"Jangan bawa-bawa saya ke isu yang masih di tingkat daerah. Saya kan tak mau intervensi daerah sebelum mereka final (APBD), mereka memiliki mekanisme sendiri," kata Tito di Kantor Kemendagri, Jumat (1/11/2019).
Tito menjelaskan, di tingkat provinsi masih terdapat pembahasan yang perlu dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) hingga Inspektorat untuk melakukan pengecekan.
Setelah itu, dibahas di DPRD. Apabila pembahasan di Dewan sudah selesai, APBD kemudian diajukan ke Kemendagri dan ditanggapi.
"Kalau sudah di Kemendagri, baru kami miliki kewenangan untuk melihat apakah menyentuh sasaran atau tidak, rasional atau tidak. Tentu saja sekarang masih di tahap provinsi, kami tidak bisa dan tak ingin intervensi," kata Tito.
Kendati demikian, pihaknya tetap mencoba mengingatkan soal prinsip penggunaan anggaran.
Dia meminta, selain belanja pegawai rutin dan belanja barang operasional, pemerintah daerah juga diharapkan bisa mengutamakan belanja modal yang tepat untuk kepentingan rakyat.
Hal tersebut sangat penting, kata dia, agar masyarakat bisa merasakannya secara langsung.
"Jangan belanja modal, beli barang tapi enggak dipakai. Jadi harus tepat dan dirasakan masyarakat," kata dia.
Diketahui permasalahan RAPBD DKI 2020 saat ini tengah menjadi polemik karena adanya temuan sejumlah usulan yang tidak relevan dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
Antara lain yang menjadi sorotan adalah pengadaan lem Aibon senilai Rp 82,8 miliar, bopoin jenis pen drawing senilai Rp 123,8 miliar, hingga pengadaan influencer untuk promosi pariwisata DKI senilai Rp 5 miliar.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/01/15435861/mendagri-tak-mau-intervensi-polemik-rapbd-dki-2020