Berdasarkan catatan BNPB, luas area hutan dan lahan yang terbakar pada tahun ini mencapai 942.485 hektar.
Jumlah ini meliputi lahan gambut 269.777 hektar (27,7 persen) dan mineral 672.708 hektar (72,3 persen).
Meski lebih sedikit, namun sifat lahan gambut yang kering mengakibatkan timbulnya bencana asap yang cukup hebat dibandingkan lahan mineral.
"BNPB ke depan bersama kementerian/lembaga bertugas mengembalikan fungsi gambut menjadi basah dan berawa," kata Doni saat menyampaikan paparan di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Senin (30/12/2019).
Sementara itu, dilihat dari wilayahnya, Kalimantan Tengah menjadi provinsi dengan luas area lahan terbakar paling luas yakni mencapai 161.298 hektar.
Di posisi berikutnya diikuti Kalimantan Barat (131.654 hektar), Nusa Tenggara Timur (120.143 hektar), Kalimantan Selatan (115.317 hektar), dan Sumatera Selatan (92.635 hektar).
Adapun puncak kasus kebakaran hutan dan lahan terjadi Juli hingga November 2019. Hal itu terjadi lantaran pada medio tersebut merupakan puncak musim kemarau pada tahun ini.
Diperkirakan, total kerugian yang timbul akibat bencana ini mencapai Rp 75 triliun.
Selain mencegah, Doni menambahkan, perlu adanya edukasi kepada masyarakat untuk tidak lagi membakar hutan dan lahan untuk kepentingan pertanian.
Salah satunya yakni dengan memberikan bantuan bibit yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat.
"Antara lain jenis tanaman jangka pendek seperti lidah buaya, kemudian nenas, jangka menengah seperti kopi, dan jangka panjang berupa sagu. Sehingga masyarakat tida bergantung pada satu jenis komoditi," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/30/19342301/kunci-penanganan-kebakaran-hutan-dan-lahan-bnpb-pencegahan