Baik Donald Trump atau Joe Biden yang kelak menjadi pemimpin Negeri Abang Sam (AS), situasi perpolitikan Tanah Air akan tetap sama.
"Dampak langsungnya enggak ada. Karena begini, kita ini Indonesia ini kan nanti berhubungan dengan Amerika Serikat, bukan dengan presiden dari mana, dari (Partai) Demokrat atau dari (Partai) Republik," kata Hikmahanto kepada Kompas.com, Rabu (4/11/2020).
Menurut Hikmahanto, yang justru harus dilakukan Indonesia adalah beradaptasi dengan siapa pun pemenang Pilpres AS, bukan menakar untung rugi potensi kemenangan calon.
Ia mengatakan, Trump dan Biden sejatinya hanya berbeda gaya. Biden yang berasal dari Partai Demokrat, dinilai lebih mengedepankan persoalan hak asasi manusia (HAM).
Oleh karenanya, jika Biden terpilih, Indonesia harus dapat memaksimalkan jalinan relasi dalam bidang tersebut.
Sementara, jika Trump yang keluar sebagai pemenang, maka, di bawah kepemimpinan Partai Republik, AS akan lebih fokus melawan terorisme.
"Jadi bagaimana kita bisa memaksimalkan keinginan Amerika, perang melawan terorisme misalnya saja dengan kita harus bisa membeli suku cadang atau alat-alat militer dari Amerika Serikat," ujar Hikmahanto.
Terkait hubungan pemerintah AS dengan China, Hikmahanto memprediksi tak akan terjadi banyak perubahan sekalipun Pilpres AS dimenangkan oleh Joe Biden.
Dengan demikian, hal ini juga tak akan membawa banyak pengaruh bagi Indonesia.
Hikmahanto menyebutkan, Trump memang kerap kali melontarkan pernyataan-pernyataan yang cenderung negatif kepada China.
Namun, sentimen terhadap Negeri Tirai Bambu itu sebenarnya datang dari para birokrat AS, lantaran China dipandang sebagai ancaman.
"Siapa pun yang jadi presiden itu enggak ada masalah, yang penting mereka tahu bahwa China itu menjadi kekhawatiran mereka, jangan sampai negara-negara seperti Indonesia itu jatuh ke tangannya China," kata dia.
Hikmahanto memprediksi, siapa pun pemenang Pilpres AS, juga tak akan mengubah pemberian fasilitas Generalized System Preferences (GSP) dari pemerintah AS untuk Indonesia.
Baik Trump maupun Biden, diprediksi akan tetap memperpanjang pemberian fasilitas ini.
Oleh karenanya, yang terpenting adalah Indonesia dapat beradaptasi dan memaksimalkan kerja sama dengan Pemerintah AS.
"Jadi intinya adalah Indonesia ya tentu harus bisa bekerja sama dengan siapapun presiden yang dipilih oleh rakyat Amerika Serikat karena itu kedaulatan Amerika. Dan kita harus bisa menyesuaikan dengan siapapun yg akan terpilih," ujar Hikmahanto.
"Tapi kalau misalnya, kalau Biden yang menang begini, kalau Trump yang menang begini, seolah-olah kita nggak mau kerja sama kalau misalnya dengan Trump atau dengan Biden," tuturnya.
Diberitakan, pemilu presiden Amerika Serikat mulai digelar pada Selasa (3/11/2020) waktu setempat (EST), atau Rabu (4/11/2020) pagi Waktu Indonesia Barat.
Ada dua kandidat yang bertarung pada pemilu presiden AS ini, yaitu Donald Trump sebagai petahana dari Partai Republik dan Joe Biden sebagai penantang dari Partai Demokrat.
Trump ataupun Biden harus bisa mengumpulkan 270 suara elektoral (electoral votes) agar bisa menang pemilu.
Setiap negara bagian di AS memiliki porsi suara elektoral bervariasi berdasarkan jumlah senator dan perwakilannya. Negara bagian Florida, misalnya, memiliki porsi 29 suara elektoral, sedangkan negara bagian Georgia hanya memiliki 16 suara elektoral.
Nantinya, pemenang di masing-masing negara bagian akan mendapatkan semua suara elektoral.
Sehingga, kemenangan pemilu presiden AS bukan berdasarkan jumlah suara terbanyak dari semua penduduk AS, melainkan kemenangan per wilayah berdasarkan akumulasi suara elektoral tadi.
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/04/15340761/trump-atau-biden-pemenang-pilpres-as-disebut-tak-berdampak-langsung-ke