Salin Artikel

Saat Pemerintah Diharapkan Tak Hanya Andalkan Vaksin untuk Atasi Pandemi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah secara resmi telah mengamankan stok calon vaksin Covid-19 dari Inggris untuk mendukung pelaksanaan program vaksinasi yang rencananya akan dimulai pada November 2020 mendatang.

Namun pada saat yang sama, pemerintah diharapkan tidak hanya mengandalkan vaksin untuk mengatasi pandemi Covid-19. Terlebih, hingga kini proses uji klinis terhadap calon vaksin Covid-19 masih terus berjalan, sehingga belum diketahui efektivitas calon vaksin tersebut.

Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi bersama Menteri BUMN Erick Thohir dan perwakilan Kementerian Kesehatan telah bertemu dengan pimpinan perusahaan vaksin asal Inggris AstraZeneca di London, Inggris.

Di dalam pertemuan tersebut tersebut, telah terjalin kesepakatan bahwa AstraZeneca akan memasok calon vaksin untuk Indonesia secara bertahap mulai semester pertama tahun depan.

"Indonesia telah menyampaikan permintaan penyediaan vaksin sebesar 100 juta untuk tahun 2021. Pihak AstraZeneca menyambut baik permintaan tersebut. Kita telah mengamankan tambahan kebutuhan vaksin untuk Indonesia," kata Retno dalam konferensi pers secara daring, Rabu (14/10/2020) malam.

Vaksin produksi AstraZaneca termasuk salah satu kandidat vaksin yang oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kini dicatat tengah memasuki uji klinis tahap ketiga. Vaksin ini diketahui menggunakan platform non-replicating viral vector.

Tak hanya itu, Retno menambahkan, AstraZeneca juga tertaring membangun kerjasama dan kolaborasi strategis jangka panjang dengan Indonesia di dalam pengembangan vaksin Covid-19.

"Di dalam pertemuan, delegasi Indonesia menegaskan mengenai pentingnya faktor keamanan dan efikasi dari vaksin. Faktor-faktor ini akan menjadi bagian penting dari kerja sama vaksin Indonesia dengan AZ termasuk berbagi informasi mengenai hasil uji klinis tahap I dan II," ujarnya.

Penerima prioritas

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effedny menyampaikan, untuk membangun kekebalan imunitas atau herd immunity, setidaknya 70 persen dari total penduduk Indonesia harus divaksin. Itu berarti, ada sekitar 160 juta penduduk Indonesia yang rencananya akan divaksin oleh pemerintah.

Untuk mendukung pelaksanaannya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 pada awal Oktober.

Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto mengungkapkan, pemerintah telah menetapkan enam kelompok prioritas yang akan menerima vaksin pertama kali.

Pertama, tenaga medis, paramedis, pelayan kesehatan, serta aparat TNI/Polri yang jumlahnya mencapai 3,5 juta orang. Kemudian, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan perangkat daerah yang jumlahya sekitar 5 juta orang.

Ketiga, tenaga pendidik seperti PAUD, TK, SD, SMP, dosen perguruan tinggi swasta serta negeri yang mencapai 4,3 juta orang. Lalu, aparat pusat, daerah, legislastif, yang mencapai 2,3 juta orang. Serta penerima bantuan pembayaran iuran BPJS sebanyak 9 juta orang.

Adapula masyarakat dengan rentang usia 19-59 tahun yang totalnya mencapai 57 juta orang.

Dengan 160 juta orang yang ditargetkan akan divaksinasi, maka total kebutuhan vaksin yang diperlukan mencapai 320 juta dosis. Dengan catatan, setiap satu orang dua kali divaksinasi.

Selain AstraZaneca, pemerintah diketahui juga telah menjalin kerjasama dengan tiga produsen vaksin asal China yaitu Cansino, G42/Sinopharm, dan Sinovac.

Adapun jumlah vaksin yang disanggupi oleh masing-masing perusahaan beragam, tergantung dari kapasitas produksi dan komitmen kepada pembeli lain.

Untuk tahun ini, Cansino menyanggupi 100.000 dosis vaksin (single dose) pada November 2020. Selanjutnya, 15-20 juta dosis vaksin untuk tahun 2021.

G42/Sinopharm menyanggupi 15 juta dosis vaksin (dual dose) tahun ini. Dari jumlah itu, sekitar 5 juta dosis akan mulai datang pada November 2020.

