JAKARTA, KOMPAS.com - Kebebasan berekspresi masyarakat yang dijamin haknya di dalam undang-undang, harus digunakan secara bertanggung jawab.
Publik harus tahu bahwa ada etika yang harus dipatuhi di dalam menyampaikan sebuah pendapat.
Baru-baru ini, beredar sebuah kolase foto yang menyandingkan foto Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan gambar pria yang diketahui sebagai "Kakek Sugiono".
Kolase tersebut diunggah oleh akun Facebook Oliver Leman S, milik Sulaiman Marpaung.
Di dalam unggahan tersebut, Sulaiman menuliskan keterangan "Jangan kau jadikan dirimu seperti Ulama tetapi kenyataannya kau penjahat agama. Di usia Senja Banyaklah Berbenah untuk ketenangan di Alam Barzah. Selamat melaksanakan Ibadah Shalat Jumat."
Unggahan itu keburu viral dan tersebar melalui layanan pesan singkat WhatsApp. Meski demikian, Sulaiman telah menghapus unggahan tersebut dan meminta maaf atas unggahan bernada penghinaan itu.
"Assalamu'alaikum Wr. Wb. Saya atas nama Sulaiman Marpaung memohon maaf yang sebesar besarnya kepada keluarga besar Wakil Presiden RI KH. Makruf Amin sekaligus ketua MUI Pusat dan Seluruh keluarga besar Ansor terkhusus Kota Tanjungbalai atas kesalahan dan kekhilafan saya tentang adanya indikasi penghinaan terhadap KH Makruf Ami atas postingan saya yang saya buat. Dari hati yang paling dalam dan menghaturkan sepuluh jari sekali lagi saya mohon maaf. Salam permohonan maaf dari saya Sulaiman Marpaung."
Kakek Sugiono
Di Indonesia, sosok "Kakek Sugiono" cukup terkenal sebagai aktor film dewasa asal Jepang. Nama aslinya adalah Shigeo Tokuda.
Dijuluki dengan sebutan "kakek" karena usia Tokuda yang memang sudah cukup tua, yaitu 84 tahun.
Bukan kali ini saja wajah Tokuda digunakan dan dikaitkan dengan tokoh politik tertentu di Tanah Air. Saat Pilpres 2019 lalu, fotonya pun ramai diperbincangkan setelah beredar luas di Facebook.
Di dalam unggahan itu, disebutkan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan kecurangan saat rekapitulasi suara Pilpres 2019.
Unggahan itu menyertakan foto seorang laki-laki tua yang disebut sebagai 'Prof Tokuda', tengah tersenyum sembari memegang sebuah kertas berisi angka-angka perolehan suara.
Perolehan suara yang tertulis di kertas itu menunjukkan keunggulan untuk Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di angka 61 persen. Sementara, pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin tertinggal di angka 39 persen.
Prof Tokuda dinarasikan sebagai seorang ahli demokrasi dari Jepang yang merasa bersalah karena pendahulunya telah menjajah Indonesia.
Untuk itu, ia berdedikasi untuk membantu Indonesia yang saat ini dianggap tengah berada di bawah jajahan China.
Selengkapnya, baca di tautan ini: Fenomena Bintang Porno Kakek Sugiono yang Juga Digunakan dalam Hoaks Pemilu
Dilaporkan
Setelah kolase foto Ma'ruf dan "Kakek Sugiono" beredar, Sulaiman pun telah dilaporkan ke Polres Tanjung Balai pada Jumat (25/9/2020) malam. Pelapor adalah Ketua GP Ansor Tanjung Balai, Salman Al Hariz.
Salman juga telah bertemu dengan Sulaiman pada Senin (28/9/2020). Dalam pertemuan itu, ia didampingi oleh pengurus MUI, Banser Kota Tanjung Balai, serta PCNU Tanjung Balai.
Pertemuan itu dilakukan untuk meminta klarifikasi.
"Beliau katanya khilaf atas status itu karena kekesalan dia kepada Ma'ruf Amin. Kekesalan apa, tak dijelaskan rinci," kata Salman saat dihubungi Kompas.com, Selasa (29/9/2020).
Sementara itu, Juru Bicara Wakil Presiden Masduki Badlowi meminta, aparat kepolisian dapat memproses pelaku yang diduga telah menghina Wakil Presiden.
Ia juga meminta aparat kepolisian mengungkap motif di balik tindakan pelaku. Terlebih, diketahui bahwa pelaku adalah pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) di tingkat kecamatan Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara.
"Alhamdulillah sudah ditemukan (pelakunya). Langkah yang dilakukan polisi adalah tindak lanjut dari laporan Gerakan Pemuda Anshor dan polisi bertindak cepat, silakan diproses secara hukum agar kita tahu motifnya apa," kata Masduki.
Jaga etika
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid menyesalkan adanya pihak-pihak yang dengan sengaja menyebarkan kolase foto Wapres yang disandingkan dengan Tokuda.
Menurut dia, masyarakat harus memahami bahwa ada etika yang harus dipegang pada saat berselancar di dunia maya.
"Kami belum tahu motif pelaku yang membuat dan mengunggah kolase foto tersebut di media sosial. Tapi apapun motifnya, itu adalah cermin dari pemanfaatan media digital yang tidak dilandasi akhlak dan etika,” kata Zainut dalam keterangan tertulis, Kamis (1/10/2020).
Ia pun mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah percaya dengan informasi yang beredar di dunia maya. Sebab, tidak jarang informasi yang beredar berisi kabar palsu yang dapat memancing amarah dan menimbulkan kebencian.
"Saya menduga pelaku termakan isu hoax dari media sosial," ujarnya.
Sementara itu, Masduki menyampaikan, meski Indonesia merupakan negara demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi, namun ada batasan etika yang harus dipatuhi.
Menurut Masduki, kebebasan berekspresi tidak boleh melanggar hukum dan etika. Oleh karena itu, ia meminta agar permasalahan tersebut dapat segera diselesaikan.
"Bukan kami mau memaafkan atau tidak, tapi lebih pada kami ingin tahu motifnya bagaimana. Semestinya menggunakan kebebasan dalam negara demokrasi ada batas-batasnya, ada aturannya," tegas Masduki.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/02/05573801/fenomena-kakek-sugiono-di-pusaran-hoaks-politik-tanah-air