Hasto menyebut, pengajuan kompensasi itu berdasarkan inisiatif LPSK yang mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UU.
"Wiranto sebetulnya tidak mengajukan kompensasi atas peristiwa yang menimpanya. Namun, berdasarkan aturan, LPSK harus tetap memfasilitasi kompensasi," ujar Hasto dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (26/6/2020).
Selain Wiranto, satu warga lainnya juga mendapat kompensasi, yakni Fuad Syauqi sebesar Rp 28.232.157.
Wiranto mendapat kompensasi sebesar Rp 37.000.000. Dengan demikian, total kompensasi secara keseluruhan terkait kasus itu Rp 65.232.157.
Hasto mengatakan, setelah keluarnya putusan terkait kompensasi dan diterimanya salinan putusan, LPSK segera memproses pencairan kompensasi ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Selain kompensasi, LPSK juga wajib membantu rehabilitasi medis korban, sesaat setelah peristiwa terorisme berlangsung.
Ia juga mengatakan, dalam memberikan layanan kepada korban, termasuk korban tindak pidana terorisme, LPSK mengedepankan asas tidak diskriminatif sebagaimana yang tertuang dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban.
"Artinya, bantuan yang diberikan kepada korban tidak mengenal latar belakang apapun, baik pejabat maupun masyarakat biasa, semuanya akan mendapatkan perlakuan yang sama," kata dia.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat mengabulkan permohonan LPSK.
Permohonan itu berkaitan dengan pengajuan kompensasi karena Wiranto dan Fuad Syauqi menjadi korban penusukan yang dilakukan Syahrial Alamsyah alias Abu Rara di Alun-alun Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten, pada Oktober 2019.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/26/11571531/lpsk-wiranto-tak-pernah-minta-kompensasi-terkait-penusukannya