Salin Artikel

Polemik Pengesahan RUU Minerba, Siapa yang Diuntungkan?

JAKARTA, KOMPAS.com - Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) diselesaikan DPR bersama pemerintah hanya dalam kurun waktu tiga bulan, yaitu sejak Februari hingga Mei 2020.

Selasa (12/5/2020) siang ini, DPR mengagendakan pengesahannya dalam Rapat Paripurna setelah disepakati bersama pemerintah pada Senin (11/5/2020).

Padahal, substansi RUU tersebut dinilai bermasalah karena tak memberikan hak-hak yang cukup bagi masyarakat terhadap kegiatan usaha pertambangan.

RUU Minerba dianggap hanya mengakomodasi kepentingan pelaku industri batubara, tanpa memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan serta masyarakat di daerah tambang.

"Penambahan, penghapusan dan pengubahan pasal hanya berkaitan dengan kewenangan dan pengusahaan perizinan, namun tidak secuil pun mengakomodasi kepentingan dari dampak industri pertambangan dan kepentingan rakyat di daerah tambang, masyarakat adat dan perempuan," ujar Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Merah Johansyah, Senin (11/5/2020).

Merah mengatakan RUU Minerba banyak mengandung pasal-pasal bermasalah.

Salah satunya, ia menyoroti soal jaminan perpanjangan Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tanpa pelelangan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 169A.

"Perpanjangan otomatis bagi pemegang izin PKP2B tanpa pengurangan luas wilayah dan lelang yang merupakan fasilitas yang ditunggu-tunggu oleh enam perusahaan raksasa batubara," kata dia.

Kemudian, ia menyoal penghapusan Pasal 165 dalam RUU Minerba.

Pasal 165 sebelumnya mengatur sanksi bagi pihak yang mengeluarkan IUP, IPR atau IUPK yang bertentangan dengan UU Minerba.

Menurut Merah, pembahasan RUU Minerba tidak berdasarkan evaluasi atas daya rusak operasi pertambangan minerba yang selama ini terjadi.

Merah pun meminta Presiden Joko Widodo dan DPR membatalkan rencana pengesahan RUU Minerba.

"Atas nama UUD yang menjamin keselamatan rakyat, Presiden Joko Widodo dan DPR harus membatalkan rencana pengesahan RUU Minerba di pembicaraan tingkat dua. DPR dan pemerintah harus fokus menyelamatkan rakyat di tengah wabah virus corona yang mematikan," ucapnya.

Pembahasan dikebut 3 bulan

Pembahasan RUU Minerba merupakan kelanjutan atau carry over dari DPR periode sebelumnya. RUU ini merupakan usul DPR dan ditetapkan sebagai program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2020.

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Minerba Bambang Wuryanto menjelaskan bahwa pada 13 Februari 2020 Komisi VII sempat menggelar rapat bersama Menteri ESDM.

Rapat kerja itu menyepakati 703 dari 938 daftar inventarisasi masalah (DIM) perlu dibahas lebih lanjut melalui panja. Panja kemudian dibentuk di hari yang sama.

"Sebanyak 703 DIM merupakan substansi yang belum disetujui sehingga dibahas lebih lanjut dalam panja," kata Bambang dalam rapat pengambilan keputusan RUU Minerba di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

Bambang menuturkan, Panja bersama pemerintah mulai intensif melakukan pembahasan pada 17 Februari hingga 6 Mei 2020.

Menurut dia, dalam proses pembahasan, ada sejumlah perubahan substansi RUU Minerba.

Perubahan terutama terkait kewenangan pengelolaan pertambangan minerba, penyesuaian nomenklatur perizinan, dan kebijakan divestasi saham.

Anggota Komisi VII Ridwan Hisjam mengatakan, RUU Minerba wajib diselesaikan secepatnya karena telah ditetapkan sebagai prolegnas prioritas tahun 2020.

Apalagi, menurut Ridwan, RUU ini telah dibahas sejak lama oleh DPR.

"Menurut saya, RUU Minerba ini sudah terlambat penyelesaiannya. Seharusnya selesai di periode yang lalu, makanya ini masuk kategori RUU carry over," kata Ridwan saat dihubungi.

"Semua RUU yang sudah diputuskan dalam prolegnas wajib segera diselesaikan secepat-cepatnya," lanjutnya.

Ridwan mengatakan, pembahasan RUU Minerba telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam tata tertib dan peraturan perundang-undangan.

Ridwan pun menegaskan tidak ada niat DPR memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 untuk menyelesaikan pembahasan RUU Minerba.

"Tidak ada hubungannya dengan pandemi Covid-19. Semua RUU di DPR berjalan sesuai tahapan-tahapannya, karena DPR telah memiliki tata cara persidangan/rapat yang mengacu pada protokol Covid-19," ucapnya.

Disepakati DPR dan pemerintah segera disahkan

Komisi VII DPR menyepakati RUU Minerba disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna.

Keputusan tersebut diambil dalam rapat kerja Komisi VII DPR bersama pemerintah yang diwakili Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

Demokrat menjadi satu-satunya fraksi yang menolak revisi UU Minerba.

Dalam rapat kerja, anggota Fraksi Demokrat Sartono Hutomo sempat menyampaikan sejumlah catatan fraksi terhadap RUU Minerba yang dianggap belum sepenuhnya sempurna.

Sartono menyatakan Fraksi Demokrat meminta Komisi VII mematangkan kembali substansi draf RUU Minerba dengan mendengarkan lebih banyak aspirasi publik.

"Fraksi Partai Demokrat menolak pembahasan dan pengembalian keputusan atas RUU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba serta menunda pembahasannya hingga masa tanggap darurat Covid-19 berakhir," kata dia.

Selain itu, pengambilan keputusan RUU Minerba sempat alot karena DPR dan pemerintah tak sepakat mengenai Pasal 112 yang mengatur kewajiban divestasi saham kepemilikan asing sebesar 51 persen secara langsung.

Kemudian, perdebatan sempat timbul terkait aturan peningkatan nilai tambah mineral dalam Pasal 102.

Namun, palu tanda pengesahan RUU tetap diketuk.

RUU Minerba disahkan DPR lewat rapat paripurna yang digelar Selasa siang ini.

"Apakah kita sepakat agar RUU Minerba untuk dilakukan pembahasannya pada Pembicaraan Tingkat II dalam sidang paripurna DPR?" kata Wakil Ketua Komisi VII Eddy Soeparno.

"Setuju," jawab anggota yang hadir dalam rapat kerja.

https://nasional.kompas.com/read/2020/05/12/06210271/polemik-pengesahan-ruu-minerba-siapa-yang-diuntungkan

Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke