JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menilai demokrasi di Indonesia saat ini mengalami kemunduran. Kemunduran demokrasi telah diprediksi LP3ES dalam outlook yang diterbitkan pada akhir 2019 lalu.
Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto mengatakan, situasi demokrasi saat ini makin suram dan pemerintah cenderung mengarah ke otoritarianisme karena beberapa hal.
"Pada akhir 2019 LP3ES menerbitkan outlook demokrasi yang mengabarkan kemunduran demokrasi dan kecenderungan putar balik ke arah otoritarianisme," kata Wijayanto dalam diskusi daring bertajuk Demokrasi di Masa Pandemi, Selasa (17/11/2020).
"Outlook itu juga meramalkan tentang makin suramnya masa depan demokrasi di Indonesia yang sayangnya justru menjadi nyata, tak lain karena penanganan pandemi yang keliru," lanjut dia.
Wijayanto mengatakan, kemunduran demokrasi ditandai oleh adanya konsolidasi oligarki. Artinya, kekuasaan dalam menentukan kebijakan dipegang berdasarkan kepentingan kelompok tertentu.
Kemudian, upaya pemberangusan oposisi, pengingkaran terhadap prinsip demokrasi, intoleransi dan anjuran terhadap kekerasan.
Situasi tersebut diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 dan komunikasi pemerintah yang dinilai buruk.
"Situasi oligarki yang telah terjadi sebelumnya itu kemudian menjadi prakondisi kita menangani pandemi. Hasilnya adalah kebijakan-kebijakan yang tidak menempatkan nyawa manusia," ujar dia.
Wijayanto juga menyoroti tindakan represif terhadap aktivis dan masyarakat dalam aksi unjuk rasa penolakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Selanjutnya, kekerasan terhadap jurnalis dan akademisi di kampus. Ada pula surat edaran menteri kepada rektor untuk meminta mahasiswa tidak turun ke jalan untuk menolak UU Cipta Kerja.
"Lalu pasukan siber beroperasi di setiap kebijakan yang buruk, kritik yang muncul tidak didengar yang ada justru menggiring opini publik untuk menjadi setuju," ucap Wijayanto.
Kebijakan yang berdampak pada kemunduran demokrasi
Sebelumnya, Wijayanto menyampaikan kebijakan Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang berdampak pada demokrasi itu terlihat dalam riset yang berjudul Jokowi and The New Developmentalism oleh The Australian National University.
Wijayanto mengatakan, riset tersebut menyebutkan bahwa Presiden Jokowi mengambil kebijakan yang fokus pada sektor pembangunan infrastruktur. Namun, pemerintah mengabaikan persoalan lain di Indonesia seperti perlindungan hak asasi manusia dan pemberantasan korupsi.
"Model pembangunan Jokowi lebih fokus pada infrastruktur sehingga mengabaikan masalah lain seperti misalnya masalah perlindungan HAM, pemberantasan korupsi dan lainnya," ujar Wijayanto, dalam diskusi secara virtual, Kamis (5/11/2020).
Tak hanya dari sisi pembangunan infrastruktur, Wijayanto menilai, kemunduran demokrasi terlihat dari keinginan pemerintah dalam proses pembentukan omnibus law UU Cipta Kerja.
Pemerintah tetap melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja meski menuai penolakan dan kritik dari akademisi dan organisasi masyarakat.
"Omnibus law ini tidak hanya bermasalah dari sisi substansi dan legal formal, tapi ada demo, lalu mereka yang kritis diteror, dan dosen yang kritis juga mendapat kontrol dan teguran di kampus, itu termasuk kemunduran dan mengorbankan demokrasi juga," ucap Wijayanto.
Berdasarkan hal tersebut, Wijayanto mengatakan, saat ini dibutuhkan masyarakat sipil yang terkonsolidasi dan cerdas dalam mengkritisi kebijakan pemerintah.
"Kita jangan terfragmentasi, kita harus berkoalisi dan menyadari isu bersama," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/17/18064931/lp3es-kemunduran-demokrasi-pemerintah-cenderung-ke-arah-otoritarianisme