Pihak Ombudsman telah menerima pengaduan terkait peristiwa itu dari sejumlah tokoh yang tergabung dalam Jaringan Peduli Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
"Dalam pandangan saya sebagai Ombudsman terhadap kasus ini, memang ada potensi maladministrasi," kata Ninik di Kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Jumat (14/2/2020).
Ninik mengatakan, malaadministrasi terjadi pada tata cara undercover buy (pembelian terselubung) yang dilakukan kepolisian.
Sebagaimana bunyi Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2013 juncto Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, polisi memang mempunyai kewenangan untuk melalukan penjebakan dalam kasus-kasus tertentu.
Namun, penjebakan itu harus dilakukan sesuai standar operasional prosedur yang berlaku.
"Jadi biasanya tidak ada publikasi di ruang penjebakan sehingga tidak terjadi perendahan martabat kemanusiaan," ujar Ninik.
Ia juga menyampaikan, kewenangan penjebakan hanya dimiliki oleh aparat kepolisian, tidak pada anggota DPR RI.
Anggota DPR berwenang untuk melakukan pembuatan regulasi, penganggaran dan pengawasan. Sementara itu, eksekusi dalam hal ini dimiliki oleh kepolisian.
Menurut Ninik, tidak seharusnya Andre Rosiade terlibat dalam penjebakan PSK ini.
"Harusnya menyampaikan saja kepada pihak kepolisian bahwa ada indikasi prostitusi terselubung yang terjadi di wilayah tertentu dan mohon kepada penegak hukum untuk melakukan proses undercover buy untuk mempermudah penemuan tindak pidana prostitusi misalnya," ujar Ninik.
"Sehingga jaringan dan pihak-pihak yang terlibat akan mudah kemudian dikenali dan diketemukan, bukan melakukan kriminalisasi terhadap korban," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, anggota DPR Andre Rosiade ramai diperbincangkan setelah aksinya terlibat dalam penggerebekan PSK di Padang, Sumatera Barat, pada 26 Januari 2020 jadi sorotan.
Kabar yang beredar, penggerebekan PSK itu merupakan skenario yang sengaja disusun Andre Rosiade.
Andre mengunggah aksi penggerebekan itu di akun Instagram miliknya pada 27 Januari 2020.
https://nasional.kompas.com/read/2020/02/14/17211101/ombudsman-ada-potensi-malaadministrasi-dalam-penggerebekan-psk-yang-libatkan