JAKARTA, KOMPAS.com – Jumlah pelanggaran protokol kesehatan selama masa kampanye Pilkada 2020 meningkat. Peningkatan kasus pelanggaran itu diikuti dengan peningkatan jumlah kasus penularan virus corona di sejumlah provinsi yang menyelenggarakan pilkada.
Data yang disampaikan Badan Pengawas Pemilu RI seharusnya dapat menjadi acuan bagi penyelenggara pemilu, pemerintah, dan aparat berwenang untuk memberlakukan sanksi yang lebih ketat bagi pelanggar protokol kesehatan. Sehingga, penyelenggaraan pilkada yang diputuskan oleh pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu tidak justru semakin memperparah anga penularan Covid-19 di Indonesia.
Berdasarkan data yang dirilis Bawaslu, Minggu (18/10/2020), jumlah kasus pelanggaran protokol kesehatan dalam kurun 6-15 Oktober sebanyak 375 kasus. Jumlah ini meningkat bila dibandingkan dengan kasus pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi sepuluh hari sebelumnya, yaitu 237 kasus, dalam rentang 26 September hingga 5 Oktober.
“Bawaslu menindaklanjuti pelanggaran tersebut dengan menerbitkan peringatan tertulis untuk pasangan calon dan/atau tim kampanye hingga pembubaran kampanye,” kata anggota Bawaslu M Afifuddin dalam keterangan tertulis.
Adanya peningkatan kasus pelanggaran protokol kesehatan ini, imbuh dia, seiring dengan peningkatan dengan jumlah kampanye dengan metode pertemuan terbatas dan/atau tatap muka. Bawaslu mencatat, ada 16.468 kegiatan kampanye pertemuan terbatas di 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada dalam kurun 6-15 Oktober.
Jumlah itu meningkat bila dibandingkan dengan periode 10 hari pertama kampanye yaitu sebanyak 9.189 kegiatan kampanye.
Anggota Bawaslu lainnya, Ratna Dewi Petalolo mengungkapkan, kampanye daring atau online yang diharapkan dapat menjadi alternatif pencegahan penularan Covid-19 ternyata belum menjadi pilihan yang dilakukan oleh pasangan calon kepala daerah.
“Ada faktor koneksi internet, hingga efektivitas kampanye daring yang kurang menguntungkan untuk mendongkrak elektabilitas paslon yang dijadikan alasan,” ungkap Ratna, seperti dilansir dari Kompas.id.
Tak kurang dari 233 peringatan tertulis yang telah dikeluarkan Bawaslu kepada calon kepala daerah beserta tim suksesnya selama kurun sepuluh hari kedua pengawasan. Jumlah ini meningkat dibandingkan peringatan yang dikeluarkan pada sepuluh hari pertama yang mencapai 70 peringatan tertulis.
Kasus Covid-19 meningkat
Masih berdasarkan laporan yang sama, Bawaslu membandingkan peningkatan kasus pelanggaran protokol kesehatan dengan meningkatnya kasus penularan Covid-19 di daerah pemilihan. Ada sembilan provinsi yang dipantau perkembangan kasus penularannya oleh Bawaslu.
Hasilnya, diketahui ada lima provinsi yang mengalami peningkatan kasus penularan virus corona. Di Kalimantan Utara, misalnya, ada 128 kampanye pertemuan terbatas yang terjadi selama 20 hari kampanye. Hasilnya, ada peningkatan penularan Covid-19 sebanyak 12 kasus.
Sementara di Sumatera Barat, dari 278 kampanye pertemuan terbatas yang dilakukan, terdapat penambahan 149 kasus. Adapun di Jambi, dari 1.222 kampanye pertemuan yang berlangsung, tercatat ada 120 kasus positif Covid-19.
Meski demikian, Bawaslu juga mencatat adanya penurunan kasus. Seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah, meski ada 34 pertemuan terbatas, rupanya terjadi penurunan kasus hingga 100 kasus. Hal yang sama juga terjadi di Bengkulu dan Kepulauan Riau.
Sanksi yang lebih tegas
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyesalkan, tingginya kasus penularan virus corona di tengah perhelatan pilkada yang masih terus terjadi.
Sejak awal, sejumlah kalangan pegiat pemilu, akademisi, serta pakar epidemiologi telah memperingatkan pemerintah tentang potensi peningkatan kasus Covid-19 bila pilkada serentak tetap dilaksanakan. Namun, pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu bersikukuh pilkada serentak tetap dilaksanakan.
“Data Bawaslu ini menunjukkan adanya korelasi antara peningkatan kasus positif lantaran peningkatan pelanggaran protokol kesehatan. Tentu ini sangat disayangkan, karena janji para pihak ini kan akan menyelenggarakan pilkada dengan penerapan disiplin protokol kesehatan,” kata Titi kepada Kompas.com, Senin (19/10/2020).
Adanya peningkatan kasus penularan ini turut menunjukan bahwa kepatuhan masyarakat terhadap penerapan disiplin protokol kesehatan masih menjadi persoalan.
Presiden Joko Widodo diketahui tidak berencana menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu untuk mengatur sanksi yang lebih tegas bagi pelanggar protokol kesehatan. Oleh karena itu, menurut Titi, tidak ada cara lain selain menerapkan aturan yang telah dibuat secara lebih tegas.
Meski demikian, dibutuhkan koordinasi yang kuat antara Bawaslu dengan aparat penegak hukum di daerah untuk menegakkan aturan yang telah dibuat.
Pasalnya, selama ini masih ada anggapan bahwa pelanggaran yang terjadi di dalam tahapan kampanye hanya menjadi wewenang Bawaslu. Sementara, bila terjadi pelanggaran terhadap protokol kesehatan, seharusnya itu menjadi aparat kepolisian untuk menegakkan aturan sesuai dengan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
“Kalau ini tidak ditangani dengan baik atau tidak menunjukkan perbaikan di kemudian hari, maka bukan tidak mungkin, pada perkembangan masa kampanye berikutnya dan hari pemungutan suara kasus semakin banyak. Akhirnya malah merugikan upaya untuk pengendalian Covid,” kata dia.
“Kan kita sudah tahu bahaya penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi akan menghadapi risiko besar yaitu risiko penularan Covid. Dan masih adanya pelanggaran, menunjukkan kegagalan kita dalam mitigasi risiko dan mengambil langkah untuk memastikan pilkada sehat,” imbuh Titi.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/19/14470911/kasus-covid-19-meningkat-di-tengah-perhelatan-pilkada-serentak