"Kami hanya memberi indikasi bahwa yang melakukan penembakan itu terlatih dan terorganisir. Kenapa terlatih karena tidak semua orang bisa menggunakan senjata," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara kepada wartawan di Hotel Sari Pacific, Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Beka menuturkan, dugaan penembak merupakan seseorang yang mahir terlihat dari bekas luka tembak pada tubuh korban yang terletak di titik-titik vital.
"Ada yang tembus di bawah ketiak, di dada, di leher. Artinya tidak semua orang bisa menggunakan senjata terus mengarah pada organ vital," ujar Beka.
Selain itu, Komnas HAM juga menduga penembakan dilakukan secara teroganisir karena lokasi jatuhnya korban tewas berada di tempat yang berjauhan sedangkan peristiwa penembakan diyakini berada di waktu yang bersamaan.
"Artinya tidak mungkin dilakukan oleh satu orang saja, lebih dari satu orang. Kalau lebih dari satu orang artinya terorganisir," kata Beka.
Namun demikian, Beka menyatakan bahwa Komnas HAM tidak memiliki wewenang untuk mengungkap pelaku penembakan tersebut.
Beka mengatakan, Komnas HAM telah menyerahkan temuan tersebut kepada Kepolisian dan Presiden Joko Widodo untuk ditindak lebih lanjut.
Komnas HAM pun meminta Polri mengusut peristiwa itu hingga ke dalang-dalangnya.
"Ini sudah ada sepuluh korban meninggal. Belum kita hitung yang luka-luka, harus ada penjelasan bagaimana perjuangan dan keadilannya," kata Beka.
Sebelumnya, dalam hasil tim pencari fakta internalnya, Komnas HAM menemukan ada 10 orang yang menjadi korban kerusuhan 21-22 Mei.
Sembilan orang di antaranya diduga karena tertembak peluru tajam dan satu orang lainnya karena kekerasan benda tumpul.
Komnas HAM juga menemukan, 4 dari 10 korban kerusuhan merupakan anak-anak. Selain itu, ada juga dugaan kekerasan yang dilakukan polisi dalam menangani aksi massa.
https://nasional.kompas.com/read/2019/10/29/14272801/komnas-ham-duga-penembak-dalam-kerusuhan-21-23-mei-orang-terlatih-dan