Sementara Sinovac menyanggupi 3 juta dosis vaksin hingga akhir Desember 2020.

Jangan hanya andalkan vaksin

Ketua Tim Uji Riset Vaksin Covid-19 Universitas Padjajaran, Kusnandi Rusmil berharap, pemerintah melakukan kajian matang sebelum merealisasikan tahapan vaksinasi massal pada bulan depan.

Ia memahami bahwa pemerintah ingin agar pandemi segera berakhir sehingga aktivitas ekonomi masyarakat segera pulih. Namun di sisi lain, saat ini belum ada produsen vaksin yang telah menyelesaikan proses uji klinis tahap ketiga.

"Uji fase ketiga ini analisa hasilnya paling cepat Januari 2021, kalau kita mau bener-bener," kata Kusnandi saat menyampaikan pendapat pada sebuah diskusi, Selasa (13/10/2020).

Tim yang dipimpin Kusnandi saat ini tengah melaksanakan fase ketiga uji coba calon vaksin buatan Indofarma dan Sinovac. Nantinya, mereka akan membuat laporan ke Biofarma untuk menentukan apakah calon vaksin yang diuji lolos atau tidak, dan diteruskan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Ia menambahkan, di dalam proses pengujian vaksin, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu keamanan vaksin, imunogenisitas dan efikasi.

Imunogenisitas adalah kemampuan vaksin memicu respons imun dari tubuh manusia, sedangkan efikasi adalah kemampuan vaksin memberikan manfaat bagi penerima imunisasi.

Kondisi tersebut, lanjut Kusnandi, tidak dapat diketahui pada uji coba dalam hitungan bulan. Setidaknya harus menunggu enam bulan dan bahkan waktu setengah tahun ini masih bisa dianggap terlalu singkat.

Apalagi untuk mengetahui efikasi, menurut Kusnandi, harus ada kontak dengan seseorang yang terkena infeksi.

Sementara itu, pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono menilai, sampel yang digunakan untuk uji klinis vaksin Sinovac sangat rendah. Menurut dia, dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta jiwa, idealnya sampel uji klinis vaksin Sinovac dilakukan terhadap 30.000 hingga 50.000 orang.

"Saya juga mempertanyakan kok bisa (jumlah sampelnya) hanya 1.620. Ini salah perhitungan sampel atau memang studi yang tidak kuat?," kata Pandu dalam diskusi daring, Rabu.

Ia pun mengingatkan bahwa efektivitas vaksin Sinovac hingga kini belum dapat dipastikan lantaran masih dalam tahap uji klinis. Oleh karena itu, Pandu berharap, pemerintah jangan menjadikan vaksin sebagai satu-satunya solusi jangka pendek untuk menangani pandemi Covid-19.

Menurut dia, untuk mengendalikan penularan virus corona, pemerintah harus terus melakukan testing, pelacakan dan isolasi terhadap pasien Covid-19 secara masif.

Pandu pun turut mengkritisi langkah pemerintah yang membeli vaksin dari tiga perusahaan farmasi asal China yang hingga kini masih dalam tahap uji klinis tahap tiga.

"Kita kan enggak tahu dampaknya seperti apa. Apakah kita membeli kucing dalam karung, kan enggak jelas. Ini seperti membeli kucing dalam karung. Kita mau beli kucing keluarnya ular," kata Pandu kepada Kompas.com, Rabu.

Menanggapi kritik tersebut, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menegaskan, keputusan pemerintah membeli vaksin dari ketiga produsen tersebut dilakukan setelah mendapatkan masukan dari pakar kesehatan.

Jika nantinya vaksin tersebut memang dinyatakan tak lolos uji klinis, maka pemerintah juga sudah mengantisipasi hal itu lewat perjanjian atau kontrak yang sudah disepakati.

"Apabila terjadi kahar (force majeure) selama pengembangan vaksin tersebut, maka kerjasama yang dilakukan dapat dihentikan yang menyesuaikan dengan perjanjian kontrak yang tertera," kata Wiku.

https://nasional.kompas.com/read/2020/10/15/10151201/saat-pemerintah-diharapkan-tak-hanya-andalkan-vaksin-untuk-atasi-pandemi

Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke