"Yang menarik bagi Komnas HAM saat ini dan menjadi fokus bersama adalah meningkatnya kebijakan daerah yang diskriminatif terhadap kelompok rentan dan minoritas, ini juga semakin banyak," ujar Beka saat diskusi pengenalan acara Festival HAM 2019 di Hotel Oria, Jakarta Pusat, Senin (29/7/2019).
Ia menyebutkan, kebijakan daerah yang diskriminatif tersebut lebih banyak dalam bentuk surat edaran dan surat keputusan bupati yang bersifat subyektif.
Menurut Beka, fenomena kebijakan daerah diskriminatif itu perlu diwaspadai saat ini dan pemerintah pusat hingga daerah perlu meningkatkan kontrol terhadap kebijakan yang timpang.
"Kebijakan daerah diskriminatif bukannya berkurang, malah semakin bertambah," ucap Beka.
"Itu lebih banyak berupa surat edaran dan surat keputusan bupati. Ini fenomena yang harus kita waspadai," tuturnya.
Akan tetapi, Beka tidak menjelaskan secara rinci berapa persentase kenaikan kebijakan daerah yang diskriminatif.
Beka mencontohkan, kebijakan daerah yang diskriminatif akhir-akhir ini terjadi seperti polemik pendirian tempat ibadah yang terjadi di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
Seperti diberitakan, warga di RT 34 di Dusun Bandut Lor, Desa Argorejo, Sedayu, Bantul, menolak penggunaan rumah tinggal untuk tempat ibadah di wilayah mereka.
Alasannya, pemilik rumah sudah menandatangani kesepakatan tidak mendirikan tempat ibadah yang sudah dilakukan sejak tahun 2003.
"Permasalahannya, Bupati Bantul mencabut izin mendirikan bangunan (IMB) yang sudah diterbitkan terhadap Gereja Pantekosta di Indonesia. Kemudian, karena desakan dari kelompok intoleran, IMB tersebut dicabut," tutur Beka.
https://nasional.kompas.com/read/2019/07/29/18040481/komnas-ham-soroti-kebijakan-daerah-yang-dinilai-semakin-diskriminatif