Unsur-unsur yang ada dalam pasal itu tidak harus seluruhnya terpenuhi.
Hal itu dipaparkan Abdul saat dihadirkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai ahli di persidangan Sofyan Basir.
"Oke, itu alternatif ya. Kesempatan, sarana atau keterangan, bisa salah satu, bisa kumulatif seluruhnya," ujar Fickar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (26/8/2019).
"Tapi sebenarnya itu alternatif. Kesempatan itu umpamanya dalam satu peristiwa seseorang itu punya kewenangan yang orang lain tidak punya kewenangan itu," kata Abdul Fickar.
Melalui kewenangan itu, kata Abdul, yang bersangkutan memberi kesempatan ke orang lain untuk melakukan kejahatan.
Dia mencontohkan, seseorang yang meminta fasilitas dari orang yang punya kewenangan, tidak secara langsung kesempatan itu diberikan.
"Umpamanya, misalnya melalui perintah kepada atasannya atau bawahan yang berwenang itu, untuk memberi kesempatan kepada seseorang yang meminta dibantu dan diberikan fasilitasnya," kata Fickar.
Sementara unsur sarana, ujar Abdul, biasanya berbentuk fisik, seperti tempat atau kendaraan.
Kemudian, unsur keterangan berupa informasi yang dimiliki oleh si pembantu baik informasi langsung atau informasi elektronik.
"Biasanya keterangan yang tidak dipunyai orang lain ya, nah tapi diberikan sebagai satu bantuan untuk melakukan suatu kejahatan umpamanya. Jadi kesempatan sarana dan keterangan itu merupakan alat untuk membantu," ujar Abdul.
Jaksa KPK Budhi Sarumpaet kembali memastikan apakah unsur memberi kesempatan, sarana atau keterangan tidak semuanya harus terpenuhi.
"Betul, alternatif, karena di pasalnya kan pakai kata 'atau' seperti 'sarana atau keterangan'," ujarnya.
Sofyan Basir sendiri dikualifikasikan melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 15 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
Secara khusus, Pasal 56 ke-2 KUHP mengatur tentang pemidanaan bagi pembantu kejahatan yang dengan sengaja memberikan kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Dalam kasus ini, Sofyan Basir didakwa membantu transaksi dugaan suap dalam proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Sofyan dinilai memfasilitasi kesepakatan proyek hingga mengetahui adanya pemberian uang.
Adapun transaksi suap tersebut berupa pemberian uang Rp 4,7 miliar kepada Eni Maulani Saragih dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.
Uang tersebut diberikan oleh pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.
Menurut jaksa, Sofyan memfasilitasi pertemuan antara Eni, Idrus, dan Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited dengan jajaran direksi PT PLN.
Adapun transaksi suap tersebut berupa pemberian uang Rp 4,7 miliar kepada Eni Maulani Saragih dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.
Uang tersebut diberikan oleh pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.
Menurut jaksa, Sofyan memfasilitasi pertemuan antara Eni, Idrus, dan Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited dengan jajaran direksi PT PLN.
Hal itu untuk mempercepat proses kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau 1.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/26/20071621/sidang-sofyan-basir-ahli-pidana-sebut-unsur-pembantuan-dalam-kejahatan