Salin Artikel

Saksi Ungkap Cara Wawan Campuri Urusan Anggaran Dinkes Provinsi Banten

Hal itu diungkapkan Djadja saat bersaksi untuk Wawan. Wawan merupakan terdakwa dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan Puskesmas Kota Tangerang Selatan pada APBD Perubahan Tahun Anggaran 2012; kedokteran rumah sakit rujukan Provinsi Banten pada APBD dan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2012 dan pencucian uang.

"Untuk setiap tahunnya kan itu mula-mula yang merencanakan Dinas Kesehatan, rencana pagunya. Terus saya konsultasikan rencana pagunya apakah setuju tidak. Jadi anak buah kami datang ke Pak Wawan. Sekretaris saya itu hubungi Pak Wawan dulu bahwa ini kira-kira berapa pagunya yang diusulkan ke Bappeda untuk tahun ini," kata dia di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/2/2020).

"Misalnya ditentukan Rp 100 miliar, nah itu yang harus dikawal, direncanakan. Kami enggak berani, Pak, nentuin angka-angka sendiri. Saya kan ingatnya itu harus koordinasi dengan Pak Wawan," lanjut Djadja.

Ia menuturkan, pengurusan anggaran itu ditindaklanjuti melalui sejumlah pertemuan. Menurut Djadja, biasanya ia bersama jajaran Dinas Kesehatan saat itu menemui Wawan di kantornya di Jakarta.

"Setelah dikonsultasikan, dan Pak Wawan mengarahkan itu kami turuti diproses buat tata cara pelaporannya, perencanaannya dengan rencana pagu yang sudah disetujui. Kalau ada perubahan anggaran misalnya, itu dikonsultasikan juga ke Pak Wawan. Pengalihan rencana anggaran juga seperti itu. Saya patuh, Pak, saya harus dengan persetujuan Pak Wawan," katanya.

Djadja juga menilai Bappeda tidak berani menolak usulan anggaran dari Dinas Kesehatan. Sebab, usulan itu sudah berasal dari Wawan.

"Enggak berani. Saya bilang ini usulan Pak Wawan. Ya pada enggak berani," kata dia.

Djadja pun juga menyebutkan Wawan berperan dalam menentukan siapa saja pemenang proyek di Dinas Kesehatan.

Salah satunya terkait pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan Provinsi Banten saat itu.

"Pak Wawan waktu itu menentukan yang menang ini, ini, ini, gitu ya, harus dibagi. Misalnya dibagi 13, ya dibagi 13 pengadaan. Sudah ditentukan oleh beliau. Usulan anggaran pengajuannya tiga kali. Pertama itu Rp 49 miliar, terus Rp 50 miliar, terus Rp 100 miliar," kata dia.

"Perubahannya dikonsultasikan itu sama Pak Wawan. Saya tidak pernah membantah, saya selalu mengikutinya," lanjut dia.

Dalam perkara ini, Wawan didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain terkait pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan Banten pada APBD dan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2012.

Menurut jaksa, perbuatan melawan hukum dalam urusan anggaran dan pelaksanaan pengadaan itu dilakukan Wawan bersama kakaknya, Ratu Atut.

Wawan disebut jaksa memperkaya diri sendiri sekitar Rp 50 miliar. Kemudian, pihak lain yang turut diperkaya dalam pengadaan alat kedokteran ini adalah Ratu Atut, yakni sebesar Rp 3,85 miliar, dan mantan Wakil Gubernur Banten Rano Karno, yakni sebesar Rp 700 juta.

Kemudian, sejumlah pihak lain pada saat itu, yakni orang kepercayaan Wawan sekaligus Pemilik PT Java Medica Yuni Astuti sebesar Rp 23,39 miliar dan Kepala Dinas Kesehatan Djadja Buddy Suhardja sebesar Rp 240 juta.

Ada pula Sekretaris Dinas Kesehatan Ajat Drajat Ahmad Putra sebesar Rp 295 juta, pejabat pelaksana teknis kegiatan Jana Sunawati sebesar Rp 134 juta, Yogi Adi Prabowo sebesar Rp 76,5 juta, dan Tatan Supardi sebesar Rp 63 juta.

Setelah itu, memperkaya Abdul Rohman sebesar Rp 60 juta; Ferga Andriyana sebesar Rp 50 juta, Eki Jaki Nuriman sebesar Rp 20 juta, Kasubag Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan Dinas Kesehatan Suherman sebesar Rp 15,5 juta, Aris sebesar Rp 1,5 juta, dan Sobran sebesar Rp 1 juta.

https://nasional.kompas.com/read/2020/01/06/13261261/saksi-ungkap-cara-wawan-campuri-urusan-anggaran-dinkes-provinsi-banten

Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke