Tantangan pertama adalah kurangnya data dampak dan data kebutuhan khusus bagi difabel di masa pandemi Covid-19.
Sunarman mengatakan, data tersebut sudah ada di tingkat nasional yang dikumpulkan sejumlah lembaga.
Namun, kata dia, data itu belum tersedia di tingkat kelurahan.
"Misalnya di kelurahan A itu kebutuhan khusus difabel itu apa, dampak covid-nya apa apakah sudah ada yang terpapar atau belum itu belum tersedia," kata Sunarman dalam acara diskusi online bertajuk 'Pemenuhan Hak Lansia dan Penyandang Disabilitas di Era New Normal, Selasa (7/7/2020).
Sunarman melanjutkan, tantangan selanjutnya adalah masih ada difabel yang belum teorganisasi, sehingga menyulitkan untuk memenuhi hak-hak hal difabel.
Mengelola kebutuhan difabel, bagi Sunarman, lebih mudah jika terorganisasi dalam suatu wadah.
"Kemudian untuk mengundang partisipasi itu kalau ada organisasinya itu akan lebih mudah, lebih lancar. Tapi memang belum semua difabel terorganisasi," ujarnya.
Tantangan ketiga adanya difabel yang masih terbatas pengalamannya dan masih perlu pendampingan di masa pandemi.
Kemudian, yang keempat adanya pemikiran bahwa difabel bergantung pada keluarga adalah hal yang wajar.
"Sebagian besar masyarakat masih beranggapan bahwa difabel di rumah saja itu baik-baik saja. Sudah lumrah," ujarnya.
Tantangan yang kelima, minimnya akses informasi untuk difabel, kondisi lingkungan dan fasilitas yang belum mendukung.
Tantangan keenam sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dan tantangan terakhir adalah pelibatan difabel dalam segala bidang yang masih terbatas.
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/07/13412981/7-hal-ini-disebut-jadi-tantangan-perlindungan-difabel-di-masa-pandemi