Salin Artikel

Soal Bentrokan Muslim-Hindu di India, Presiden PKS Minta Indonesia Ikut Redakan Situasi

Komunikasi yang dibangun diharapkan dapat meredakan aksi unjuk rasa yang kini telah berujung pada tewasnya sejumlah orang, baik dari sisi umat Muslim maupun Hindu.

“Bagaimana pihak India bisa mengatasi dan menyelesaikan masalah ini dengan sebaik-sebaiknya," kata Sohibul dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (28/2/2020).

Ia pun turut prihatin dan berduka cita atas insiden yang telah memakan korban jiwa ini.

“Tentu kita menganggap bahwa kejadian ini tidak sepantasnya terjadi di era seperti ini, terjadi sebuah sentimen yang luar biasa sehingga menelan korban dan lainnya," kata dia.

Menurut Sohibul, India dapat belajar dari Indonesia tentang bagaimana menjaga toleransi antarumat beragama.

"Kami berharap umat Islam di sana dihormati secara layak," kata dia. 

Sebelumnya, banyak aktivis dan politisi menilai isi CAA sangat bersifat berpecah belah, diskriminatif, dan melanggar konstitusi sekuler negara.

Selain itu, pakar hukum menilai, tindakan aparat India terhadap massa pengunjuk rasa anti UU kewarganegaraan (CAA) dipengaruhi oleh agitasi pada masa kolonial.

Dilansir dari BBC, setidaknya 13 orang tewas (baik Hindu maupun Muslim) terbunuh dalam kerusuhan tersebut. Sumber lain mengatakan, 23 orang tewas.

Dari 13 korban tewas, seorang polisi dinyatakan gugur. Dia bernama Ratan Lal.

Selain itu, ada seorang reporter saluran lokal India JK 24x7 yang tertembak dan dua wartawan NDTV yang dipukuli.

Korban sipil lainnya adalah pengemudi becak mobil, Shahid Alvi yang tewas karena tertembak peluru.

Perselisihan pertama kali bermula pada Minggu (23/02/2020) antara demonstran pendukung (Hindu) dan penolak CAA (Citizenship Amandment Act) yang beragama Islam.

Bentrokan ini terjadi selama kunjungan resmi pertama presiden AS Donald Trump ke India.

Peristiwa bentrok terjadi di pusat mayoritas Muslim yang berdekatan dengan Timur Laut Delhi, sekitar 18 kilometer dari pusat ibu kota.

Di sana, terdapat pertemuan Trump dengan para pimpinan India, diplomat, dan pelaku bisnis.

CAA yang anti-Muslim menimbulkan protes masif sejak akhir tahun kemarin dan berujung pada kekerasan.

Ketika ditanya tentang bentrok yang terjadi saat kunjungannya, Trump hanya mengatakan itu hak pemerintah India dalam penanganannya.

Kerusuhan ini cukup membuat malu Perdana Menteri India, Narendra Modi yang telah menjauhkan perhatian juga kunjungan Trump di India.

Insiden Selasa (25/02/2020) sore juga menunjukkan adanya perusakan masjid di wilayah Shahadra. Para perusak berusaha mengoyak simbol bulan sabit dari atas menara.

Kekerasan ini dipicu oleh Kapil Mishra, ketua BJP (Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata), yang mengancam kelompok pemrotes penentang CAA selama akhir pekan.

Dia mengatakan, kepada mereka bahwa mereka akan diusir secara paksa begitu presiden Trump meninggalkan India.

Juru bicara Kepolisian Delhi, MS Randhawa memberitahukan bahwa situasi terkendali dan "sejumlah polisi" telah dikerahkan.

Namun, massa terus meneriakkan slogan dan saling melempar batu.

Randhawa kemudian mengatakan bahwa polisi telah mengerahkan drone untuk meindai rekaman kamera CCTV. Dia akan memberi sanksi bagi pembuat onar.

Peristiwa itu menyisakan sejumlah pemandangan yang tidak mengenakkan seperti kendaraan hangus, jalanan penuh batu di Jaffrabad dan Chand Bagh pada Selasa paginya.

Akibat peristiwa itu, beberapa stasiun metro ditutup.

Menanggapi peristiwa nahas tersebut, ketua menteri yang baru terpilih kembali, Arvind Kejriwal meminta pemerintah federal untuk memulihkan ketertiban.

Pada kenyataannya, tidak ada cukup polisi di jalan. Polisi yang berjaga bahkan tidak mendapat perintah dari atas untuk mengendalikan situasi.

CAA atau Citizenship Amendment Act merupakan amnesti kepada imigran non-Muslim dari tiga negara mayoritas Muslim terdekat seperti Afghanistan, Pakistan dan Bangladesh.

Pemerintah Modi menyangkal hal ini dan mengatakan bahwa dia hanya berusaha memberikan amnesti kepada minoritas yang dianiaya.

Namun, hal itu diprotes oleh ratusan ribu orang di India baik muslim maupun hindu.

Mereka juga melakukan beberapa aksi seperti aksi duduk bersama di Shaheen Bagh di Delhi. RUU CAA ini memberikan kewarganegaraan pada minoritas agama.

Pemerintah yang dipimpin Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP) mengatakan akan memberi perlindungan kepada orang-orang yang melarikan diri dari penganiayaan agama.

Namun, para kritikus meyakini bahwa RUU itu adalah bagian dari upaya BJP untuk meminggirkan Umat Islam.

https://nasional.kompas.com/read/2020/02/28/17252801/soal-bentrokan-muslim-hindu-di-india-presiden-pks-minta-indonesia-ikut

Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke