Menurut Sri, sebelum pandemi Covid-19, status gizi balita di Indonesia itu belum optimal.
Dia mencontohkan, sebanyak satu dari tiga anak Indonesia, atau setara dengan tujuh juta balita mengalami stunting.
Kemudian ada sekitar dua juta balita yang mengalami kondisi badan sangat kurus (wasting).
"Memang status gizi kita belum optimal dan pandemi ini sebetulnya membuat risiko untuk kenaikan angka-angka tadi sangat memungkinkan, sangat tinggi (potensinya) akibat pandemi ini," ujar Sri dalam konferensi pers di Graha BNPB, Rabu (3/6/2020).
Sri mengatakan, salah satu penyebabnya adalah kegiatan Posyandu yang untuk sementara waktu ditiadakan akibat pandemi Covid-19.
Akibatnya, kondisi ini berisiko tinggi membuat pemenuhan gizi balita menurun.
"Itu yang sangat mengkawatirkan kami. Sehingga Unicef saat ini membantu Kementerian Kesehatan dalam membuat pedoman layanan gizi pada masa pandemi dan masa new normal," ungkap Sri.
Salah satunya, pedoman memberikan bantuan teknis kepada tenaga kesehatan di daerah tentang bagaimana memberikan layanan teknis langsung kepada masyarakat.
"Misalnya karena Posyandu tidak berjalan jadi kami memberikan bantuan pedoman teknis agar bidan desa bisa memberikan konseling," kata dia.
Lewat pedoman teknis itu, para bidan desa disarankan memberikan pelayanan dengan menerapkan prinsip social distancing.
Selain itu, bisa juga memberikan konsultasi dengan media WhatsApp Messenger.
"Jadi bisa memberikan konseling secara virtual tapi kalau sudah agak parah bisa dilakukan kunjungan," ujar Sri.
"Jadi bagaimana memastikan agar anak-anak di daerah itu bisa mendapatkan haknya untuk mendapatkan gizi yang terbaik," tambah dia.
Sebelumnya, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan pelaksanaan imunisasi pada bayi dan balita harus terus berjalan meski ada wabah Covid-19.
Namun, Yuri mengingatkan agar imunisasi tidak dilakukan dengan berkerumun dan berkelompok.
"Kita tak boleh hentikan sama sekali layanan itu. Karena layanan itu hakekatnya adalah hak asasi anak untuk melindungi dari berbagai penyakit, yang dapat dicegah dengan imunisasi, " ujar Yuri dalam konferensi pers di Graha BNPB, Selasa (2/6/2020).
Yuri menuturkan, bayi, balita dan anak-anak tidak boleh sakit. Sebab, mereka semua merupakan harapan bangsa.
Karenanya, pemerintah menyarankan untuk melakukan inovasi dalam kegiatan imunisasi.
Cara-cara lama seperti datang bersama ke Posyandu, berkerumun saat mendengarkan penyuluhan lalu menimbangkan bayi dan balita harus diganti dengan cara baru.
Yuri mengajak semua kader kesehatan dan petugas imunisasi di Puskesmas untuk berinovasi menerapkan mekanisme baru imunisasi.
"Termasuk dari orangtua bayi dan balita, karena semua itu kan sudah memiliki kartu atau buku monitoring imunisasi. Maka mintakan imunisasi ini yang terjadwalkan," jelas Yuri.
Dia menyarankan orangtua mengkomunikasinan imunisasi terjadwal dengan petugas di Puskesmas.
"Buat janji sehingga tidak perlu lagi datang berkelompok dalam satu tempat. Sebab ini akan memberikan risiko yang besar. Imunisasi harus berjalan," tegas Yuri.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/03/13334921/akibat-wabah-angka-balita-penderita-kurang-gizi-berpotensi-meningkat