Salin Artikel

Jakob Oetama: Koran Itu Harus Jadi Miniatur Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama, meninggal dunia pada usia 88 tahun di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (9/9/2020).

Jakob tutup usia pada pukul 13.05 WIB setelah menjalani perawatan lantaran mengalami gangguan multiorgan.

Almarhum diketahui mendirikan Harian Kompas bersama PK Ojong pada 1965, setelah dua tahun sebelumnya mendirikan majalah Intisari.

Kelahiran Kompas tidak terlepas dari permintaan Menteri/Panglima TNI AD Letjen Ahmad Yani, melalui Menteri Perkebunan Frans Seda dari Partai Katolik, agar partai tersebut mendirikan surat kabar.

Saat itu, hampir semua partai yang ada di Indonesia memiliki corong partai.

Setidaknya, ada tiga konstelasi politik yang berkembang kuat ketika itu.

Pertama, Bung Karno sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan Kepala Pemerintahan yang mengonsolidasikan kekuatan dan kekuasaan politiknya melalui pengembangan demokrasi terpimpin.

Berikutnya, ada ABRI yang berusaha meredam kekuatan politik Partai Komunis Indonesia melalui kerja sama dengan organisasi-organisasi masyarakat dan politik non atau anti-komunis.

Ketiga, PKI yang merapat ke Bung Karno.

Gagasan Ahmad Yani, Partai Katolik perlu memiliki sebuah media untuk mengimbangi kekuatan PKI.

Jakob dan Ojong kemudian sepakat untuk mendirikan sebuah surat kabar yang diharapkan dapat menjadi sebuah jalan tengah.

Meski lahir dari inisiatif tokoh Partai Katolik, koran itu bukan menjadi corong partai. Sebab, koran baru yang akan berdiri saat itu diharapkan dapat berdiri di atas semua golongan.

Oleh karena itu, koran tersebut harus bersifat umum, didasarkan pada kenyataan kemajemukan Indonesia, harus menjadi cermin realitas Indonesia, mengatasi suku, agama, ras, dan latar belakang lainnya.

"Dia (koran itu) harus mencerminkan miniaturnya Indonesia," kata Jakob, seperti dilansir VIK bertajuk "Jakob Oetama 85th: The Legacy".

Semula, nama "Bentara Rakyat" yang hendak dipilih untuk nama koran baru itu. Nama itu bertujuan untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.

Moto yang dipilih adalah "Amanat Penderitaan Rakyat". Koran itu juga ditegaskan bukanlah koran partai, melainkan sarana untuk kemajuan Indonesia yang berpijak pada kemajemukannya.

Ketika Frans Seda bertemu dengan Bung Karno dan mengusulkan nama tersebut, Presiden RI pertama itu tidak menyetujui nama tersebut.

Bung Karno pun berkata, "Aku akan memberi nama yang lebih bagus...'Kompas'! Tahu toh, apa itu kompas? Pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan hutan rimba!".

Jadilah nama pemberian Bung Karno itu digunakan sebagai nama koran hingga sekarang.

https://nasional.kompas.com/read/2020/09/09/14432631/jakob-oetama-koran-itu-harus-jadi-miniatur-indonesia

Terkini Lainnya

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke