Salin Artikel

Muhammad Yamin, Jokowi, dan Taufiq Kiemas

Yamin yang saya kenal pada tahun 1988 adalah sosok aktivis dan politisi yang punya komitmen tinggi terhadap perjuangan rakyat. Sosoknya yang mudah bergaul, punya wawasan luas, bicaranya yang terstruktur, membuatnya mudah diterima dan disegani oleh kawan maupun lawan politiknya.

Yamin yang saat itu tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, tidak hanya dikenal sebagai aktivis pergerakan mahasiswa.

Sebagaimana para aktivis pergerakan mahasiswa saat itu, Yamin juga aktif di pers mahasiswa HIMMAH UII. Sebuah rumah kontrakan di gang sempit bernama “Rode” di Jalan Sultan Agung, Yogyakarta, menjadi saksi sejarah sebagian hidup Yamin bergelut dengan dunia aktivis pergerakan.

Rode tidak hanya menjadi rumah singgah bagi para aktivis dari berbagai kota, tapi juga markas untuk merancang berbagai aksi mahasiswa dan perlawanan rakyat di berbagai daerah.

Di era rezim Soeharto yang represif dan alergi terhadap pergerakan mahasiswa, Rode menjadi salah satu pusat persemaian pikiran kritis mahasiswa dan perlawanan rakyat terhadap kekuasaan Orde Baru.

Yamin adalah sosok yang paling menonjol di antara teman-temannya yang tinggal di Rode. Masih terngiang dalam ingatan, saat puncak acara “Reuni 30 Tahun Rode” pada 16-18 November 2018 di Rumah Rode, Yogyakarta, Yamin tidak hanya menjadi penggerak acara, tapi juga berkeinginan mendokumentasikan Rode sebagai rumah demokrasi.

Keinginan yang bukan dilandasi subyektifitas, tapi berangkat dari kesadaran untuk merawat memori bersama bahwa demokrasi saat ini adalah buah perjuangan rakyat dan mahasiswa. Rode telah memberi kontribusi pada perjuangan demokratik melawan rezim otoriter Orde Baru.

Pergerakan Rakyat

Sebagai aktivis mahasiswa saat itu, Yamin tidak percaya kekuatan Orde Baru hanya bisa dikalahkan hanya dengan gerakan mahasiswa.

Bukannya tidak percaya pada gerakan mahasiswa, tapi kekuasaan Orde Baru terutama melalui kebijakan politik floating mass, tidak hanya mengkerdilkan peran politik mahasiswa, jauh dari itu telah melumpuhkan perlawanan rakyat.

Untuk melawan Orde Baru, perlu dibangun kesadaran politik dan organisasi kekuatan rakyat. Di sinilah Yamin menegaskan pentingnya peran aktivis mahasiswa terlibat dalam pembangunan organisasi rakyat berbasis kasus di masyarakat.

Di antaranya kasus penindasan rakyat yang menonjol saat itu adalah kasus petani Waduk Kedung Ombo di Sragen.

Kedung Ombo adalah nama waduk di Jawa Tengah yang dibangun pemerintah Orde Baru pada tahun 1985.

Waduk ini sebagai pembangkit tenaga listrik 22,5 megawatt dan dapat menampung air untuk kebutuhan 70 hektare sawah di sekitarnya (https://id.wikipedia.org).

Pembangunan Waduk Kedung Ombo dibiayai USD 156 juta dari Bank Dunia, USD 25,2 juta dari Bank Exim Jepang, dan APBN.

Presiden Soeharto meresmikan Waduk Kedung Ombo pada 18 Mei 1991, meski kenyataannya waduk sudah diairi sejak 14 Januari 1989. Menenggelamkan 37 desa, 7 kecamatan di 3 kabupaten, yaitu Sragen, Boyolali, Grobogan.

Sebanyak 5.268 keluarga kehilangan tanahnya. Sebanyak 600 keluarga bertahan karena ganti ruginya dianggap tidak manusiawi sebesar Rp 250,-/m².

Warga yang bertahan juga mengalami teror, intimidasi dan kekerasan fisik. Warga yang bertahan terpaksa tinggal di tengah genangan air.

Romo Mangun, Romo Sandyawan dan KH Hammam Ja’far, adalah tokoh-tokoh masyarakat yang mendampingi para warga yang bertahan di lokasi dengan membangun sekolah darurat untuk anak-anak di Kedung Ombo.

Selain mereka, keterlibatan LSM dan peran aktivis mahasiswa, penting untuk dicatat di sini.

Yamin adalah seorang community organizer yang tangguh dalam kasus Kedung Ombo.

Tidak hanya memberi pendidikan politik dan advokasi, Yamin juga aktif mendampingi petani Kedung Ombo melakukan aksi-aksi protes ke DPR, Depdagri, dan perwakilan Bank Dunia di Jakarta, dan di daerah.

Dinamika gerakan mahasiswa dan pendampingan rakyat inilah yang mempertemukan saya dan para aktivis mahasiswa Solo seperti Wahyu Susilo (adik Wiji Thukul), Wuri, Ade Jumiatno, Hero dan lain-lain yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Solo (IMS), dengan Yamin di era 80an.

Solo yang kebetulan dekat dengan wilayah Sragen, menjadi tempat persinggahan Yamin dan para aktivis mahasiswa luar kota yang akan live in di Kedung Ombo.

Solo tidak hanya strategis secara geografis, tapi juga banyak LSM seperti LPTP, YBKS, Yaphi, YIS, YPP, LSPP, Bhakti Satria yang membantu advokasi petani Kedung Ombo.

Dari sini, kerja-kerja politik pendampingan rakyat yang dilakukan para aktivis mahasiswa dan LSM menemukan strategi perlawanan rakyat Kedung Ombo makin meluas dan ideologis.

Komite Solidaritas Korban Pembangunan Kedung Ombo (KSKPKO) dibentuk sebagai wadah perjuangan rakyat dan aktivis mahasiswa untuk perjuangan petani Kedung Ombo.

Pada posisi ini, Yamin sangat memberi warna dan kharakter gerakan mahasiswa khususnya para aktivis di Solo, yang dengan sadar mampu menghubungkan teori dan realitas sosial untuk men-support dan meng-counter hegemoni negara pada arus transformasi sosial.

Pilkada DKI Jakarta

Selepas mahasiswa, Yamin dengan beberapa anak Rode pernah mendirikan Lembaga Advokasi Rakyat (Lekat). Bersama Ifdal Kasim, kawannya sesama aktivis di UII, mantan Ketua Komnas HAM, saat ini menjadi Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, dan seniornya di UII Sholeh Amin SH, sempat membuka kantor pengacara di Solo.

Dijalaninya satu tahun sebagai pengacara professional, Yamin memutuskan pulang kampung ke Palembang menjadi pengacara di LBH Palembang.

Di kota kelahirannya, Yamin pernah menjadi anggota Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Palembang untuk membela kasus penyerbuan markas Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jakarta pada 27 Juli 1997.

Aktivitasnya sebagai pengacara TPDI dan sebagai orang Palembang (wong kito galo), mengantarkannya tidak hanya terpilih sebagai anggota DPR-RI (1999-2004) dari PDIP, tapi juga kedekatannya dengan Taufiq Kiemas (TK), politisi berdarah Palembang yang juga suami Megawati, Ketua Umum PDIP.

Sebagai orang dekat TK, Yamin hampir tidak pernah absen menemani TK kunjungan ke daerah-daerah. Ketika tidak menjadi anggota DPR lagi, Yamin pernah menjadi staf khusus TK sebagi Ketua MPR-RI (2009-2013).

Dalam suatu kunjungan kerja di Solo, Yamin mengundang saya dan mengenalkan dengan TK di Hotel Kusuma Sahid. Yamin mengatakan, saya sebagai mantan aktivis mahasiswa Solo dan Kedung Ombo.

Peristiwa penting yang kemudian mempertemukan kembali saya dengan Yamin dan TK adalah saat pemilihan gubernur (Pilkada) DKI Jakarta pada tahun 2012.

Dalam Pilkada tersebut, posisi politik TK awalnya tidak mendukung Wali Kota Solo, Joko Widodo (Jokowi) maju sebagai calon gubernur (cagub) DKI Jakarta berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dicalonkan PDIP dan Gerindra.

TK nampaknya punya pertimbangan politik sendiri agar PDI-P tetap mendukung Fauzi Bowo (Foke) sebagai calon petahana didampingi calon yang berasal dari PDI-P.

Dalam posisi politik tersebut, Yamin adalah orang yang berperan mencairkan hubungan dan komunikasi antara TK dengan Jokowi. Yamin mengusulkan kepada saya agar Jokowi bertemu dengan TK yang akan diaturnya.

Yamin juga meyakinkan bahwa pada dasarnya, TK, jika ditemui sendiri oleh Jokowi akan senang dan akan mendukungnya.

Tanpa pikir panjang, saya langsung sampaikan ke Pak Jokowi di tengah kesibukan kampanye saat itu. Mendengar usulan itu, Jokowi langsung menugaskan saya untuk segera mengatur pertemuan dengan TK melalui Yamin.

Pertemuan itu kemudian dilangsungkan di rumah dinas Ketua MPR-RI di Wisma Widya Chandra. Yamin adalah orang pertama yang menyambut Jokowi dan mengantarkannya ke ruang pribadi TK.

Saya beserta ajudan, dan tiga pengawal dari Polda Metro menunggu sambil ngobrol dengan Yamin di ruang tamu.

Kira-kira 30 menit, Jokowi keluar dari kamar TK dengan wajah sumringah karena hasilnya seperti dikatakan oleh Jokowi kepada saya, “Pak Eko, Pak TK tadi merestui dan mendukung saya di Pilkada DKI”.

Dukungan TK memang sangat dibutuhkan oleh Jokowi sebagai bagian full support dari PDI-P dalam pertarungan Pilkada DKI Jakarta yang keras saat itu. Tak heran saat akan meninggalkan kediaman TK, Jokowi bersalaman erat sambil mengucapkan terima kasih kepada Yamin sebagai sosok yang telah menjembatani pertemuan penting tersebut.

Yamin bukan orang yang sebelumnya tidak dikenal oleh Jokowi. Yamin pernah saya bawa ke rumah dinas Walikota Solo, Loji Gandrung, untuk bertemu dengan Jokowi.

Istri Yamin, Neni (Yuni Setya Rahayu) adalah kader PDI-P yang menjadi wakil bupati Bantul saat itu, yang tentu dikenal baik oleh Jokowi.

Sejak itu, Yamin sangat inten mengajak ketemu saya untuk mendiskusikan strategi pemenangan Pilkada DKI Jakarta.

Satu lagi saran Yamin yang penting dan disetujui Jokowi adalah ketika hari “H” pencoblosan. Yamin menyarankan agar Jokowi mendampingi Bu Mega dan Pak TK saat pencoblosan di tempat pemungutan suara (TPS) di Kebagusan, Jakarta Selatan, rumah kediaman beliau.

Saran ini penting karena saat itu Jokowi belum memiliki kartu tanda penduduk (KTP) DKI Jakarta sehingga tidak bisa mencoblos.

Pilkada DKI Jakarta akhirnya dimenangkan oleh pasangan Jokowi-Ahok yang diusung PDI-P dan Gerindra dengan dua putaran (second round) karena tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara 50%+1.

Pada putaran kedua, pasangan Jokowi-Ahok harus melawan pasangan petahana Foke-Nara yang diusung partai Demokrat, yang kemudian juga mendapat tambahan dukungan dari PKS dan Golkar setelah pasangan calonnya kalah dalam putaran pertama.

Jokowi yang mengandalkan strategi kampanye blusukan ke pasar-pasar tradisional, kampung-kampung di Jakarta, dan dukungan para relawan, akhirnya keluar sebagai pemenang mengalahkan pasangan petahana.

Pasca-kemenangan, Yamin menyarankan kepada saya agar Jokowi silaturahmi kembali ke TK yang saat itu sedang sakit sebagai bentuk terima kasih atas dukungan yang diberikan.

Taufiq Kiemas Meninggal Dunia

Pada 8 Juni 2013, kira-kira pukul 18.30 Wib, saya dapat telpon dari Yamin mengabarkan Pak TK telah meninggal dunia di Singapura. Yamin menanyakan keberadaan Pak Jokowi apa ada di Jakarta atau pulang ke Solo.

Yamin juga menyarankan agar secepatnya Pak Jokowi dihubungi mengenai kabar duka tersebut. Tapi tak beberapa lama, nomer telepon Pak Jokowi masuk ke HP saya, menanyakan pendapat saya kira-kira apa yang perlu dipersiapkan karena keberadaannya baru saja tiba di Solo untuk menjenguk keluarga.

Seperti di sarankan Yamin, saat itu saya menyampaikan pentingnya keberadaan Pak Jokowi malam itu juga di kediaman Bu Mega di Jalan Teuku Umar sebagai kader partai, Gubernur DKI Jakarta yang sekaligus juga tetangga karena rumah dinas Gubernur di Jalan Surapati tidak jauh dari rumah duka.

Tak lupa saya juga menyarankan pak Jokowi untuk menugaskan Kasatpol PP, Kepala DLLAJR, dan Kepala Protokol Pemerintahan DKI Jakarta untuk membantu mengatur parkir, lalu lintas, dan menyiapkan tenda untuk meyambut kedatangan jenasah dan tamu yang akan melayat.

Kira-kira pukul 21.30 Wib, malam itu, Jokowi sampai di rumah duka di Teuku Umar, menyalami pelayat yang duduk di tenda rumah duka dan kemudian masuk ke kediaman untuk menyapaikan belasungkawa kepada Ibu Mega dan keluarga.

Jelas sekali di raut wajah Jokowi malam itu, antara rasa capek dan perasaan kehilangan Pak TK jadi satu. Dalam sambutannya mewakili keluarga melepas jenasah almarhum TK, Jokowi seolah mengingatkan kembali kata-kata yang pernah disampaikan TK kepadanya saat Pilkada DKI Jakarta. “Pak TK adalah guru politik saya, senior saya. Saat saya memenangkan Pilkada DKI Jakarta, beliau menganggap kemenangan itu sebagai obat sakit beliau.” Demikian kata-kata Jokowi yang menunjukkan rasa kehilangan almarhum TK yang selama ini banyak membantu dalam karir politiknya.

TK adalah politisi senior PDIP yang lahir di Jakarta, 31 Desember 1942. Meninggalkan seorang istri Dyah Permata Megawati Setyawati atau lebih dikenal dengan Megawati Soekarnoputri, dan tiga anak, Mohammad Rizki Pratama, Mohamad Prananda Prabowo, dan Puan Maharani Nakshatra Kusyala.

Sebelum meninggal, TK menjalani perawatan di sebuah rumah sakit di Singapura setelah mendampingi Wakil Presiden Boediono meresmikan Monumen dan Situs Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende, Nusa Tenggara Timur bertepatan dengan Peringatan Hari Lahir

Seknas dan Pilpres

Yamin adalah salah satu politisi PDI-P yang mendorong Jokowi dicalonkan partainya sebagai calon presiden (capres) pada Pilpres 2014.

Dalam upayanya itu, Yamin bersama para aktivis mahasiswa 80/90an dan LSM di Jakarta mendirikan Sekretariat Nasional Jaringan Organisasi dan Komunitas Warga Indonesia disingkat Seknas Jokowi, sebagai organ relawan Jokowi untuk Pilpres 2014.

Selain Yamin, Dadang Juliantoro, Waluyo Jati, Sammy Pangerapan, Hilmar Farid, Deddy Mawardy, Juli Eko Nugroho, Osmar Tanjung, almarhum Zulkarnaen (mantan Direktur Walhi), Boni Setiawan (Global Justice), adalah nama-nama yang membidani kelahiran Seknas Jokowi.

Yamin kemudian ditunjuk sebagai Ketua Seknas Jokowi dan Dadang Juliantoro sebagai sekretaris.

Tugas pertamanya mendirikan cabang-cabang Seknas Jokowi di daerah-daerah dan di luar negeri untuk memperluas jaringan.

Sebagai ketua, Yamin dengan pengurus Seknas Jokowi beberapa kali ketemu dengan Jokowi untuk melaporkan kegiatannya yang telah dan akan dilakukan.

Baik secara mandiri atau berkoalisi dengan relawan Jokowi lainnya, Seknas Jokowi sangat aktif melakukan sosialisasi di Jakarta dan daerah untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas Jokowi sebagai capres.

Di Jakarta, hampir setiap minggu Seknas Jokowi membuat kegiatan di car free day dan kampung-kampung mempromosikan kerja-kerja Jokowi baik selama menjadi Wali Kota Solo maupun Gubernur DKI Jakarta.

Ketika PDI-P secara resmi mengumumkan nama Jokowi sebagai capres yang akan diusung pada Pilpres 2014, Yamin adalah orang pertama yang menghubungi saya untuk menyampaikan ucapan selamat atas pencalonan itu.

Pasca-pengumuman, para organ relawan Jokowi makin bersemangat dan meningkatkan kegiatannya.

Salah satu kegiatan Seknas Jokowi, yang menurut saya mempunyai nilai legacy, adalah saat menghimpun para pakar dari berbagai disiplin ilmu untuk menyiapkan paper policy untuk masukan penyusunan visi misi Jokowi dalam “Simposium Nasional Jalan Kemandirian Bangsa” pada 11 Maret 2014 di Hotel Sultan Jakarta.

Hasil simposium itu kemudian diterbitkan dalam dua buku oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, dengan judul yang sama, Jalan Kemandirian Bangsa (Gramedia, 2014).

