Pernyataan Wakil Sekretaris Jenderal PAN Saleh Partaonan Daulay kepada wartawan, Senin 12 September 2019 itu menjadi pembuka wacana penambahan kursi pimpinan MPR.
Saat itu, dinamika politik yang sedang mengemuka di publik adalah wacana bergabungnya partai politik pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada Pilpree 2019 ke koalisi partai politik pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
PAN adalah salah satu parpol yang disebut-sebut ingin bergabung ke koalisi pemenang Pilpres.
Saleh berpendapat, penambahan pimpinan MPR bertujuan untuk rekonsiliasi kebangsaan pasca-pilpres dengan penambahan kursi pimpinan MPR.
Selain itu, penambahan kursi MPR juga dibutuhkan karena berkaitan dengan rencana pembahasan amandemen terbatas UUD 1945 yang membutuhkan pandangan seluruh fraksi.
"Musyawarah mufakat adalah perwujudan demokrasi Pancasila. Itu yang perlu diaktulisasikan lagi saat ini. Dengan begitu, rekonsiliasi kebangsaan yang diinginkan semua pihak bisa terealisasi," kata Saleh.
Pro dan Kontra
Pernyataan Saleh lantas menuai pro dan kontra. Tak semua parpol saat itu sepakat dengan usulan Saleh.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto misalnya. Ia menyatakan, tidak elok merevisi pasal-pasal dalam UU MD3 pasca-pemilu 2019.
"Tidak elok dalam sebuah etika politik mengubah suatu aturan pasca-pemilu," ujar Hasto saat dihubungi Kompas.com, Rabu (21/8/2019).
Ia sekaligus menegaskan bahwa fraksinya di parlemen tetap berpijak pada UU MD3 yang berlaku (saat itu).
Senada dengan Hasto, Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, partainya juga berpegang pada UU MD3 bahwa pimpinan MPR terdiri dari lima orang.
"Sejauh ini kami masih berpegang pada UU MD3 yang sekarang, pimpinan MPR itu lima orang. Partai Golkar masih konsisten menginginkan untuk menduduki kursi ketua," kata Ace saat dihubungi Kompas.com, sehari sebelum pernyatan Hasto.
Adapun, partai yang mendukung usulan Saleh, yaitu PPP dan Partai Gerindra.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon sepakat dengan usulan penambahan pimpinan MPR menjadi 10 tersebut. Sebab, penambahan jumlah pimpinan dapat mewakili semua fraksi dan kelompok DPD di MPR.
"Kalau disepakati bersama, why not?" kata Fadli saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/8/2019).
Menyusul Fadli, Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani juga menyambut baik rencana penambahan kursi pimpinan MPR.
Arsul bahkan sempat mengklaim, partai-partai dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK) sebenarnya terbuka dengan rencana penambahan kursi pimpinan MPR tersebut.
"Para sekjen dua malam yang lalu membuka (setuju penambahan pimpinan MPR). Jadi Koalisi Indonesia Kerja sepanjang hasil pertemuan kemarin mengatakan kita bicara dengan teman-teman yang ada di koalisi kira-kira aspirasinya seperti apa," kata Arsul saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Sempat mereda, wacana itu kembali menguat pada awal September 2019. Tepatnya Kamis tanggal 5, rapat paripurna di DPR memutuskan sepakat merevisi UU MD3.
Tidak ada anggota fraksi yang melakukan interupsi pada saat pimpinan rapat menanyakan persetujuan revisi UU MD3 tersebut.
Berdasarkan draf dari Badan Legislasi (Baleg), barulah diketahui bahwa poin revisi itu adalah agar pimpinan MPR menjadi 10 orang yang terdiri dari satu ketua dan sembilan wakil ketua.
Perubahan itu bertujuan untuk mengakomodasi agar setiap fraksi di DPR mendapat jatah pimpinan.
Setelah enam hari disepakati dalam rapat paripurna, Presiden Joko Widodo merespons rencana revisi UU MD3 dengan menerbitkan Surat Presiden (Surpres).
Selanjutnya, Surpres dilanjutkan ke rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
Baleg pun diberi mandat untuk membahas untuk membahas UU tentang MD3 bersama pemerintah.
Rapat Malam-malam
Baleg DPR menggelar rapat kerja bersama perwakilan pemerintah yakni Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019) malam.
Tjahjo mengatakan, Presiden Jokowi berpesan apabila memang diperlukan, penambahan pimpinan MPR RI itu haruslah dalam rangka penguatan fungsi MPR.
"Secara prinsip, pemerintah siap berdiskusi dan berdialog dalam rangka membahas DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) yang diajukan DPR RI. Dalam hal ini, tentu pemerintah juga akan menyampaikan pendapat untuk dibahas bersama," kata Tjahjo.
Akhirnya bagi-bagi kursi pimpinan MPR itu tercapai. Pada Rapat Paripurna, Senin (16/9/2019), DPR resmi mengesahkan revisi Undang-undang (RUU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) menjadi Undang-undang.
Revisi UU tentang MD3 itu menghasilkan ketentuan baru. Salah satunya, pimpinan MPR bertambah sesuai dengan jumlah fraksi yaitu 10 fraksi
Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR Totok Daryanto menyampaikan hasil kesepakatan DPR dan pemerintah terkait revisi UU MD3 tersebut.
Totok menjelaskan, ada dua materi yang direvisi dalam UU MD3, pertama Pasal 15 dan Pasal 427C.
Pasal 15 Ayat 1 mengatur pimpinan MPR terdiri atas Ketua dan Wakil Ketua yang merupakan representasi dari masing-masing fraksi dan kelompok anggota yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.
Sementara itu, Pasal 427C dihapuskan karena dinilai sudah tertuang dalam pasal 15.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/17/12352261/ini-perjalanan-revisi-uu-md3-hingga-pimpinan-mpr-bertambah-jadi-10