Komisi III DPR, maka pemerintah akan membahasnya secara internal.
Tak hanya itu, ia akan menyampaikan kepada Presiden dan mengirimkan surat kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD terkait masukan yang sudah diberikan DPR.
"Kami akan sampaikan kepada Menkopolhukam dan beliau akan mengadakan rapat untuk membahas masukan dari Komisi I dan Komisi III DPR," ujarnya.
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/26/12280421/pelibatan-tni-atasi-terorisme-dinilai-berpotensi-timbulkan-pelanggaran-ham