Salin Artikel

Tantangan Politik Kaum Muda

SETIAP 28 Oktober kita memperingati Hari Sumpah Pemuda. Peringatan ini tentu tak lepas dari peristiwa Kongres Pemuda II 1928.

Dari kongres itu, lahir komitmen kebangsaan dengan ikrar pengakuan bertumpah darah satu, berbangsa satu, dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.

Selain itu, peristiwa bersejarah ini boleh dikatakan merupakan tonggak penting bahwa pemuda memiliki persamaan cara pandang dalam melihat persoalan dan tantangan yang—langsung atau tidak—memantik tumbuhnya kesadaran kolektif (collective consciousness).

Sumpah Pemuda juga bisa dibaca bukan hanya pemantik tumbuhnya kesadaran kolektif, melainkan juga memunculkan ikatan solidaritas sebagai semen perekat dalam upaya mewujudkan kemerdekaan.

Pendek kata, kaum muda di zaman pra-kemerdekaan telah menunaikan tugasnya untuk menjadi agent of change serta menjawab tantangan zaman dengan membangun gerakan kepeloporan untuk keluar dari kubangan imperialisme.

Sejarah juga mencatat, keterlibatan serta kepeloporan kaum muda dalam setiap peristiwa penting. Pemuda senantiasa hadir sebagai elemen yang tak pernah absen.

Dari 1928, jelang kemerdekaan 1945, lalu gerakan mulai 1966, 1974, 1978, hingga 1998, kehadiran kaum muda sebagai lokomotif perubahan menjadi sebuah keniscayaan.

Tiga tantangan pemuda hari ini

Setiap zaman tentu bergerak dinamis yang kadang sulit ditebak serta memiliki tantangan yang berbeda dengan kerumitan yang berlainan pula.

Pemuda 1928 memiliki tantangan menyingkirkan primordialisme untuk meleburkan diri dalam semangat persatuan Indonesia.

Sementara, tantangan kaum muda hari ini, sudah pasti berbeda dengan pemuda pelopor pra-kemerdekaan pada waktu itu. Tak terkecuali, tantangan kaum muda di bidang politik.

Sekarang ini, kaum muda memiliki aneka rupa tantangan yang berbeda persoalannya tetapi sejatinya tak kalah pelik dibanding tantangan era sebelumnya.

Dari kacamata politik, setidaknya ada beberapa tantangan yang menjadi tanggung jawab pemuda di era reformasi.

Pertama, fenomena menguatnya gerontokrasi. Ini adalah suatu sistem yang dikendalikan atau diatur oleh orang-orang tua.

Meski tidak bisa dinafikan terdapat anak-anak muda yang tampil di pentas politik atau jabatan publik, sejatinya itu pun lebih banyak sebagai subordinat politisi tua atau bagian dari klan politik.

Politisi muda yang bukan bagian dari klan politik mesti mendaki dan merangkak dari bawah. Banyak dari mereka masih terseok-seok untuk mendapatkan posisi strategis, baik di internal parpol maupun di jabatan-jabatan publik.

Dalam banyak kenyataan, kaum tua harus diakui masih mendominasi, bukan hanya dilihat dari sisi jumlah komposisinya melainkan juga peran dan fungsi politik kaum tua masih terus mendominasi.

Kedua, apatisme politik milenial. Survei CSIS yang dirilis pada awal November 2017 menyebutkan bahwa hanya 2,3 persen generasi milenial yang tertarik dengan isu sosial-politik. Ironisnya, isu sosial politik juga menjadi yang paling tidak diminati oleh generasi milenial.

Litbang Kompas juga menunjukkan hanya 11 persen generasi milenial yang mau aktif menjadi anggota dan pengurus partai politik.

Kendati demikian, kita juga tak bisa serta-merta kemudian menghakimi sikap apatisme milenial terhadap politik.

Sikap demikian, sangat boleh jadi, lantaran kemuakan mereka melihat polah-tingkah para elite politik yang pragmatis, menghalalkan segala cara, dan hanya berjuang untuk kepentingan pribadi dan golongannya.

Pendek kata, sikap politik semacam itu juga bisa dibaca sebagai protes terhadap perilaku elite politik.

Ketiga, sebagaimana fenomena umum, mengguritanya praktik oligarki menjadi salah satu tantangan anak muda hari ini untuk berkecimpung dalam politik.

Guru besar dari Universitas Northwestern Amerika Serikat, Prof Jeffrey Winters, menyebut oligarki sebagai sistem kekuasaan yang dikendalikan oleh golongan atau pihak berkuasa dengan tujuan kepentingan golongan itu sendiri, termasuk mempertahankan kekuasaan serta kekayaan.

Dengan menguatnya praktik politik semacam ini, anak muda yang memiliki gagasan dan modal politik harus berjuang ekstra untuk menjebol tembok oligarki. Ini tentu tidak mudah.

Selain mesti menyiapkan stamina dan sumber daya politik, anak-anak muda ini sudah pasti harus pula memiliki strategi politik untuk berhadapan dengan kekuatan oligarki.

Bukan waktunya pesimistis

Tiga tantangan di atas setidaknya yang menjadi masalah bagi pemuda hari ini jika ingin menceburkan diri dalam dunia politik.

Meski jalan yang dilalui terjal dan berliku, pemuda sebagai generasi harapan bangsa tak dibenarkan pesimistis dalam memandang masa depan politik kebangsaan.

Momentum peringatan Sumpah Pemuda nampaknya relevan menjadi cambuk penyemangat, di samping dijadikan spirit agar terus berjuang mewujudkan politik yang berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara.

Persoalan dan tantangan pasti ada. Namun, tak ada persoalan dan tantangan yang tak mempunyai jalan keluar.

Sastrawan Pramodya Ananta Toer pernah berkata, “Sejarah dunia adalah sejarah orang muda. Jika angkatan muda mati rasa, matilah semua bangsa.”

Itu sebabnya, kehadiran dan kiprah pemuda dalam panggung politik sudah tentu dinanti oleh publik.

Selain sebagai panggilan sejarah, kehadiran pemuda juga diharapkan dapat memberi asupan bagi krisis kaderisasi yang dialami partai politik sekaligus memberi warna melalui gagasan-gagasannya untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.

https://nasional.kompas.com/read/2020/10/28/17434601/tantangan-politik-kaum-muda

Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke