Ia menyatakan, masih ada upaya lain yang bisa memperkuat efek jera terhadap koruptor ketimbang hukuman mati.
Hal itu menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebutkan aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat.
"Sebenarnya saya secara mendasar tidak setuju dengan hukuman mati. Tapi saya bilang, mau bicara hukuman mati seperti apa? Efek jera seperti apa sih yang mau ditimbulkan?" kata Bivitri dalam diskusi bertajuk Implementasi Komitmen Global Indonesia di Level Nasional di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Aktivis antikorupsi ini menegaskan, dalam menimbulkan efek jera yang kuat perlu ada pemahaman bersama seluruh pihak terkait dalam memperlakukan koruptor. Khususnya menyangkut peran di yudikatif, eksekutif dan legislatif.
"Harus orchestrated, Mahkamah Agung-nya harus punya pandangan serupa, jangan sampai di tingkat kasasi, di peninjauan kembali, hukumannya (koruptor) diturunin. Kemudian Presidennya juga jangan ngasih grasi. DPR-nya juga jangan malah melemahkan (KPK) lewat undang-undang," ujar dia.
Dengan demikian, kata Bivitri, akan terbangun pesan kuat bahwa negara benar-benar berkomitmen secara tegas dalam melawan kejahatan korupsi.
"Efek jera seharusnya bisa diberikan tanpa memberikan hukuman mati tapi memberikan sanksi yang lebih baik. Misalnya perampasan aset. Misalnya (dihukum) 7 tahun terus keluar dari penjara, keluarganya bisa aja masih menikmati (hasil korupsi), asetnya kan tersebar dimana-mana," kata dia.
Contoh lainnya, kata Bivitri, melarang mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah.
Bivitri menilai sanksi semacam itu justru bisa membuat koruptor kapok sekaligus pengingat kepada orang lain agar tidak melakukan korupsi.
"Kita kasih hukuman mati biar kapok, gimana mau kapok? Orang hukuman maksimalnya saja belum pernah diterapkan secara serius atau jarang diterapkan serius. Sekali lagi, yang lebih penting adalah kalau mau pemberantasan korupsi itu efektif harusnya semua lembaga punya dukungan terhadap pemberantasan korupsi," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebutkan aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat.
Menurut Jokowi, penerapan hukuman mati dapat diatur sebagai salah satu sanksi pemidanaan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) melalui mekanisme revisi di DPR.
"Itu yang pertama kehendak masyarakat. Kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan," kata Jokowi seusai menghadiri pentas drama "Prestasi Tanpa Korupsi" di SMK 57, Jakarta, Senin (9/12).
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/10/15551581/menurut-pakar-yudikatif-legislatif-dan-eksekutif-harus-orchestrated-jika