JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudi mengatakan, tindak kekerasan terhadap jurnalis pada 2019 paling banyak dilakukan oleh aparat kepolisian.
Menurut Ade, hal itu terlihat dari cara aparat mengamankan aksi unjuk rasa terutama di Jakarta beberapa waktu lalu.
"Kenapa kemudian terbesar adalah aparat Kepolisian, karena ini terkait bagaimana Kepolisian mengamankan demostrasi," Kata Ade di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020).
Ade mengatakan, dalam aksi di Jakarta cukup banyak korban akibat tindak kekerasan yang dilakukan polisi.
Terutama saat aksi unjuk rasa terkait hasil Pemilihan Presiden 2019 dan unjuk rasa pengesahan RUU KUHP.
Setidaknya ada 33 aparat yang diduga melakukan kekerasan terhadap jurnalis.
"Di Jakarta cukup banyak korban terkait dengan peliputan aksi demonstrasi aksi RUU KUHP, terkait dengan waktu itu demonstrasi Bawaslu itu juga cukup banyak," sambungnya.
Di balik banyaknya oknum Polisi melakukan kekerasan terhadap jurnalis, Ade justru menyebut pelaku dari instansi militer berkurang di tahun 2019.
"Di beberapa laporan kita sebelumnya kan terekam pelaku Polisi dan militer, di tahun ini kita temukan pelaku militer tidak ada tapi oknum Kepolisian meningkat," ungkapnya.
Kekerasan pada jurnalis, lanjutnya, juga dilakukan masyarakat.
Catatan LBH Pers ada 17 orang yang diduga melakukan kekerasan pada jurnalis di 2019.
Selanjutnya, pejabat publik sebanyak 7 orang, pebisnis 6 orang, supporter partai 4 orang, dan supporter olahraga dua orang.
"Nah supporter di beberapa pertandingan sepak bola itu banyak juga kekerasan-kekerasan (terhadap) jurnalis. karena supporter-nya terlalu agresif. Kemudian ada supporter dari pendukung partai itu juga menjadi salah satu," ucapnya.
Sebelumnya, LBH menyebut ada 75 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Kasus tersebut paling banyak terjadi di Jakarta dengan total 33 kasus.
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/13/16470531/lbh-pers-polisi-paling-banyak-lakukan-kekerasan-terhadap-jurnalis-pada-2019