Edisi pertama terbit lebih tipis memuat konsepsi visi kemasyarakatan. Sementara buku versi tebalnya memuat konsepsi Visi Kemasyarakatan Indonesia Abad 21, Landasan Jalan Kemandirian; Geopolitik Indonesia sebagai Negara Maritim; Kekuasaan Negara dan Demokrasi; Reforma Agraria dan Lingkungan Hidup; Pembangunan Infrastruktur dan Antisipasi Kebencanaan; Industri dan Perdagangan; Politik Energi; Pendidikan dan Kebudayaan; Manusia Indonesia, Kepandudukan dan Tenaga Kerja; Riset dan Tehnologi, Keuangan; Paradigma Kemandirian dalam Pembangunan.

Dalam pengantarnya di buku versi tebal lebih 700 halaman, Jokowi mengapresiasi penyelenggaraan Simposium Nasional Jalan Kemandirian Bangsa yang telah dihadiri para rektor dan guru besar yang dari berbagi perguruan tinggi yang tidak hanya menunjukkan keseriusan intelektual tapi juga komitmen pada upaya mencari jalan yang dapat membawa bangsa Indonesia menuju kemakmuran.

Menurut Jokowi, Jalan Kemandirian Bangsa yang dirumuskan dalam simposium menjadi sumbangan penting bagi kita untuk menetapkan landasan pembangunan ke depan.

Secara khusus, Jokowi juga menyampaikan terima kasihnya pada Seknas Jokowi yang telah memprakarsai, mengorganisir, dan merumuskan hasil simposium.

Itulah gambaran secara umum peran Seknas Jokowi yang dimotori Yamin dan teman-teman yang dikenalnya semasa menjadi aktivis mahasiswa dalam mendukung Jokowi menjadi presiden pada Pilpres 2014.

Latar belakangnya yang politisi memudahkan langkah Yamin dan Seknas Jokowi berkomunikasi dengan partai-partai pendukung Jokowi terutama PDI-P selama kampanye memenangkan pasangan Jokowi-JK dalam laga Pilpres 2014.

Dedikasi dan semangat kerja politiknya bersama Seknas Jokowi dalam mendukung Jokowi ibarat melebihi dalam menjaga kesehatan sendiri.

Yamin memang tidak pernah surut komitmennya bersama Seknas Jokowi dan organ relawan Jokowi lainnya dalam mendukung Jokowi.

Itu pula yang seolah ingin ia tunjukkan dengan meninggalkan kita semua dalam rombongan perjalanan pulang bersama teman-temannya dari Seknas Jokowi sehabis melakukan kegiatan kampanye memenangkan Jokowi-Maaruf Amin di Jawa Barat dalam Pilpres 2019.

Kini Yamin telah tiada, ia juga tidak sempat menyaksikan kembali pelantikan Jokowi sebagai presiden periode kedua (2019-2024) yang telah diperjuangkannya, sebagaimana dulu ia bersama para relawan Jokowi dan rakyat Indonesia mengantarkan Jokowi-JK dalam iring-iringan pawai rakyat ke gerbang Istana Negara.

Sebagai penutup tulisan ini, saya ingin mengutip sebagian pesan Yamin yang ditulisnya di Facebooknya sehari sebelum meninggal dunia, “Mereka Orang Baik atau Kita yang Kurang Baik”.

“Mendukung boleh. Tapi jangan terlalu fanatik sehingga akal sehatmu tidak dipakai. Alangkah lebih baik jika engkau dukung dengan doa. Doakan Pak Jokowi dan Pak Prabowo. Jika tidak suka Pak Jokowi tidak perlu dihujat, fitnah, dihina fisik. Begitu juga sebaliknya, jika tidak suka Pak Prabowo tidak perlu dihina, dihujat atau dihina fisik. Doakan masing-masing saja. Apakah menghujat akan membuat hatimu merasa puas? Tidakkah justru akan menambah pundi-pundi dosa?”

Demikian pesan terakhir Yamin yang sarat makna untuk kita renungkan dalam menyikapi Pilpres 2019 yang diwarnai hoaks, fitnah dan ujaran kebencian, terutama di sosial media yang bisa merusak persatuan dan persaudaraan antar anak bangsa. Janganlah kita kemudian terjebak pada fanatisme buta yang mengabaikan pikiran rasional.

Dalam konteks politik saat ini, pesan ini penting untuk merajut kembali persatuan dan kesatuan kita sebagai warga bangsa.

“Jangan hanya perbedaan terus kalian nggak bisa ngopi bareng, nongkrong bareng, ngaji bareng, belanja bareng, bahkan sindir-sindiran di Sosmed. Lebih parah lagi jika putus silaturrahmi sesama saudara”.

https://nasional.kompas.com/read/2019/07/17/16005091/muhammad-yamin-jokowi-dan-taufiq-kiemas

Terkini Lainnya

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke